0.5

152 30 2
                                    

"Haechan didepan polisi tidur, nanti pelan-pelan ya nginjeknya. Takut polisinya kebangun."

Haechan terkekeh mendengar ucapan Renjun. Keduanya sedang perjalanan ke rumah Renjun.

"Ih, Renjun.. polisi tidur kan cuma kata istilah."

"Iya iya, tau kok. Bercanda doang. Abis ini belok kiri ya. Inget, biar bisa pergi ke rumahku sendiri nanti."

Haechan mengangguk, ia akan simpan baik-baik dalam ingatannya.

Tadi mereka menjadikan taman kota sebagai titik pusat awal dari jalan menuju rumah Renjun.

"Nah, aku kasih tau. Kita ngelewatin air mancur bundar. Dengarkan suaranya? Nanti belok kanan."

Haechan kembali mengangguk, sebelah tangannya digenggam Renjun dan yang satunya lagi memegang tongkatnya.

"Tenang aja, disini bukan jalan raya. Jadi paling cuma ada orang pake sepeda doang disini."

"Renjun, rumah kamu masih jauh ya?"

Haechan tampak kelelahan, akhirnya Renjun pun mengajaknya duduk di bangku yang tersedia di area sana.

"Gimana ya, rumahku itu jauh, tapi deket. Nanti kamu bakal tau sendiri."

Haechan cemberut denger omongan Renjun, seolah-olah dia itu orang misterius.

"Nah, udah ilang belom capeknya? Biar kamu bisa istirahat dirumahku."

Yang ditanya menghela nafas lalu berdiri.

"Ayo, aku udah mendingan."

Renjun yang mendengarnya pun tersenyum. Lalu keduanya melanjutkan perjalanan.

"Didepan ada anak tangga kebawah. Nanti jalannya hati-hati."

Haechan mengangguk, ia kerahkan tongkatnya untuk mengetahui keadaan sekitar. Agar ia juga hafal nantinya.

Sudah hampir setengah jam mereka berjalan dari taman kota. Akhirnya mereka hampir sampai.

"Nah, rumahku itu di depannya ada pohon. Jadi kamu juga harus inget, disini ada pager, nah gak jauh dari pager ada pohon. Berarti itu rumahku."

Tangan Renjun menuntun tangan Haechan untuk meraba pohon dan pagar yang dimaksud Renjun.

"Oh, oke oke. Aku bakal inget."

"Nah sekarang ayo masuk, ini rumahku.."

Renjun mengajaknya masuk karena diluar lumayan panas.

.

🦊🍁🌻

.

"Ini, diminum. Aku bikinin es coklat."

Renjun mengarahkan segelas coklat dingin ke tangan Haechan, dan diterima baik oleh si penerima.

"Makasih Renjun."

Perlahan ia meminumnya. Rasanya sangat nikmat disaat setelah kau lelah berjalan jauh dan tenggorokan mu kering, lalu sesaat kemudian tenggorokan mu dibasahi oleh sesuatu yang dingin dan manis.

"Kayaknya kemanisan ya?" Tanya Renjun.

Haechan mengerutkan dahinya.

"Tidak kok, ini pas."

"Hmm, berarti punyaku yang kemanisan."

"Berarti takaran punyamu kebanyakan."

"Kayaknya enggak deh."

Haechan semakin menunjukan ekspresi heran.

"Lah, terus?"

"Kayaknya gara-gara aku minum sambil liatin kamu, makanya jadi kemanisan. Nanti kalo aku kena diabetes kamu harus tanggung jawab."

cinta itu buta.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang