Ternyata, mengubah sesuatu di dunia ini tidak semudah yang Ivanna Midlestone perkirakan sebelumnya. Bahkan untuk hal kecil sekalipun.
Hari ini adalah hari dimana gadis itu akan meninggalkan Estat keluarga Midlestone dan tinggal di Mansion Rose, salah satu kediaman yang berada di kawasan Istana Kerajaan. Ia harus menetap selama tujuh bulan sesuai dengan peraturan yang tertera pada surat.
Selama tujuh bulan itu, sepuluh kandidat calon Putri Mahkota akan mengikuti seleksi dimana mereka harus menyelesaikan tujuh misi yang diselenggarakan oleh Yang Mulia Ratu. Misi tersebut bertujuan untuk menguji kemampuan serta menyingkirkan wanita-wanita yang di anggap tidak pantas hingga akhirnya menyisakan satu orang pemenang.
"Kau tidak perlu memaksakan diri. Putri ayah sangat cerdas, kau hanya perlu membiarkan segalanya mengalir sebagaimana mestinya," Heinry Van Midlestone, Duke sekaligus Kepala Keluarga mengantarkan kepergian putri bungsunya sebelum masuk ke sebuah kereta kuda. Seperti kehidupan masa lalunya, Ivanna membawa Lucy untuk tinggal bersamanya di Mansion Rose sebagai pelayan pribadi.
"Ayah tenang saja, aku tidak akan lama. Aku berjanji akan menyelesaikan ini secepat mungkin," mendengar itu, Heinry pun mengernyitkan dahinya tak paham.
"Apa maksudmu, Ivanna?"
Ivanna Midlestone meraih kedua tangan sang Ayah, menggenggamnya erat hingga buku-buku jarinya memerah.
"Seperti yang aku katakan sebelumnya, bahwa aku tidak memiliki niat dan obsesi lagi untuk menjadi seorang Putri Mahkota," kedua ujung bibirnya tertarik cukup lebar. Setiap ucapannya terdengar mantap tanpa sedikitpun keraguan. "Aku berjanji akan keluar dari Istana secepat mungkin untuk menemanimu. Aku tidak ingin Ayah sendirian."
"Aku tidak sendirian, Ivanna," Heinry buru-buru menyela ucapan anak bungsunya. "Jika aku merindukanmu, aku akan ke Istana, begitupun sebaliknya. Di masa kepemimpinanku, Phoenix membantu Valderman untuk menaklukkan tiga Kerajaan Utara demi memperluas wilayah kekuasaan. Itulah alasan mengapa aku memiliki hak istimewa dan sangat mudah bagiku untuk keluar masuk Istana."
Sejenak Ivanna mencebik kesal di dalam hati. Mengapa orang-orang yang ia ajak bicara—termasuk sang Ayah—terkesan sangat keras kepala? Lihatlah, ada seorang gadis yang sedang berusaha untuk mengubah nasibnya di sini, berusaha menjadi versi dirinya yang lebih baik. Namun kenapa mereka malah seakan mempersulit jalannya?
"Jika ada sesuatu yang terjadi, Ayah harus segera memberi tahuku," tak ingin memulai perdebatan kecil dengan sang Ayah, Ivanna lantas memilih untuk mengalah. "Jangan lewat surat, kirimkan kstaria Phoenix ke Istana untuk menjemputku."
"Baiklah, aku akan melakukannya jika terjadi sesuatu."
"Janji?"
Heinry Van Midlestone mengulas senyum di wajahnya. Semenjak peristiwa mengejutkan di ruang makan tempo hari, Putri bungsunya itu telah menunjukkan sifat baik yang membuat hatinya menghangat. Ini memang tidak biasa dan terkesan aneh, namun Heinry sangat menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Second Chance
FantasíaAksi pemberontakan berdarah yang dilakukan salah satu keturunan Kerajaan Valderman membuat Ivanna Midlestone harus menelan kenyataan pahit bahwa Leonidas Alexandre Walter, Sang Putera Mahkota telah mati dalam pelukannya. Namun, ada sebuah pilihan ya...