"Semua aman, tuan muda"
"Nona masih berada disini, sedang berada dikolam renang"
"Iya, beliau tidak kemana-mana sejak pagi"
"Beliau juga tak meminta apapun"
"Tadi beliau makan siang sendiri karena Nyonya besar sudah berangkat untuk jadwal hari ini"
"Nona tidak memegang ponsel sejak keluar dari kamar Anda tadi, Tuan muda"
"Betul"
"Yakin, Tuan muda"
"Akan saya kirimkan foto Nona Lalisa pada Anda setelah ini"
"Baik. Akan segera"
Satu lelaki berwajah datar mengamati pergerakan Lalisa yang sedang berenang dari arah ruang tamu rumah mewah tersebut, bersama satu rekannya yang lain. Tak sekali pun pandangan keduanya lepas. Panggilan telepon tadi bukan yang pertama kali mereka terima dari si Tuan mudanya hari ini. Di waktu pukul 2 siang saat ini, sudah enam kali si majikan muda tampan itu memastikan kondisi dan posisi si gadis. Sepertinya pikiran si tuan muda saat ini hanya tertumpu pada gadis asing yang sering kabur itu, takut hilang barangkali.
Sesuai janji, foto Lalisa yang sedang berenang dikirim segera oleh si wajah datar pada tuan mudanya.
"Nona"
"Nona!!" panggil salah satu lelaki
berwajah datar yang mengawasinya.
"Nona, Anda sudah terlalu lama berenang"
"Biarkan saja! jangan ganggu aku!" gadis itu melanjutkan berenangnya mengabaikan si lelaki.
"Nona! sudah waktunya naik dan menikmati cemilan sore Anda"
"Jangan ikut mengaturku!"
"Maaf, Nona. Tapi Anda bisa sakit jika terlalu lama berenang"
"Lagipula, konsultan bisnis salon Anda akan menghubungi Anda dalam 30 menit lagi"
Lalisa kesal karena terus menerus merasa diganggu, akhirnya ia naik juga dari kolam itu. Ia melewati lelaki itu dengan wajah kesal dan sorot yang ia pertajam.
"Apa Nona mau cemilan lain selain ini?"
tanya seorang maid yang sejak tadi menunggu Lalisa untuk menikmati makanan yang ia bawa, siapa tahu akan tidak cocok atau ada permintaan lain. Tapi gadis itu tak ingin menjawab apapun, mata bulatnya hanya terus menerus memberikan lirikan mautnya pada si lelaki berwajah datar suruhan Lin Yi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiba-Tiba
FanficKejadian itu terlalu tiba-tiba baginya. Takut, bingung, marah, semua rasanya muncul secara acak. Ceritanya yang ia kira cukup sehari saja, tak begitu kenyataannya. Cerita kaburnya yang pertama malah membawa pada cerita kaburnya yang lain, jelas unt...