Lima : Figuran Dalam Cerita

25 14 26
                                    

"Dari banyaknya hal yang menyakitkan,
Kenapa harus dari orang terdekat ?"

.
.
.
.

Raina berjalan memasuki rumahnya dengan mengendap-endap, berharap Ayahnya sore ini tidak ada di Rumah. Namun, tepat beberapa langkah dari pintu masuk, bariton tegas itu mengudara "Bagus, Raina. Bagus sekali. Tadi kamu bolos sekolah, sekarang kamu pulang dengan mengendap-endap seperti ini. Makin kesini, kamu makin susah untuk diatur Raina".

Suara itu, suara Ayahnya. Rasyad. Bariton tegasnya mampu membuat siapa saja yang mendengarnya bergidik ngeri. Raina yang mendengarnya pun langsung terdiam di tempat. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari seharusnya. Jemarinya ia tautkan untuk mengurangi rasa tegang yang ia rasakan. Bahkan bibir bawahnya sudah ia gigit, karena rasa takutnya.

Sungguh, aura Rasyad ketika marah seperti ini dua kali lebih seram dibandingkan saat-saat Rasyad memakinya. Ia berjalan kearah Raina, menarik paksa pergelangan tangan gadis itu, menyeretnya menaiki anak tangga satu persatu menuju ruang kerjanya. Tidak memperdulikan si pemilik tangan merasa kesakitan atau tidak.

Setibanya mereka di depan pintu ruangan, Rasyad membuka pintu tersebut dan langsung menghempaskan tubuh Raina dengan kasar. Membuatnya jatuh tersungkur ke lantai.

Rasyad berjalan kearah sudut ruangan, mengambil sebuah tongkat baseball berukuran sedang, dan kembali mendekat kearah Raina. Raina yang melihat sang Ayah mengayunkan tongkat tersebut kearahnya lantas memejamkan kedua matanya. Bibir bawahnya kembali ia gigit agar tidak mengeluarkan suara tatkala Ayahnya melakukan hal yang paling menyakitkan.

Satu pukulan, dua pukulan, tiga pukulan sampai pukulan kelima Rasyad berhenti memukulnya. Kepalanya menunduk, mengamati setiap inci wajah anaknya. Lantas, Rasyad mensejajarkan tubuhnya dengan Raina. Tidak cukup sampai disana, Rasyad kembali mencengkeram keras rahang milik Raina, membuat si pemilik meringis pelan.

Rasyad menatap tajam tepat pada iris coklat milik Raina "Sekali kamu berulah, kamu tahu akibatnya Raina". Rasyad berlalu meninggalkan Raina dengan seluruh rasa sakit di tubuhnya. Perlakuan Rasyad seperti ini bukan hanya sekali dua kali Raina rasakan, tidak jarang ketika Ayahnya memikul banyak beban di kantornya ia akan meluapkan amarahnya kepada Raina.

"Rain" Pintu ruang kerja itu kembali terbuka, menampilkan sosok Nathan disana. Berdiri di ambang pintu dengan raut wajah khawatir.

"Nath, aku capek" Lirih Raina.

Nathan mendekat kearah Raina, mendekapnya dengan erat. Menyalurkan kekuatan untuk Raina "Tenang ya, ada gue disini".

Kini, Raina tidak lagi bisa menahan air matanya yang terus memberontak untuk keluar. Pertahanan yang sedari tadi ia bangun, runtuh. Dekapan dari Nathan membuatnya merasa lebih tenang. Raina merasa bahwa setiap kali ia berada di dekat Nathan, ia selalu merasa terlindungi oleh sosok sahabatnya ini. Raina merasa bahwa Nathan adalah pelindungnya.

Setelah merasa bahwa Raina sedikit lebih baik dari sebelumnya, Nathan membantu Raina untuk membawanya ke kamar milik Raina. Ruangan dengan dominan warna putih di setiap dindingnya dengan langit-langit kamar berwarna biru muda lembut disertai dengan hiasan bintang-bintang. Setiap kali Nathan bertanya kenapa langit-langitnya harus bintang, Raina selalu berucap filosofi. Raina memiliki filosofi nya sendiri terhadap benda langit. Terutama bintang.

"Gue panggil bibi dulu ya, obatin luka Lo"

Tidak lama setelah Nathan memanggil, Bibi memasuki kamar Raina dengan sebuah baskom berisi air dingin serta handuk. Tak lupa dengan kotak P3K di tangan satunya.

"Non, maafin Bibi ya. Maaf  bibi nggak bisa bantu apa-apa setiap non di marahin sama tuan. Bibi benar-benar minta maaf Non" ucapnya menyesal.

"Nggak Bi. Bukan salah Bibi. Ini seratus persen salah aku sendiri. Tadi aku bolos sekolah, makanya Ayah marah sama aku. Soalnya Ayah nggak mau masa depan aku berantakan kalo aku bolos. Jadi, Bibi nggak perlu merasa nggak enak ya sama aku" Raina tersenyum menatap Bibi.

Ruang KebebasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang