Bagian 8

24 9 0
                                    

Jam gelap tiba. Nuansa yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ada taburan banyak bintang, juga bulan bersinar terang. Distrik Bawah Tanah sudah jelas berada di tanah. Namun kehidupan berjalan selayaknya siang dan malam pada umumnya. Di mana-mana terang, bernapas dan orang-orang beraktivitas seperti biasa.

Dipikir-pikir, walau gaya hidup di distrik ini sederhana, tetapi masih terbilang modern. Para penduduk kota masih leluasa membawa mobil, motor dan sepeda. Hanya saja tidak ada angkutan umum semacam piring terbang. Mereka sepertinya berlibur untuk menikmati suasana segar dan hijau di sini. Tidak bisa dipungkiri bahwa distrik ini luasnya tidak bisa terjamah.

Sekarang di rumah Lih. Ternyata salah satu rumah yang mereka lewati tadi adalah rumahnya. Bercat cokelat, entah di dalam atau di luar. Banyak figura dan hiasan dinding lainnya. Bunga-bunga dalam pot, juga bertengger perkakas yang sama.

Lih tidak membiarkan Venus dan Amreta ke Sirius hari ini. Terlalu berbahaya apabila kemalaman. Apalagi perjalanan ke Sirius membutuhkan waktu beberapa hari. Tiga kali lipat dari jauhnya Distrik Padang Rumput Terlupakan ke Aludra.

Sesaat mata kedua gadis itu menyapu sekitar. Duduk manis menikmati keheningan, sampai Adam pun ikut bergabung.

"Rumahku sangat sederhana," Adam mengungkap. Ia duduk membawakan teh hangat.

Amreta segera menyergahnya, "Jauh lebih baik dari kehidupan di atas." Ia menggeleng pelan beberapa kali.

"Rumahmu nyaman. Aku jadi merindukan kamar," Venus ikut menimpali, "juga ibu." Gadis berambut biru tua itu menjadi penakut sekarang. Terlalu banyak yang ia pikirkan sampai-sampai sempat memiliki niat untuk kembali.

"Kita akan baik-baik saja." Amreta mengelus bahu Venus, mencoba menenangkan.

Sebenarnya dari respons Amreta dan ucapan Venus pun, Adam sudah merasa peka. Tetapi ia lebih memilih bertanya langsung, "Mungkinkah terjadi sesuatu saat perjalanan kemari?"

"Sedikit," Amreta membalas. Ia menjeda sejenak sebelum melanjutkan, "tapi mampu mengganggu pikiran kami."

"Bisa tolong ceritakan bagaimana Sirius sebenarnya?" Makin ke sini, perasaan Venus makin tidak karuan. Bukan perihal orang-orang Sirius, tetapi dirinya sebagai orang terpilih. Ia hanya mengira itu berkaitan dengannya.

"Dari sedikitnya yang kutahu, kehidupan Sirius lebih modern dari Aludra. Aku pernah ke sana bersama ayah, hanya untuk berbelanja. Banyak petarung hebat dengan bekal elemennya masing-masing. Bahkan mampu menguasai dua atau lebih elemen. Sudah jelas mereka berlatih di Akademi Vermillion. Itu saja," Adam menjelaskan serinci mungkin.

"Lalu Akademi Vermillion, apakah kau tahu sesuatu?" giliran Amreta yang bertanya.

Adam menggeleng cepat. "Kita akan tahu nanti dan beberapa tahun ke depan."

"Kita?" Kedua gadis itu terkejut bersamaan.

"Ya, memangnya kenapa? Apakah kalian tidak ingin menjadi temanku di sana?" Adam melontarkan guyonan. Menjadi bagian dari Akademi Vermillion merupakan mimpinya juga. Atau lebih tepat menjadi petarung elemen tanah yang hebat di antara klannya.

Perbincangan mereka terganggu oleh suara di balik pintu. Sudah pukul setengah sembilan malam. Biasanya Lih pulang tepat pukul ini. Dugaan mereka benar saat pintu terbuka dan menampilkan sosok pak tua berkumis itu.

Sebagai anak yang baik, Adam segera menyambutnya. "Biar kubantu." Ia mengambil alih beberapa barang dari tangan Lih.

"Oh, hari ini melelahkan sekali. Sungguh banyak pelanggan, mereka mengajakku berduet." Suara bass Lih begitu lantang hingga bisa sampai ke ruang belakang.

Aries [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang