"Haaahhh!!"
Entah sudah berapa kali aku mengembuskan napas berat. Merasa lelah dengan segala permasalahan yang menimpaku. Akhir-akhir ini tidurku juga tidak nyenyak, membuat kepalaku semakin berdenyut dan kantung mata yang menghitam.
Jariku mengusap permukaan bibir cangkir yang berada di genggamanku. Menatap kosong pada cairan berwarna hitam itu yang kini sudah mulai mendingin.
Saat ini aku sedang berada di kafe. Duduk seorang diri dengan pikiran yang berisik. Kembali memikirkan perintah bosku beberapa hari lalu.
Aku mendengkus kesal. Apa dia pikir membuat cerita baru itu semudah membuat secangkir kopi?
Aku bahkan merasa terjebak dan tidak bisa menemukan jalan keluar.
Beberapa kali tanganku mencoba mengetikkan banyak kata, membentuk kalimat yang menyusun alur cerita dan selalu berakhir dengan menghapusnya. Menyisakan lembaran kosong yang aku sendiri tidak tahu harus mengetikkan apa di sana.
Buntu. Itu kondisi yang tengah aku alami sebelumnya.
Namun, saat aku belum juga menemukan jalan keluarnya, kakiku malah terjerat akar pohon. Membuatku tidak bisa bergerak dan hanya bisa duduk meratapi nasib.
Mungkin karena itu juga peringkatku menurun drastis.
Sebenarnya aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Saat mengetahui peringkatku yang menurun, aku juga bersikap santai layak biasanya. Pergi mengunjungi perpustakaan, berdiam diri di sana. Melarutkan pikiran ke dalam cerita-cerita imajinasi.
Tapi setelah Pak Tua itu mengetahui masalahku dan langsung memberi perintah yang berhasil memengaruhiku, membuatku menjadi seperti robot yang menuruti ucapannya. Pikiranku terus tertuju pada kata-katanya waktu itu.
Apalagi setelah mendengar karyaku yang menurutnya tidak berkualitas. Aku semakin geram dan ingin membuktikan bahwa karyaku layak dihargai.
Bunyi ponsel yang kuletakkan di atas meja meyadarkanku. Tanganku segera meraih benda pipih itu, menggeser gambar telepon hijau dan menempelkannya di telinga.
Itu telepon dari Kim!
Detik itu juga aku teringat pada pesannya yang lupa kubalas ... lagi.
"Halo, Kim!"
"Hei, Auryn! Apa kau sudah membaca pesanku? Kutebak, kau pasti lupa membalasnya lagi."
Terdengar suara merengut dari ujung sana, membuatku terkekeh pelan.
"Aku sudah membacanya. Kau benar, aku lupa membalas pesanmu lagi, maaf." Jariku menggaruk ujung alis yang tidak gatal. "Ada sedikit masalah di sini."
"Benarkah? Apa kau baik-baik saja?"
"Yah, I'm fine." Aku bergumam pelan. "Maybe ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE: Curse of Darkness
Fantasy⚠️ Beberapa part cerita ini mengandung adegan kekerasan, darah, kata-kata kasar, penyiksaan, dan pembunuhan. Harap bijak dalam membaca! Thank you and happy reading ♡ -------------------- Sepasang permata rubi itu memaku dirinya. Kuku-kuku panjang na...