Setelah moment ke toko buku dan menonton film Doctor Strange minggu lalu, hubunganku dengan Alif nampak semakin dekat. Kami menjadi lebih intens dalam chatingan di whatsapp. Saling bertukar kabar, atau bahkan berkirim pesan tidak jelas yang penting tidak terhenti chat-nya. Aku cukup bersyukur sih karena kejadian minggu lalu tersebut, benar-benar membawa dampak yang baik buatku. Aku telah menceritakan semuanya ke Darto dan Ehsan. Mereka cukup senang mendengarnya, dan terlihat bangga karena rencana mereka berhasil.
"Apa gue bilang, pasti berhasil kan..." ujar Ehsan dengan lagak sok tahunya.
"Tapi gue salut lho, tiba-tiba lu cetusin ngajak nonton." balas Darto
"Bukan cuma itu To," timpal Ehsan sambil menunjukku, "Dia benar-benar beruntung banget takdirnya karena secara kebetulan Lidya dan Sadil engga bisa ikut nonton. Jadinya cuma nih anak sama Alif doang. Speechless gue sumpah hahaha." lanjut Ehsan tertawa.
"Gue juga mikir gitu sumpah, kek dipermudah banget gue hahaha." Ucapku seraya menggaruk alis mataku.
"Cuma memang ending-nya kurang ya."
Aku langsung menghentikan langkah kakiku mendengar ujaran Darto. Tepat di depan kami, gedung daksanaputih sudah terlihat. Kami harus bergegas kesana karena ada jam kuliah siang ini. Melihatku yang berhenti jalan, Darto dan Ehsan menengok ke arahku.
"Iya, salah gue harusnya saat itu udah sedia motor. Jadinya biar gue yang anterin Alif pulang huft." gumamku dengan lesu.
"Udahlah engga usah dipikirin," Ehsan merangkulku, "Bisa nonton berdua aja lebih bagus menurut gue." lanjutnya.
"Iya Jay, lu masih punya banyak kesempatan buat anterin dia pulang nanti." timpal Darto menyemangatiku.
Aku tersenyum mendengarkan kedua temanku ini menyemangatiku. Memang benar sih, seharusnya aku tidak usah memikirkan perihal Sadil mengantarkan Alif pulang saat itu. Toh sebelumnya, aku bisa mendapatkan waktu yang lebih lama bersama Alif ketika di bioskop. Aku berlari mendahului kedua temanku ini sambil tertawa, "Ayo gas, keburu Pak Aip masuk kelas hahaha."
"Buset dah itu anak, ninggalin banget ya." gumam Ehsan.
"Biasanya orang kasmaran pasti bawaannya semangat." jawab Darto.
"Masa?"
"Iya kali, ayo keburu telat." Darto pun ikut berlari mengejar Jayden meninggalkan Ehsan di belakang.
"Woi!"
-|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|--|-
Aku bersama Darto dan Ehsan sedang duduk di belakang kelas. Kami sedang mengerjakan tugas statistika yang diberikan oleh dosen kami, Pak Aip. Jujur saja, awal masuk jurusan bimbingan dan konseling ini aku mengira tidak akan pernah berurusan dengan hal-hal yang berbau angka. Ternyata tidak.
"Ini hasilnya gimana dah To? Kok Bisa dapatnya segini?" tanya Ehsan menunjuk kertas milik Darto.
"Ini tuh tinggal dihubungin aja sama yang ini, nanti tinggal pakai rumus yang diajarin tadi sama Pak Aip." jawab Darto memperlihatkan catatannya.
"Gue udah pakai rumus itu, tapi kok beda hasilnya?"
"Lu salah hitung kali San, coba hitung ulang dah." ujar Darto.
"Aaa mager banget sumpah statistik ini..." keluh Ehsan merentangan lebar kedua tangannya.
Aku hanya diam sedari tadi memperhatikan kedua temanku. Bukan berarti aku sudah menyelesaikan tugasku, makanya aku diam. Hanya saja aku sedang memikirkan Alif. Berbicara mengenai tugas, nanti aku tinggal bertanya sama Darto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Failure Story
Novela JuvenilIni adalah petualangan kisah cinta Jayden selama menjadi mahasiswa disalah satu universitas ibukota Jakarta. Bersama dengan ketiga temannya Darto, Ehsan, dan Alub, mereka bersama-sama mengarungi perjalanan lika-liku percintaan dalam dunia kampus. Be...