1. Pertemuan Pertama

21.6K 1.7K 33
                                    

"Satria Pratama. Usia 32 tahun, menjabat sebagai CEO Pratama Empire sejak dua tahun yang lalu. Belum pernah menikah sama sekali, ataupun berpacaran. Itu informasi yang aku dapatkan dari ibumu." Seorang wanita berambut hitam sepunggung berbicara pada pria yang duduk di hadapannya. Tak ada kecanggungan dalam sorot matanya, dan kata-kata yang keluar dari bibirnya pun terdengar tegas.

"Ya. Kurasa informasi itu sudah cukup untukmu," balas Satria. Dia duduk menyandar pada sandaran kursi, menatap wanita di depannya dengan tatapan tak tertarik.

"Ya, itu cukup. Dan kurasa kamu pun sudah tahu sedikit tentangku. Jadi mungkin aku tak perlu mengenalkan diri lagi." Satria terdiam, menatap lekat wanita di depannya, wanita yang dipilih ibunya untuk dia nikahi.

"Olivia Yumi Galandra. Anak kedua, bekerja sebagai sekretaris kakakmu sendiri di GL Corp. Berusia 25 tahun, dan pernah batal bertunangan. Begitu saja sudah cukup bagiku." Satria mengatakan sedikit informasi tentang Olivia yang dia ketahui. Olivia sedikit terganggu saat Satria mengatakan tentang dirinya yang pernah batal bertunangan. Tapi, Olivia tak mengungkitnya.

"Ya, itu benar. Kuharap kita bisa bekerja sama. Kita menerima perjodohan ini demi orang tua kita berdua. Namun sebelum itu, aku ingin membuat perjanjian denganmu." Olivia berujar. Dia menyerahkan sebuah map pada Satria yang langsung Satria ambil. Dengan sedikit heran, Satria membuka map tersebut dan membaca kertas di dalamnya.

"Kamu menyiapkan ini?" tanya Satria dengan sebelah alis terangkat. Olivia mengangguk dengan singkat. Satria manggut-manggut, dan melanjutkan membaca isi suratnya.

Setelah beberapa saat, Satria pun selesai membaca semua poin perjanjian yang tertera. Cukup banyak poinnya, namun Satria tak merasa keberatan sama sekali dengan semua isi perjanjian tersebut.

"Oke. Aku setuju dengan semua isinya." Satria berucap. Mendengar itu, Olivia pun langsung mengeluarkan bolpoin dan menyerahkannya pada Satria. Satria mengambilnya dan langsung membubuhkan tanda tangan di kolom yang tersedia. Setelah selesai, Satria menyerahkan map itu kepada Olivia lagi.

"Terima kasih sudah setuju dengan surat perjanjian yang aku buat. Sekarang aku ingin bertanya soal tempat tinggal. Siapa yang akan menyediakan tempat tinggal?" Olivia bertanya tanpa basa-basi. Tempat tinggal memang menjadi hal penting untuk mereka. Mereka tak bisa tinggal bersama orang tua atau keluarga, agar bisa melancarkan isi perjanjian yang mereka sepakati. Yaitu, sepakat tidak mencampuri kehidupan pribadi masing-masing dan sepakat untuk tidak tidur bersama.

"Kamu tenang saja. Aku akan mengaturnya," jawab Satria. Olivia mengangguk, lalu membereskan barang-barangnya. Kemudian dia mengeluarkan dompet untuk membayar makanannya. Namun, Satria menghentikan tindakannya.

"Aku yang bayar. Kamu bisa pergi jika ada urusan mendesak." Satria berujar dengan cepat. Olivia memandangnya cukup lama, namun dia memilih untuk menurut saja. Dirasa urusan sudah selesai, Olivia pun pamit pergi lebih dulu. Meninggalkan Satria sendirian di restoran.

Satria menghela nafas pelan setelah kepergian Olivia. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan Olivia dalam acara perjodohan mereka yang diatur oleh para orang tua. Satria awalnya menolak, namun sang ibu memaksanya untuk menerima perjodohan. Dan setelah berinteraksi dengan Olivia barusan, rasanya Olivia tak buruk juga untuk dijadikan seorang istri. Setidaknya, dia tak akan lagi diteror masalah pernikahan oleh ibunya.

Satria mengeluarkan dompet beserta ponselnya. Saat akan mengambil uang, ponselnya langsung menyala sekaligus berdering. Sebuah nama perempuan tertera dilayar ponselnya, yang membuat Satria langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, Mir. Ada apa?" Satria bertanya dengan raut wajah yang terlihat khawatir.

"Aku sendirian di rumah. Dia pergi." Suara lirih seorang wanita terdengar membuat Satria merasakan perih di hatinya.

"Tunggu aku di sana." Satria menutup panggilan telepon. Dia mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dari dompetnya dan menyimpannya di atas meja. Dengan buru-buru, Satria pun pergi dari sana.

***

Olivia duduk di meja kerjanya dengan mata fokus menatap layar laptop. Raut serius di wajahnya tak berubah sama sekali, membuat orang yang berdiri di samping mejanya merasa jengkel.

"Kamu tidak akan bercerita apa-apa?" Seorang pria dengan perawakan jangkung berjalan mengitari meja kerja Olivia dan berhenti tepat di samping Olivia.

"Apa yang harus diceritakan?" Olivia balik bertanya tanpa mengalihkan tatapan.

"Bagaimana pertemuanmu barusan dengan Satria?" Pria itu adalah Regan, kakak kandung Olivia sekaligus bosnya juga. Olivia yang mendengar itu langsung menghela nafas pelan. Regan adalah orang kedua yang menanyakan pertemuannya dengan Satria tadi. Dan tentu saja ibunya jadi orang yang pertama.

"Lancar tanpa masalah." Olivia menjawab. Jari-jarinya bergerak dengan lincah di atas keyboard laptop, dan itu diperhatikan oleh Regan.

"Jika kamu keberatan. Tolak saja. Aku akan mendukung." Regan berucap. Gerakan jari Olivia langsung terhenti saat mendengar itu.

"Tidak. Aku sudah memikirkan ini dengan matang dan aku menerima perjodohan ini tanpa paksaan dari Mama. Jangan membuatku berubah pikiran," ujar Olivia dengan sedikit ketus. Dia pun kembali berusaha fokus pada pekerjaannya, mengabaikan kakaknya sekaligus bosnya yang masih ada di sana.

"Baiklah jika itu keputusanmu. Semoga saja Satria pria yang baik, tidak seperti yang sudah-sudah," balas Regan. Setelah mengatakan itu, Regan pun berlalu dari hadapan Olivia dan masuk ke dalam ruangannya sendiri. Perkataan Regan barusan berhasil menghancurkan fokus Olivia. Kini Olivia jadi teringat pada beberapa hubungannya ke belakang yang selalu saja gagal.

Pengkhianatan, itulah dasar hubungannya selalu hancur. Sakit memang jika diingat lagi. Saat dia berusaha mati-matian mempertahankan hubungannya, pasangannya malah asyik dengan yang lain. Akhirnya, perpisahan adalah jalan terakhir yang harus diambil.

Dan sejak pertunangannya batal dua tahun yang lalu, Olivia memutuskan membentengi hatinya agar tidak lagi jatuh cinta. Dia sudah cukup kenyang menelan sakit hati selama ini. Semua laki-laki sama baginya, tidak cukup dengan satu wanita. Sampai saat ini, hanya Regan lah pria yang benar-benar Olivia jadikan sebagai sandaran. Selain Regan adalah kakaknya sendiri, Olivia juga tahu kalau Regan bukan seorang pengkhianat.

_______________________________________

New Story🥰

Bagaimana menurut kalian? Jangan lupa tinggalkan jejak ya😘😘

Unwanted MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang