● Maut Perenggut Kehangatan ●

56 5 0
                                    

Pagi ini sangat cerah, burung - burung berkicauan ramai berbagi kabar tentang hari yang cerah. Daun - daun nampak berwarna - warni menunjukkan musim gugur telah tiba. Beberapa dedaunan berjatuhan di halaman rumah Rhino. Dari dalam rumah terdengar suara gemuruh seperti beberapa kardus diseret dan suara langkah kaki yang malas.

"Rhino sayang ini masih ada yang tertinggal satu ayo cepat nak, nanti Ayah dan Ibu telat."

"Baik, Ibu. Tunggu sebentar"

Rhino kemudian menyerahkan kardus yang cukup besar itu ke Ayahnya untuk dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Tetesan peluh menjalar di pelipis kepala Rhino. Satu lagi kardus yang ia harus ambil dan semua ini akan selesai. Kaki Rhino diseretnya kembali masuk ke dalam rumah menuju tempat kardus terakhir itu berada. Kardus yang terakhir itu berisi beberapa mainan, buku - buku, dan tentunya snack yang disukai anak - anak. Tidak cukup seberat kardus yang baru saja ia berikan ke Ayahnya. Kali ini Rhino bisa mencapai teras rumah lebih cepat. Hari ini keluarganya akan mengunjungi panti asuhan Child Heaven dan memberikan seluruh barang - barang yang ada di dalam kardus itu.

Sudah sejak lama panti asuhan itu menjadi langganan untuk berbagi secara turun - temurun di keluarganya. Biasanya mereka akan berbagi beberapa barang, bahan makanan, pakaian, atau bahkan sedikit uang untuk merenovasi bangunan. Mereka akan berangkat pagi - pagi karena jika menempuh perjalanan dengan mobil itu membutuhkan waktu yang lebih lama karena perlu memutar. Biasanya setelah mereka sampai, mereka akan bermain bersama anak - anak yang ada di panti asuhan, mengobrol dengan pemilik panti asuhan, dan pulang pada saat jam makan siang. Sama seperti hari ini. Namun, bedanya kali ini Rhino tidak ikut bersama orang tuanya. Tugas sekolahnya menumpuk, menggunung, menjulang tinggi, begitulah celoteh Rhino saat Orang Tuanya meminta ia untuk ikut walaupun hanya sebentar saja.

"Tawaran terakhir, Kau yakin tidak ingin ikut Nak?"

Tanya Ayahnya setelah memasukkan kardus terakhir.

"Tidak Ayah, kalau tugasku tidak segera diselesaikan pasti Ibu Guru akan memanggil Ayah lagi ke sekolah karena aku dihukum"

Ucap Rhino sambil mengerucutkan bibirnya. Bukan tanpa alasan Rhino pernah dihukum, itu karena ia pernah tidak masuk beberapa hari karena kondisi fisik dan mentalnya yang tidak mendukung sehingga ia tidak tahu akan tugas rumah yang gurunya berikan dan ia lupa untuk bertanya pada temannya.

"Baiklah - baiklah, nanti pintu rumah dan pintu pagarnya Ayah kunci saja ya."

Ucap sang Ayah tersenyum hangat pada putra semata wayangnya itu.

"Baik, Ayah. Ayah dan Ibu juga hati - hati. Salamkan pada Bunda ya."

"Tentu nak, masuklah ke dalam rumah"

Sebelum Rhino masuk ia berpamitan kepada kedua orang tuanya. Orang tuanya mengecup singkat kening Rhino bergantian kemudian mengunci pintu rumahnya. Kemudian Ayahnya mengeluarkan mobilnya dari halamannya sedangkan Sang Ibu mengunci pagarnya dan masuk ke dalam mobil dan akhirnya mereka berangkat.

Tentunya Rhino saat ini sudah memegang alat tulisnya bersiap menorehkan jawaban pada buku kosongnya. Matanya bergerak - gerak membaca satu persatu soal kemudian ketika ia bingung, tangannya dengan tangkas mengambil beberapa buku kemudian dibuka dan dibacanya buku itu hingga sebuah senyum tersimpul diwajahnya. Senyum kemenangan karena ia berhasil menemukan jawabannya.

Tak jauh dari rumahnya ada seseorang yang mengintip ke dalam pagar mencoba menemukan kehidupan di sana. Namun, rumah yang ia awasi terlalu sepi dan tidak ada tanda - tanda ada seseorang yang tinggal di dalam sana. Terlebih pagar rumahnya juga dikunci.

Orang itu kemudian merogoh saku celananya mengambil benda hitam kotak yang kini ia genggam. Ibu jarinya bergerak - gerak kemudian menekan tombol dial. Sebuah suara keluar dari benda hitam itu.

Fallen Angel 《Banginho/Minchan AU》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang