3

365 114 12
                                    

*.*.*

Jungkook P.O.V

.
.
.

Aku tidak pernah membayangkan bisa bertemu dengan dirinya lagi, dia masih terlihat sama. Hanya sikapnya yang berbeda, dia yang ku kenal tidak seperti itu. Roseanne Park, kami pernah bersama. Saling jatuh cinta, menikah, dan mempunyai anak. Seperti yang bisa di tebak ... ya, dia adalah Ibu Hana dan Haru, Ibu kandungnya.

Hahh ... Dia sekarang akan bertunangan dengan Jeffrey ya? Orang yang seharusnya dia nikahi sejak awal, bukan aku. Keluarganya pun pasti mendukung penuh, tidak apa, aku tidak mempermasalahkan dia akan menikah dengan pria lain, asal dia bahagia dengan pria itu aku pun juga bahagia. Ibunya sendiri berucap, aku tidak bisa membahagiakan Rosé. Orang sederhana sepertimu tidak pantas bersama dengan kelas atas, ucapan tersebut membuatku tersinggung bahkan membuat Ibu dan Ayah ku sendiri sakit hati, tetapi aku tidak marah pada Rosé, dia tidak bersalah.

Tapi, Rosé. Kenapa aku masih saja berharap kau sedikit saja ingat tentangku? Ingat kenangan indah kita buat bersama? Sakit, sakit Rosé. Melihatmu tidak mengenalku, melihatmu bersama pria lain, Bisakah aku meminta dirimu kembali padaku? Hana dan Haru pasti rindu dengan sosok Ibunya, kenapa? Kenapa takdir harus memisahkan kita? Rosé ... aku masih mencintaimu.

*.*.*

"Matamu bengkak, kau habis menangis?" tebak Park Jimin, sahabat yang aku anggap seperti saudaraku sendiri. Selain Eunha, dia juga biasa membantuku di toko.

"Tidak," sahutku, meski memang benar adanya aku sempat menangis.

"Soal dia lagi? Lupakanlah dia Jeon Jungkook, kau mendapat perlakuan tidak baik dari keluarganya. Dia juga meninggalkanmu, daripada kau sakit hati, lebih baik kau menikah lagi, itu balas dendam yang terbaik."

"Sulit, apalagi untuk Hana dan Haru, aku takut tidak cocok."

"Begitu? Bagaimana kalau dengan Eunha? Hana dan Haru dekat dengannya bukan? Dia terlihat seperti menyukaimu."

"Aku tidak memiliki perasaan apapun padanya juga, mana mungkin dia mau dengan duda dua anak sepertiku."

Jimin tidak bicara apapun lagi dan hanya mengangguk, entah mengapa ku lihat dia seperti lega mendengar ucapan tersebut.

"Kalian sudah berhenti bicara?"

Tunggu sebentar, suara siapa itu? Aku dan Jimin langsung tertuju pada asal sumber suara, seorang wanita tengah melipat kedua tangannya dengan wajah marah, Rosé? Sejak kapan dia masuk.

"Jungkook ... aku sedang tidak melihat hantu bukan?" tanya Jimin tidak percaya, oh ya. Dia pasti sangat terkejut bertemu dengan Rosé lagi setelah sekian lamanya.

"Hantu? Hei, tuan, kau berani sekali memanggil pelanggan hantu? Mau bisnismu bangkrut huh," ucapnya.

"Maaf, kami hanya kaget anda tiba-tiba berada disini, silahkan duduk," kataku.

Rosé menghembuskan napas kasar, ia mengibas rambutnya ke belakang kemudian duduk di kursi yang ku sediakan. Dia datang sendirian? Aku pikir bersama Jeffrey. Jimin menarik bajuku memberi tanda bahwa ia ingin bicara sesuatu, aku menuruti. Kami sedikit menjauh dari Rosé.

"Kenapa ia bisa disini? Aku benar-benar kaget, dia muncul begitu saja."

"Sulit untuk menjelaskannya."

Rosé memukul meja dengan keras, membuat perhatian kami teralihkan padanya.

"Kalian membicarakan ku? Daripada membicarakan lebih baik melayaniku! Aku perlu ke Seoul setelah ini!"

Dengan canggung aku dan Jimin kembali duduk, Rosé memutar kedua bola matanya dengan malas.

"Aku ingin memesan sekitar sepuluh karangan bunga, harus selesai dalam lima hari ini.

"Kau gila? Dalam lima hari? Kami hanya dua orang, lebih baik kau cari toko lain." Jimin berkata dengan kesal.

"Waktunya tinggal sedikit lagi, jadi kalian harus bisa, kalau tidak bisa kenapa kalian membuka toko ini?!"

"Tenang dulu," kataku. Kenapa mereka malah bertengkar.

"Habisnya dia membuatku kesal!"

"Kau! Ughhh ...."

Rosé memegang kepalanya, kesakitan.

"Kau tidak apa?" tanyaku panik menghampirinya.

"Sial, jangan sentuh aku!" marahnya, mendorongku kasar. "Aku akan kembali lagi."

"Tidak usah kembali lagi kalau bisa!" teriak Jimin saat Rosé sudah pergi jauh.

Rosé pergi begitu saja, dia baik-baik saja bukan? Aku takut dia kenapa-napa.

*.*.*

Rosé P.O.V

Aku melempar tas ku sembarang sesampai di hotel, merebahkan diri. Sialan, orang itu menyebalkan sekali hingga membuat kepala sakit. Ku ambil obat penghilang rasa sakit dan meminumnya. Rasa sakit itu langsung hilang dalam sekejap.

Membosankan, aku ingin jalan-jalan sekitar pantai untuk menghilangkan sakit kepala. Tapi, Jeffrey masih marah denganku, tidak mungkin mengajaknya lagipula dia sudah kembali ke Seoul. Kami bertengkar hanya gara-gara masalah karangan bunga, dia ingin di toko lain sedangkan aku bersikeras di toko Hana Haru Florist.

Bagiku dari semua karangan bunga di setiap toko kami kunjungi hanya toko Hana Haru Florist lah yang sesuai dengan selera. Ah lupakan, semakin aku memperdebatkannya akan membuat sakit kepala saja.

Dan disinilah aku sekarang, berjalan di pinggir pantai pada sore hari. Seperti biasa, suara ombak dan bau laut mampu menenangkan hati. Itulah kenapa diriku sangat menyukai pantai, aku berhenti berjalan. Memandang dari kejauhan sosok yang sepertinya aku kenal, pemilik toko bunga. Ia sedang duduk memandang dua anak kecil bermain istana pasir. Aku menghampirinya, berniat meminta maaf tentang sikapku. Aku sadar sudah sedikit keterlaluan.

"Hei," panggilku.

Dia kaget melihatku, kemudian tersenyum. Kenapa ia selalu seperti sedang melihat hantu setiap kali kami bertemu?.

"Boleh aku duduk di sampingmu?"

Setelah mendapat persetujuan aku duduk di sampingnya, ikut menonton dua anak kecil masih asik bermain.

"Aku minta maaf soal tadi, aku cukup keterlaluan."

"Tidak apa, aku mengerti. Aku juga minta maaf soal temanku, dia memang begitu. Soal karangan bunga, aku bisa melakukannya dalam waktu lima hari, jadi jangan khawatir."

Aku mengangguk, lalu kembali meminta maaf karena terlalu merepotkan. Pandanganku kembali pada dua anak kecil itu.

"Mereka adikmu?" tanyaku.

"Bukan, mereka anak ku."

Aku sedikit ternganga mendengarnya, anak? Ku kira dia masih single, dia tidak terlihat seperti Ayah yang memiliki dua anak.

"Begitu? Lalu dimana Ibunya?"

Dia menatapku, hanya tersenyum dan kembali memandang ke arah pantai. Aku tidak bertanya apapun lagi, setelah ku pikir-pikir tidak cukup sopan bertanya tiba-tiba soal istrinya.

"Siapa nama mereka?"

"Hana dan Haru."

"Oh, sama dengan nama toko mu?"

"Iya, Hana artinya Bunga dan Haru adalah hari."

"Koo, kau bisa tentukan nama bayi kita?

"Bagaimana dengan Hana dan Haru? Hana artinya Bunga dan Haru adalah hari."

"Bagus sekali, aku suka. Bagaimana kalau toko bunga kita juga memakai nama mereka? Hana Haru Florist?"

Sekelebat ingatan memaksa berputar dalam kepalaku, percakapan yang terdengar begitu jelas. Ingatan dimana aku duduk di pelukan hangat seseorang, di tempat yang sama, pantai. Membicarakan mengenai nama bayi? Dan sosok orang itu ... wajahnya tidak terlalu jelas. Arghh .... Sial, kepalaku kembali sakit.

~To be countinued

La Destine (Rosekook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang