Sudah tiga hari setelah Lidya mengatakan akan membantuku agar dapat jalan bersama dengan Alif, dan pada hari Rabu ini ia mengabarkan bahwa hari esok sore ia dan Alif akan pergi ke toko buku. Tentu aku langsung mengiyakan ajakan tersebut, dan sepertinya Lidya pun juga sudah mengatakan bahwa aku akan ikut bersama mereka pada esok hari saat berkunjung ke toko buku. Ini adalah kesempatan agar aku bisa dekat dengan Alif. Kami berdua memang sudah saling kenal, namun belum sampai pada tahap dekat satu sama lain-hanya sebatas kenal teman sesama jurusan saja. Semoga dengan kesempatan ini, aku bisa lebih dekat dengan Alif.
Aku mengabarkan informasi ini kepada dua temanku; Darto dan Ehsan. Ketika jam kuliah pada hari itu telah selesai, kami bertiga memutuskan untuk berkumpul dulu sebelum pulang. Tidak bisa dibilang 'nongkrong' juga, karena kami berkumpulnya di masjid kampus kami. Kebetulan jam menunjukkan pukul 4 sore, untung saja hari ini tidak ada jadwal kuliah sore, sehingga kami bisa meluangkan waktu untuk berkumpul di masjid ini.
"Jadi benar, besok jalan ke toko buku sama Alif?" tanya Ehsan.
"Yapp..." jawabku.
"Kemajuan besar kan? Untung ikutin cara gue sama Ehsan." timpal Darto.
Kami bertiga tertawa pelan. Suasana di masjid pada sore hari ini cukup ramai dengan banyak yang berkumpul juga seperti kami diperkarangan masjid. "Tapi ngomongin soal Alif, gue baru tahu Sadil juga suka sama dia." celetuk Ehsan.
"Sama..."
Darto menjawab seraya menganggukan kepalanya. Aku menatap sesaat mereka berdua, sebelum mengalihkan pandanganku kembali ke depan menatap kerumunan mahasiswa-mahasiswa lainnya. Mau dipikir bagaimanapun, Sadil jelas lebih tampan. Mungkin juga lebih pintar, karena banyak desas-desus yang mengatakan bahwa dirinya sangat ahli dalam hal desain-mendesain. Sesuatu hal yang tidak bisa ia lakukan. Jelas ia insecure dengan saingannya tersebut.
"Kalau memang Sadil benar ada rasa Alif, lu harus gerak cepat Jay." ujar Ehsan membuyarkan lamunanku. Aku langsung menatapnya dengan sorot kebingungan, "Gerak cepat tuh maksudnya gimana?" tanyaku.
"Artinya lu harus lebih dahulu nembak Alif sebelum Sadil, sesederhana itu." timpal Darto.
"Belum jalan aja udah mikirin nembak, agak bahaya ya." ucapku dengan ekspresi tak nyaman. Memikirkan jalan bersama Alif saja sudah membuatku gugup, apalagi harus menyatakan perasaan.
"Hahahaha, intinya lu harus gerak satu langkah lebih depan dari Sadil."
Darto menganggukan kepalanya mendengar perkataan Ehsan tersebut, "Kalau bisa dua langkah."
"Satu langkah aja udah susah, ini dua." gerutuku.
Darto dan Ehsan tertawa mendengar gerutuanku. Akupun tak ayal ikut tertawa bersama dengan kedua temanku ini. Ya, mencoba rileks sebentar mungkin daripada terus memikirkan Alif.
-|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|-
Hari Kamis tiba. Artinya sore nanti adalah waktuku bisa jalan dengan Alif-ditemani Lidya juga tentunya. Aku sengaja berangkat lebih pagi, dan sekarang jam baru menunjukkan pukul 07.10 pagi. Kelas baru dimulai 50 menit lagi. Sesekali tidak apa-apalah datang pagi agar disebut mahasiswa ambis. Ketika aku berjalan memasuki gedung daksanaputih, aku berpapasan dengan Alif di tangga.
"Lho, Hai Lif." sapaku setelah matanya menatapku.
"Eeh Jay, hai..."
"Tumben pagi datangnya lu?" tanyaku.
"Hahaha, iya nih ada tugas kelompok gitu terus gue diminta datang pagi biar bisa ngerjain sekarang sebelum masuk." jawab Alif dengan tawa kecilnya. Astaga cantik sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Failure Story
Teen FictionIni adalah petualangan kisah cinta Jayden selama menjadi mahasiswa disalah satu universitas ibukota Jakarta. Bersama dengan ketiga temannya Darto, Ehsan, dan Alub, mereka bersama-sama mengarungi perjalanan lika-liku percintaan dalam dunia kampus. Be...