Bagian 10

18 7 23
                                    

Senja hampir tergelincir ke ufuk barat. Tinggal beberapa menit lagi mereka akan sampai pada gerbang Akademi Vermillion. Hari ini, hari terakhir pendaftaran untuk mengikuti seleksi penerimaan murid baru. Tidak bisa dipungkiri betapa berdebarnya Venus dan Amreta. Hanya Adam yang tetap terlihat biasa saja. Juga cara ia berjalan, sangat tidak bisa diikuti.

"Bisakah kalian lebih cepat. Kita akan terlambat!" Adam menyeru.

"Sabarlah, Tuan Adam!" Amreta berlari menghampirinya, meninggalkan Venus yang sedari tadi melamun. Gadis berlesung pipi itu tidak menyadari bahwa sahabatnya ikut berlari atau tidak.

Naasnya Venus masih berjalan pelan di antara keramaian orang-orang berlalu-lalang. Ia tidak memperhatikan sekitar. Wajah polosnya sedikit menunduk, dengan pandangan kosong—ia menatap samar-samar langkahnya. Selalu begitu, gadis ini terlalu memikirkan apa yang dikatakan orang—padahal belum tentu itu terjadi. Walau tadinya ia tidak mempercayai ramalan Madam Naya, tetap saja ketakutannya tidak bisa dibohongi. Sampai-sampai tidak menyadari kedua temannya sudah hilang dimakan jarak.

Di lain sisi, beberapa meter dari kediaman Venus—dua orang pemuda tengah berlari menyusuri atap-atap rumah. Pemuda pertama berpakaian hitam, membawa sebuah kotak berwarna hitam pula. Persis seperti kotak penyimpanan uang. Pemuda kedua mengejarnya, ia sangat lihai bermain akrobat di atap rumah.

Ternyata seorang wanita juga ikut mengejar, beberapa kali berteriak keras, "Pencuri!" Sampai banyak pasang mata menoleh padanya.

Venus yang melamun pun tersadar. Gadis berambut biru tua itu sekali lagi merasakan aura negatif, mungkin saja auranya milik si pencuri.
Pandangannya merunut pada dua pemuda di atap sana yang melewatinya. Tanpa basa-basi, Venus juga mengejar mereka.

Tidak kalah lihainya dengan pemuda kedua, semangatnya berkobar di atap rumah pula. Venus tidak akan mampu mengejar mereka apabila hanya berlari seperti orang biasa. Ia memusatkan aura pada kaki, beberapa detik terbentuk kilatan api dingin. Lantas mulai berakrobatik memainkan perannya. Ia jadi tidak perlu berlari, tetapi melompat dari satu atap ke atap lainnya.

Gadis itu mengatup rahang. "Hampir sampai!" Tangannya tinggal beberapa jengkal meraih pemuda kedua.

Dengan pemikiran cerdasnya, ia melompat ke hadapan pemuda itu. Kemudian memusatkan aura lagi di tanganya, hingga membentuk pusaran api. Dengan sekuat tenaga meninju perut pemuda kedua. Tidak sempat mengelak, pemuda itu terpental sangat jauh. Hingga ia terjatuh dari atap ke bawah. Banyak orang terkejut menyaksikan kejadian ironis ini. Beberapa dari mereka berteriak, yang lainnya tidak bisa menanggapi apa pun.

"Bukankah itu, Tuan Muda Mars?" Pemuda berpakaian seperti orang istana bertanya-tanya entah pada siapa dari kejauhan.

Venus turun, tidak memberikan kesempatan sekali pun pada pemuda itu untuk bangun. Pencuri memang pantas mendapatkan pukulan telak darinya. Saat sudah berada di hadapan, lantas Venus mengunci kedua tangannya. "Apa kau tidak malu pada mereka yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya?"

Pemuda itu merasa kesakitan. Belum perutnya, sekarang tangannya pula tidak bisa bergerak. "Kau ...," gumamannya terselip kemarahan, "Bukan aku pencurinya!"

"Memangnya pencuri mana yang mau mengaku?" Venus tetap berpihak pada keras kepalanya. Juga menahan pemberontakan pemuda itu.

"Tuan Muda, ada apa?" Pemuda tadi ikut bergabung. Ternyata dari dekat ia adalah seorang ksatria. Perawakannya amat gagah dengan wajah bengis.

Gadis berambut biru tua itu tidak habis pikir. "Tu-Tuan Muda?" Ia memastikan apa yang didengernya benar atau tidak.

Juga wanita tadi yang berteriak baru saja sampai. "Bukan Pangeran Mars pencurinya."

Aries [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang