Tak Selalu Sejalan

5 1 0
                                    

"Ada hal-hal yang tidak bisa kita rubah meski telah berusaha keras."

--------------------------

Langkah Ayla terdengar menggema sepanjang lorong yang sepi. Beberapa menit lagi bus terakhir akan lewat. Senja hampir habis ketika Ayla keluar dari area sekolah sehabis pramuka.

Benar saja, ia melihat ekor bus yang melaju meninggalkannya ketika baru keluar gerbang. Hendak lari pun pasti kalah cepat dengan persneling pak sopir yang sudah sabar dari tadi menunggu penuhnya bus oleh para siswa.

Hari ini Ayla tidak membawa ponsel, sebab ada kasus hilangnya ponsel salah satu siswa. Siang tadi saja ada penertiban dengan mengecek tas masing-masing siswa. Anak yang masih membawa ponsel ke sekolah rame-rame menyimpannya di suatu tempat ketika kabar itu masuk ke kelas-kelas.

"Harusnya aku tadi berlari lebih cepat," keluhnya sambil mempermainkan kerikil dengan ujung sepatunya. Ia tidak tahu musti pulang naik apa. Kalau toh jalan kaki, setelah isya' baru sampai rumah. Ia hendak memberanikan diri meminjam ponsel konter pulsa di belakangnya ketika sebuah mobil membunyikan klaksonnya tepat di seberang jalan.

"Ayla!" panggil seseorang yang tidak begitu jelas wajahnya karena lampu jalan yang temaram.

Setelah menamatkan beberapa saat, Ayla memastikan bahwa yang berada di dalam mobil dan kepalanya menyembul lewat jendela itu Genius. Lantas ia melambaikan tangannya. Selang beberapa detik setelahnya, Genius turun dari mobil dan menyeberang menghampiri Ayla.

"Pulang bareng yuk," ajak Genius.

"Emang gak apa-apa?" Nampak dua orang paruh baya di bagian kemudi. Dan seorang lagi di belakang sopir.

"Masih muat kok."

Rasanya Ayla ingin menolak saja kalau tidak ingat tidak ada bus yang beroperasi di jam segitu, dan kalau saja tak ingat beberapa menit lalu ia mengiyakan ajakan Genius. Di sini lah ia, duduk diantara Genius dan seorang perempuan yang seumuran ibunya. Ayla enggan menebak apa saja hubungan penumpang mobil tersebut dengan Genius.

"Kamu teman sekelasnya Gen?"

"Bukan, tante." Ayla masih berusaha sopan. Dan ia agak tidak enakan karena bau keringatnya tentu sangat tercium, apalagi tadi latihan baris berbarisnya sampai se-jam-an.

"Tapi satu sekolah?"

"Nggak, tante."

Genius masih diam saja, membiarkan Ayla dan ibunya berinteraksi. Toh pertanyaannya masih dalam batas wajar.

"Dimana kalian pernah bertemu?"

"Di halte, tante."

"Hobi kamu apa?"

"Saya menyukai banyak hal, tante."

"Kalau Genius, kamu suka nggak?"

Ayla kebingungan menjawab, pertanyaan perempuan yang duduknya mulai bersandar pada jendela itu karena terdengar ambigu.

"Ma ...," tegur Genius.

"Kami temenan, tante. Kalau tidak saling suka, bagaimana bisa berteman."

Kakek Gen sampai tertawa mendengar jawaban Ayla. "Anak cerdas," pujinya.

"Yakin cuman temen?" Mama Gen kembali menegaskan.

"Iya lah tante, masa mau sodaraan, kan belum tentu Genius mau."

Kali ini Papa Gen ikut tersenyum di balik kemudinya. Sedang Mama Gen masih sibuk mencari pertanyaan.

"Kamu gak ada rasa sama Gen?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Monsters [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang