04. pertengkaran kecil

37 2 0
                                    

Hari ini terlihat begitu cerah, seorang gadis tengah mengadahkan kepalanya diatas meja makan. Hatinya terasa begitu gundah, seperti tak ada yang menarik untuk weekend kali ini. Harusnya dia bersenang-senang bukan? kenapa malah terlihat sangat gundah?.

"Cucu eyang rupanya disini" kata Arini, menghampiri Shia, sembari mengelus kepala Shia.

Shia segera mengangkat kepalanya, menengok ke arah Arini, lalu tersenyum seadanya. Hal itu membuat Arini menyeritkan keningnya.

"Kenapa kok galau banget kayak nya?" ucap Arini lembut, lalu menarik kursi dan ikut duduk disebelah Shia.
Shia lalu membenahi duduknya, menyamping untuk bersitatap dengan Arini.

"Mas Devan marah sama aku."  ucap Shia, lemah. Lalu menundukkan kepalanya.

Arini tersenyum menanggapi nya. Ia paham pasti ada alasan kenapa Devan marah terhadap Shia. Dan Arini juga seharusnya paham jika selalu Shia bersikap lemah letih loyo seperti tidak berdaya begini, ya karena satu. Devan marah padanya...

"Kamu buat kesalahan apa memangnya?" tanya Arini, to the poin.

Shia langsung kembali mengangkat kepalanya. lah kok eyangnya langsung klaim Shia yang salah? awokwkwk

"Padahal aku cuma pulang malem. Dikit" jelas Shia, sembari menyatu kan jari telunjuk dan ibu jarinya. dikit.

"...dikit doang eyang, beneran. Padahal itu juga aku ketemu mas Devan. Mas Devan aja masih pacaran! masa aku ga boleh main bentar." lanjutnya lagi, terdengar seperti tidak adil bukan?

Bukannya membela Shia atau bagaimana, Arini malah tertawa mendengar penuturan Shia. Shia langsung saja menatap tak suka pada Arini.
"Eyang! beneran. Mas Devan egois banget. Padahal kan aku juga mau main" rengek Shia.

"Kamu tu. Nurut aja to sama mas Devan."
"...mas Devan bukan ga ngebolehin kamu main. Engga to? cuma... maksud mas Devan itu, kamu ya boleh main. Tapi inget waktu"

Shia baru saja akan menjawab ucapan itu, namun belum sempat Arini kembali memotong nya.

"Kalo di kasih waktu segitu ya udah. Segitu. Jadi orang ya disiplin waktu. Udah mending kan di bolehin main. Tapi ya kalo waktunya udah abis, inget. Pulang" jelas Arini, kembali membuat Shia merenungkan kesalahannya.

"Tapi apa kesalahan ku fatal eyang?" tanya Shia, pasrah.
"...tapi masa fatal! engga lah, aku kan juga pengen main. Boleh lah sekali sekali telat waktu! masa cuma gitu doang marah" lanjut Shia, dengan suara yang lebih terdengar tinggi.

"Pinter banget ya jawab gitu. Udah kaya paling pinter bisa jaga diri!" suara bariton milik Devan tiba tiba menyambar pembicaraan Shia dan Arini, hal itu membuat Shia langsung tak berdaya.

Shia tak takut, ia langsung memalingkan wajahnya untuk menatap Devan, yang kini tengah meminum air.
"Aku udah besar! Mas Devan ga perlu khawatir. Aku bisa jaga diriku sendiri" Devan langsung saja menoleh menatap Shia.

"Kamu perempuan. Mau kamu udah besar, dan bisa jaga diri kamu sendiri. Tetap aja kamu perempuan! perlu lebih penjagaannya"  Jelas Devan, dengan tegas. Shia langsung saja memalingkan wajahnya, kembali menatap Arini. Arini tersenyum lalu mengusap kepala Shia.

"Udah udah. Besok lagi Shia ga gitu" kata Arini lembut.
"...Devan, biarin lah, ga apa apa. Sesekali dia main lebih sama temennya" lanjut Arini.

"Tapi ga gitu eyang. Udah dikasi waktu, masi aja korupsi."
"...gimana kalo terjadi apa apa diluar sana? siapa yang mau tanggung jawab?"

"Ga bakal terjadi apa apa! aku itu cuma main! ga berbuat aneh-aneh" jawab Shia, sembari menoleh menatap Devan.

"Main apa malem malem?"

Why did cousins ​​get married?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang