●Menjadi yang Ditinggalkan●

89 8 3
                                    

Seorang pemuda berdiri menatap jendela. Pandangannya menerawang jauh. Entah sejak kapan kakinya terhenti di depan jendela. 30 menit yang lalu wajahnya cerah berseri tapi selama 30 menit itu pula, perlahan - lahan cahaya di wajahnya meredup. Ada kekhawatiran yang tergambar jelas di manik matanya.

Sebuah tangan mengusap pelan kepala pemuda itu. Hangat yang disalurkan melalui telapak tangan itu menyadarkan pemuda yang masih memandang ke luar rumah.

"Bunda, apakah acara tahunannya tidak jadi? Bukankah biasanya mereka tidak pernah datang terlambat?"

Tanya pemuda itu menoleh ke wanita paruh baya yang berdiri di sebelahnya.

"Bunda sudah mencoba menelepon mereka Nak. Tapi tidak ada yang mengangkat."

Ucap Sang Bunda. Tak lama kemudian suara telepon berdering. Christopher dan Sang Bunda saling memandang satu sama lain kemudian wanita paruh baya itu segera melangkah mendekati sumber suara itu dan kini tangannya sudah menggengam dan mengangkat teleponnya.

"Halo dengan panti asuhan Child Heaven disini. Ada yang bisa Saya bantu?"

Di seberang sana terdengar suara isak tangis yang disertai suara yang bergetar dari orang yang menelepon. Entah apa yang terjadi, Christopher kini melihat ada semburat kesedihan dan kekhawatiran yang menyelimuti wajah Bundanya. Kemudian tak lama, air mata Sang Bunda menetes begitu saja.

"Saya turut berbela sungkawa atas apa yang terjadi, Nyonya. Semoga anda dan keluarga diberikan kekuatan. Kami tidak masalah jika acaranya ditunda. Utamakan keluarga anda terlebih dahulu. Besok Saya akan datang ke upacara pemakamannya, Nyonya."

DEG.

"Acaranya ditunda? Upacara pemakaman?"

Dua pertanyaan yang muncul dalam pikiran Christopher kini membuat otaknya memacu detak jantungnya tak beraturan. Entah pikiran apa yang kini merasuk dalam benak Christopher sehingga saat ini ia banyak memikirkan kemungkinan yang terjadi pada lawan bicara Sang Bunda melalui telepon itu. Sang Bunda kini sudah menutup telepon dan terduduk dengan raut wajah yang sedih.

"Bb...Bunda...siapa yang menelepon?"

Christopher memberanikan diri untuk bertanya. Hatinya sudah gelisah tak karuan.

"Ibu dari Bibi Nora. Ia mengabarkan bahwa mereka mengalami kecelakaan dalam perjalanannya kesini, Nak"

DEG.

Jantungnya makin berdetak cepat, pandangannya mulai kabur karena air mata yang mulai berkumpul menutupi pupilnya. Matanya terasa panas. Tenggorokannya seolah susah untuk membantunya berbicara. Hingga akhirnya, kalimat pertanyaan yang berputar - putar dikepalanya lolos begitu saja.

"Lla..lalu apakah mereka selamat, Bunda?"

Sang Bunda menggeleng pelan. Tentu respon pertama ini sudah menyayat hati Christopher berkali - kali.

"Paman Rico dan Bibi Nora meninggal. Besok mereka akan melakukan upacara pemakaman. Besok ikutlah dengan Bunda ke Rumah Duka. Sekarang panggil adik - adikmu untuk makan siang."

Sang Bunda telah menyelesaikan kalimatnya, ia kemudian pergi ke ruang makan, menyiapkan makan siang untuk anak - anak asuhnya. Sedangkan Christopher, ia masih berdiri mematung. Entah informasi apa yang barusan ia terima. Otaknya mencoba memproses segalanya. Semakin otaknya berpikir semakin cemas pikirannya dibuat. Terlebih ketika sebuah nama terselip dalam pikirannya. Apakah orang yang ada di pikirannya sekarang baik - baik saja?. Dengan berat hati, ia segera menghapus air mata yang menetes di pipinya dan pergi melaksanakan perintah Sang Bunda.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Fallen Angel 《Banginho/Minchan AU》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang