4 ; Back to home

471 81 7
                                    

Let me go home
I'm just too far
From where you are
I wanna come home

[]


Suara Lee Taehyung.
Verona, Italia.
1 Januari, 2020.

Gue duduk dilantai flat dengan kepala bersandar ditembok yang dingin. Tangan gue memegang gitar yang akhir-akhir ini lebih sering gue petik senarnya kala suntuk. Gue menatap kosong langit-langit kamar yang tergantung lampu berpendar muram. Kepala gue rasanya seperti baru saja dijatuhi sebuah batu besar. Pusing bukan main. Kertas-kertas berceceran dimeja mengingatkan gue kembali akan deadline tugas yang harus selesai minggu ini juga. Belum lagi perkataan Oma sehari lalu membuat kepala gue serasa tambah pusing 15 keliling. Gue sinting.

Dering ponsel membuyarkan fokus gue terhadap lampu kamar, kemudian melangkah menuju nakas tempat men-charge handphone. Melihat nama Han Ji Hyun, sepupu gue yang menelpon tak elak membuat gue sedikit lega, setidaknya lebih baik daripada Mama, Ayah, apalagi Oma.

"Halo, kak Tae?" Sapanya pertama kali setelah gue mengangkat telepon. Suaranya tidak seceria biasanya, bahkan dominan serak.

"Halo iya ini kak Tae, ada apa, Hyun?"

"Kak, Oma drop, masuk rumah sakit." Jihyun sedikit terisak setelah memberitahu hal tersebut kepada gue. Gadis umur 16 tahun ini memang sangat dekat dengan Oma. Selama ini Oma memang sakit ginjal, membuatnya harus mencuci darah atau bahasa dokternya hemodialisis setiap 3 sesi selama seminggu. Gue masih mematung untuk memproses semua kata yang dikeluarkan oleh Jihyun sampai suaranya beralih kepada suara yang lebih berat, itu suara Ayah.

"Pulang, Taehyung. Ayah udah ngasih tau Kang-jun hyung buat urus kepulangan kamu," suara Ayah tertangkap telinga, bersarat akan penekanan agar gue mau menuruti apa yang beliau perintahkan. 

"Lee Taehyung, sekali ini saja, hormati keinginan Oma."

Pada akhirnya panggilan itu terputus dengan masalah baru yang kembali menelusup masuk diantara petak-petak kepala. Mungkin ada benarnya yang dibilang Suji sewaktu sebelum pergi ke Italia. Gue egois, gue pengecut.

Alih-alih menemui calon tunangan yang Oma pilihkan, Gue malah memilih kabur ke-Italia untuk menghindar sekaligus pergi meninggalkan Rosé. Karena menurut gue hanya ini yang bisa gue lakukan agar keadaan bisa terkendali seperti biasanya.

Namun, apakah pilihan gue telah salah?

* * *

"Mama sama papa kenapa sih? Kenapa pada nggak suka sama kak Woosung?" Rosé sedikit meninggikan suaranya. Keadaan rumah saat ini terbilang sangat kacau. 

Tadi pagi Woosung datang berkunjung. Rosé ingin mengenalkan pacarnya kepada orang tuanya. Hari ini tepat hari jadi mereka yang ke-tiga bulan. Tetapi saat Woosung sampai dirumah Rosé, orang tuanya justru bersikap ketus. Lebih memilih untuk mengerjakan pekerjaan masing-masing. Mama kembali untuk memasak ikan dan Papa kembali menuju meja kerjanya didalam kamar.

"Kenapa pada diem?" Rosé masih bertanya dengan nada kesal dan menuntut sementara orang tuanya tetap pada pendiriannya, melihat Rosé dengan tatapan tidak kalah kesal.

Mereka saling membuang pandangan sampai akhirnya Mama Jeong menghela nafas cukup panjang. Pandangannya melunak.

"Woosung memang baik, tapi mama masih belum bisa liat komitmennya dia sama kakak, masih belum terlihat tulus." Mama Jeong mulai berbicara, memberi pengertian kepada Rosé. Anak itu memang agak keras kepala.

"Papa juga bukannya nggak suka sama Woosung. Memangnya kakak nggak merasa kalau keputusan ngenalin pacar ke Papa sama Mama terlalu cepet? Kalian baru berhubungan selama tiga bulan, jangan terlalu gegabah." Papa menambahkan kalimat Mama.

Rosé masih dengan wajah kesalnya menjawab, "Pa, kakak sama kak Woosung itu udah kenal lama, udah dari jaman SMA."

"Lantas apakah hal itu bisa kakak jadikan sebagai landasan keseriusan Woosung?" Tanya Mama yang seketika merubah kata -kata menjadi baku.

"Chaeyoung," panggil Papa. Jika sudah memanggil nama korea, tandanya orang tuanyanya sudah sangat serius dengan konversasi ini.

"Kamu tau Papa sudah pernah ditipu sama Om Jaehwan, sahabat papa sejak kecil. Pun Mama pernah dijahati oleh orang yang sudah Mama percaya selama lima bulan. Mengenal seseorang tidak didasarkan dengan seberapa lama kamu sudah bersama dengan dia. Keseriusan seseorang juga bukan diukur dari seberapa cintanya dia sama kamu." Papa memulai pidatonya.

"Papa sama mama cuma mau kamu berfikir lagi. Oke, Woosung punya café, iya kalian udah kenal lama. Tapi, mama sama papa tidak melihat keseriusan dari Woosung untuk kamu. Dia masih pengen bebas, masih belum mau terikat. Lagian kalian masih muda, jangan terlalu gegabah."

Rosé diam. Rosé sayang sama Woosung. Cowok itu terlihat sungguh-sungguh saat pertama kali mengajak Rosé untuk berkencan.

Hubungan yang telah gagal saat bersama Taehyung menjadi pertimbangan hubungan bersama Woosung saat ini. Mungkin benar kata Papa, Rosé terlalu gegabah. Alasan Rosé ingin cepat-cepat serius dengan Woosung adalah ketakutannya untuk ditinggalkan. Ditinggal tanpa penjelasan seperti Taehyung.

Rosé hanya berfikir mungkin saja, jika hubungan mereka satu langkah lebih serius, Woosung akan berfikir seratus kali untuk pergi meninggalkannya.

"Dipikirin lagi, Kak. Untuk sekarang, Mama sama Papa masih belum bisa ngasih restu untuk kakak sama Woosung," putus Mama Jeong.

Mereka akhirnya kembali kepada pekerjaannya masing-masing, meninggalkan Rosé yang masih bergelung dengan pemikirannya diruang tamu.

[]

Terima kasih sudah membaca!

Tinggalkan pesan untuk author disini.

Fractura HepaticaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang