"Assalamualaikum" salam Vier saat baru memasuki rumahnya. Yang ia liat pertama kali adalah papanya yang sedang berbicara dengan mamanya."Waalaikumsalam, sini duduk dulu sayang," ucap mamanya sambil memegang tangan Vier agar duduk disebelahnya.
Setelah Vier duduk, Candra mengatakan sesuatu yang membuat anak gadisnya menegang.
"Vier, besok kita sekeluarga harus pergi ke Bandung karena eyang katanya kangen sama mama kamu, jadi kamu mau ikut kan ?" tanya Candra halus.
Vier berfikir seolah mencari alasan yang tepat untuk menghindari pergi ke tempat terkutuk itu.
"Emm besok jam berapa ya pah ?" tanya vier pelan pelan, takut menyinggung kedua orang tuanya.
"Mungkin sekitar jam tiga sore, kenapa memangnya,"
Kali ini vier harus bisa terhindar dari tempat terkutuk itu. Walaupun ia tahu pasti ada kalanya ia kesana tapi untuk sekarang jujur gadis itu belum siap. Apalagi ada Daniel, pasti penderitaannya akan tambah lengkap.
"Aku kayaknya enggak bisa deh pah, soalnya ada kerja kelompok ngerjain tugas," ucapnya dalam satu tarikan nafas.
Candra tampak terdiam mendengar alasan putrinya. Vier itu adalah anak yang penurut tapi entah mengapa ia merasa jika diajak untuk pergi ke tempat tinggal eyangnya ia selalu menolak.
"Vier, papa nggak habis pikir sama kamu, selalu saja jika diajak ke rumah eyang kenapa kamu nggak mau," ucap Candra dengan nada lelah, selalu saja begini.
Vier menggeleng mencoba mengelak "E--enggak," ucapan vier terputus karena perkataan Candra yang cukup menyentil sudut hatinya.
"Kamu tahu vier, mama kamu selalu bingung kalau ditanya sama keluarga besar waktu kamu jarang datang, untung kakak kamu selalu membantu menjelaskan." jelas Candra.
Diandra menenangkan vier yang terlihat murung mendengar penuturan Candra.
"Udah ya sayang enggak papa kok kalau kamu ada kerja kelompok, sekarang kamu masuk kamar ya terus bersih bersih, mama sama papa mau ngobrol dulu"
Candra menatap Diandra dengan penuh tanda tanya seolah mengatakan 'mengapa kamu biarkan anak itu pergi, seharusnya dia mendengarkan apa yang kita berdua katakan'
Vier mengangguk dan berlenggang pergi menuju kamarnya.
Kembali kedua pasangan ini yang terlihat berdebat masalah anak gadisnya.
"Pah, kamu jangan terlalu keras sama Vier, dia ada urusan sekolahnya sendiri," ucap Diandra. Wanita cantik satu ini sangat perduli terhadap kesehatan mental anak anaknya, ia tak akan mau jika salah satunya terkena beban mental karena orang tuanya sendiri.
"Mah, kamu lihat anak itu selalu saja memberi alasan saat kita pergi ke rumah Ibu," Candra benar benar muak dengan semua alasan Vier, selalu saja kalau tidak kerja kelompok, pasti urusan sekolah. Jika dilihat lihat nilai gadis itu sama saja tiap semesternya, Standar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eftychia
Teen FictionAlora Xaviera. Nama yang terdengar indah di telinga. Gadis yang memiliki ribuan luka tetapi tak ada yang mengetahui itu semua. Melihat sang kakak lebih disayang di banding dirinya mungkin adalah hal yang menyakitkan. Tetapi bagaimana jika penderitaa...