3

240 26 4
                                    

SELAMAT MEMBACA
_________

Hari ini Azka izin keluar untuk sesuatu yang amat penting baginya, walaupun ia harus berbohong kepada bunda yang bertanya tentang keperluannya untuk keluar, sang ibu pun menawarkan untuk mengantar tapi jelas Azka menolaknya.

Ia hanya tak ingin mereka mengetahui hal yang sudah begitu lama ia sembunyikan.

Langkah kaki Azka melewati koridor rumah sakit, Terhenti di depan ruangan dengan papan yang menggantung spesialis penyakit dalam serta nama dokter yang berada tepat di bawah tulisan itu, sang tante sudah mengatur janji dengan salah satu dokter disini.

Azka mengetuk pintu tersebut amat sangat pelan, sebelum seseorang di dalam sana menyuruhnya untuk masuk. Azka sengaja meminta sang tante untuk mengatur janji setelah jam dokter praktek itu telah selesai.

"Masih muda loh" Entah itu kata sambutan Pria berjas putih itu kepada Azka saat baru saja masuk in Azka hanya memberikan senyuman sebagai kata sambutan balik.

"Silahkan duduk"

Azka menarik kursi di hadapan Dokter sembari membaca nama yang tertera di jas putihnya serta gelar panjang yang tepat berada di belakang nama itu. Dokter Rendi...mbak Riyu mengatakan bahwa dokter Rendi adalah teman saat ia masih SMA walaupun masih terlihat muda tapi dokter Rendi sudah menjadi dokter spesialis.

"Sejak kapan?" Tanya dokter Rendi menatap lembut ke arah remaja di hadapannya ia sudah mendengar cerita sedikit dari Riyu tentang kondisi Azka dan pengobatan yang selama ini anak itu lakukan.

"Awalnya sirosis dok, itu sejak saya kelas tiga SMP"

"Lumayan lama, gejalanya.?"

"Cuma kadang nyeri di perut, Mual, Hb saya juga biasa di bawah normal makanya dokter sebelumnya selalu cek kalau rendah harus tranfusi"

"Nafsu makan kamu?"

"Akhir-akhir ini bagus aja dok, walaupun berat badan saya tidak pernah naik"

Dokter Rendi mengangguk mengerti "pernah kambuh yang benar-benar kambuh?"

"Koma"

Dokter Rendi  tersebut terdiam cukup lama "Kapan?"

"Saat tahun terakhir smp"

Terdengar tarikan napas panjang, Azka sudah sering melihat melihatnya ketika ia berkunjung ke dokter seakan mereka tahu bahwa penyakitnya bukanlah penyakit sepele, Azka tahu makanya Azka harus bertahan agar mereka tau ia tak selemah itu untuk menyerah, ini hanya satu dari beberapa cobaan hidup yang sudah ia alami.

Sebelum benar-benar Tuhan yang menyuruhnya untuk berhenti sampai saat itu pula ia harus terus berjuang, tak peduli dengan butir-butir obat yang menjadi saksi kesakitannya tak peduli dengan berapa tetes darah yang masuk di tubuhnya, Tidak apa-apa selama itu membantunya untuk hidup.

Ia bukan anak pembangkang selama ini, ia ingin hidup walaupun tak ada satupun yang ingin ia hidup padahal bisa saja ia merengek kepada orang tuanya kala rasa sakit itu menghujaninya tapi bahkan untuk berkhayal pun Azka tak mampu.

"Kita atur konsul saat kamu kosong saja,"

"Baik dok"

Dokter Rendi tersenyum mempersilahkan pasiennya itu keluar "Riyu Riyu, Lo harusnya pulang Kasian keponakan lo"

—-

Sehabis mengatur jadwal untuk kesehatannya, Azka harus mengurus salah satu pekerjaannya lagi. Pria itu memasuki sebuah toko dengan berbagai macam alat seni. Setidaknya ia harus membeli beberapa peralatan untuk menggambar kala rasa bosan menghantuinya. Ia tak membawa semua alat tersebut beberapa ia sengaja tinggalkan di Bogor rumah Nini.

AZKARAWhere stories live. Discover now