3. Kebencian Jennie

230 49 2
                                    

Dengan langkah lebar kaki jenjang itu terus bergerak cepat begitu melewati pintu utama rumah mewah itu. Air wajahnya yang tampak memerah karena menahan amarah yang sedari tadi ia simpan dalam hati kini mulai tampak keluar, meradang dengan cepat. Makeup tipisnya tampak rusak pada wajah gadis dengan mata kucing dan berpipi dumpling, sosok berumur dua puluh tahun itu.

Matanya memerah karena marah, rambut coklat sebahunya yang ia biarkan tergerai kini sudah tampak sangat kusut karena ia jambak terus-menerus, upaya meluapkan rasa sakit dan kekesalan hatinya.

Satu gerakan kilat yang ia berikan mampu mendorong sebuah guci berukuran sedang yang semulanya berdiri kokoh di atas meja tepat di sampingnya.

PRANGG.

Sontak saja bunyi guci yang pecah itu langsung menarik perhatian para pembantu yang semula sibuk di dapur menyiapkan makan malam untuk tuannya. Meski tidak berani bertanya langsung, mereka hanya berani mengintip sekilas saat sosok wanita paruh baya berjalan dengan tergesa keluar dari kamarnya yang jaraknya tidak berapa jauh dari ruang tamu itu.

Kedua bibirnya yang semula terbuka hendak berteriak marah kini mendadak terkatup setelah mendapati sang putri ke sayangannya terduduk di atas lantai sembari menundukkan kepalanya dalam, meski ia tidak bersuara namun jelas terlihat gadis itu tengah menangis dari pundaknya yang mulai bergetar hebat.

"Sa-sayang?" panggilnya dengan terbata, sedikit menjinjitkan kakinya yang terbalut sandal rumahan agar tidak terkena serpihan guci yang bertaburan di sekitar tubuh anak gadisnya yang tengah terduduk menyedihkan.

Kedua tangannya sampai menyentuh pundak sang anak. "Jennie?" panggilnya lembut, memberikkan sentuhan lembut sebagai penenang pada pundak Jennie yang terekspos karena dress tanpa lengan yang ia kenakan.

"Huaa, mama!" lirihnya sembari memeluk Nyonya Lee dengan erat. Tangis yang sedari tadi ia tahan kini akhirnya pecah di dalam pelukan sang mama.

Diana terenyuh, memberikan sang anak tumpuan untuk menumpahkan kesedihan yang diakibatkan oleh saudaranya sendiri, ya Jieun. Nyonya Lee tahu betul bahwa Jennie sangat menyukai Taehyung, tetapi dengan teganya Jieun malah menikahi lelaki yang adiknya cintai. Dan kini ia telah berbahagia di atas penderitaan anaknya.

"Taehyung dan wanita sialan it-" leher Jennie rasanya tercekat  dan tenggorokannya terasa begitu sakit, tapi tidak lebih sakit dari hatinya yang kini terluka.

"Sudahlah sayang, kamu tak seharusnya menangis seperti ini!" tegur Nyonya Lee, mengendurkan pelukan Jennie dan kini beralih menatap wajah sang anak.

"Jangan menangis hanya karena hal itu!"

"Tapi ma-" Jennie ingin memberontak, tapi kedua bahunya kini di cengkram oleh sang mama.

"Tangisan hanya untuk mereka yang lemah, kau tahu itu. Mama tidak pernah mengajarimu jadi orang yang lemah dan cengeng seperti ini! Kau gadis yang cantik, akan mudah bagimu untuk mendapatkan yang lebih baik dari Taehyung!" ujar Nyonya Lee dingin, nyatanya jauh di dalam lubuk hatinya dia ikut tersiksa melihat kondisi sang anak yang sangat menyedihkan seperti saat ini.

Cintanya bertepuk sebelah tangan, dan lagi orang yang mengambil cintanya adalah saudaranya kandungnya sendiri. Meski memang, mereka berbeda ibu.

"Mama rasa Taehyung itu buta, tidak bisa melihat mana yang lebih bagus!" lanjut wanita itu lagi.

Kedua kelopak mata indah yang tampak menghitam karena eyeliner yang ia kenakan sudah berantakan karena tangisannya, kini memejam erat. Sampai pada akhirnya kedua tangannya bergerak cepat menepis kedua lengan sang mama agar terlepas dari pundaknya.

"MAMA TIDAK TAHU APAPUN YANG AKU RASAKAN! MAMA TIDAK MENGERTI BAGAIMANA RASANYA DI TINGGAL NIKAH OLEH ORANG YANG KUSUKAI!" Jennie berteriak kuat meluapkan rasa sakitnya di depan Diana.

Kini ia kembali terisak dan mulai menyembunyikan wajahnya pada kedua tangannya. "Hiks, Mama tidak tahu bagaimana sakitnya melihat orang yang ku cintai menikah dengan orang yang sangat ku benci."

Kedua bilah Ny. Lee terkatup rapat, entahlah sepertinya ia telah menurunkan nasib buruk kepada sang anak satu-satunya yang amat sangat ia sayangi. Mengingatnya saja bahkan membuatnya semakin menaruh dendam pada Jieun-wujud pelampiasan atas rasa kebenciannya pada ibu dari gadis itu.

"Anak dan Ibunya sama saja!" gerutunya pelan, tersirat dengan jelas api dendam dan marah yang berpadu dibalik matanya yang sipit.

Jennie mengangkat sedikit kepalanya dan menoleh pada mamanya, menunjukkan raut ketidak pahaman atas ucapan sang mama.

"Maksud mama?" meski tak terlalui meniat menanggapi ucapan sang mama, tapi entah kenapa Jieun sedikit penasaran akan arti dibalik kalimat yang pastinya tertuju pada sang kakaknya-Jieun.

Desahan pelan tak ayal keluar dari mulut Ny. Lee, mungkinkah sekarang waktunya untuk dirinya mengatakan hal yang membuat dirinya benci pada sang anak itu dan juga ibu kandungnya?

Meski dia harus menutup kebenaran bahwa dirinyalah di sini yang berperan sebgai penjahat, penghancur dari hubungan sahabatnya dan juga suaminya.

"Kau, sebaiknya beristirahat saja. Lihatlah dirimu saat ini, begitu berantakan. Dan untuk kedepannya, mari kita bicarakan nanti setelah dirimu merasa tenang!" Ny. Lee mengelus pelan pundak sang anak, menyalurkan rasa kehangatan didalam sentuhannya.

Dengan kasar punggung tangan itu mengusap kedua pipinya yang masih tertiggal jejak air mata kesedihannya.

"Baiklah," sahutnya menyetujui saran sang mama. Meski dikenal sebagai anak yang keras kepala, Jennie tetaplah anak yang penurut dengan sang mama tercinta.

Dengan sedikit tertatih tubuh yang lebih muda itu berjalan melewati beberapa pecahan guci yang berserakan di lantai. Sedikit bersyukur ujung-ujungnya yang tajam tak mengenai tubuhnya yang sangat berharga baginya.

"Lihat saja Jieun! Aku tak akan membiarkanmu hidup nyaman, dan akan merebut kak Taehyung darimu!" sumpahnya dalam hati.

Tak ayal tangan Ny. Lee turut menuntun langkah gontai sang anak menuju lantai dua, tempat kamar Jennie berada.

Helaan nafas kasar berhasil lolos dari salah satu pembantu muda yang menyaksikan kejadian di sana, menatap jengkel pada belahan guci yang berserakan di lantai. Dengan cepat, kepala pembantu yang umurnya berkisar hampir lima puluh tahun memberikan intruksi pada bawahannya. Tak banyak, hanya sekitar empat orang yang ada di sana, termasuk dirinya. Sedang yang lain, memilih untuk memberiskan dapur, selepas mereka memasak makan malam tadi.

"Bibi lihat itu? Bukannya senang kakaknya nikah, eh malah nangis-nangis gak jelas," cibir yang lebih muda-Kang Mina, pada Bibi Choi-sang kepala pembantu.

"Jaga ucapanmu Mi!" bentaknya dengan pelan, sungguh dia tidak akan bisa membayangkan apa yang akan majikannya lakukan pada Mina-keponakannya jika ketahuan mengatainya dari belakang.

"Ck, menyebalkan sekali." Mina memanyunkan bibirnya, kesal. Namun kedua netranya langsung melebar begitu ingatan akan wajah seseorang mendatanginya, diringi dengan senyuman lebar yang terpatri di wajahnya. "Kak Jieun pasti cantik banget kan Bi, Aku sangat menyesal karena tidak bisa datang kehari paling berarti baginya."

Memang, dirinya dan juga Jieun memiliki hubungan yang bisa dibilang akrab. Mengingat Jieun sangat baik kepada siapapun yang ada dirumah ini, dan menjadikannya sebagai salah satu temannya.

Mina merasa sangat bersyukur bisa bertemu dengan orang sebaik dan secantik Jieun, meski jalan hidupnya taklah secantik rupanya.

Sering Mina melihat Jieun mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan terkesan kejam dari ibu tirinya dan juga adiknya itu.

Meski Tuan Lee tahu, dia seperti menutup mata dan beranggapan tidak pernah terjadi apapun pada anak sulungnya.

"Semoga dia bahagia bersama keluarganya yang baru. Aku tidak bisa membayangkan jika kak Jieun terus terkurung di penjara ini." Mina mengusap ujung matanya yang basah.

Setiap mengingat bagaimana senyum tulus penuh luka yang terpatri dibibir gadis cantik nan manis itu.

😩😩😩

Aku ngerasa susah banget dpt feels di cerita yg aku buat😭 padahl pas di otak itu aku udh bayangin ini itu, eh pas di tulis taunya mentok🤣

Tolong dong kasih masukannya, aku udah sering juga baca cerita" lain, tapi gak ngefek😭😭😭

Menikahi Kakak PacarkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang