Kejadian itu terlalu tiba-tiba baginya. Takut, bingung, marah, semua rasanya muncul secara acak.
Ceritanya yang ia kira cukup sehari saja, tak begitu kenyataannya.
Cerita kaburnya yang pertama malah membawa pada cerita kaburnya yang lain, jelas unt...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
7 bulan kemudian
Pipiya memerah, bukan karena malu tapi karena kepanasan. Lalisa menjadi gadis yang sibuk sekarang. Saking banyaknya proyek sosial lapangan yang ia lakukan beberapa bulan terakhir membuat pipi bulat itu memerah. Sejak setahun terakhir, ia memang aktif terlibat dalam proyek sosial Ayahnya sebagai pejabat pemerintah, diberbagai bidang. Tak hanya itu, sejak berpartisipasi di proyek ayahnya, gadis itu mulai tertarik juga untuk lebih serius dan profesional di bidang-bidang kepentingan sosial dan lingkungan. Hingga di beberapa bulan terakhir ia bergabung sebagai staff bantu di salah satu Non Governmental Organization (NGO) bertaraf internasional di bidang lingkungan hidup.
Sedangkan di sisi lain, gadis itu juga mulai mengerjakan tesisnya. Makanya ia sekarang menjadi sibuk, padahal dulu setelah selesai program sarjana, ia banyak sekali hura-hura bersama para sahabatnya. Kini, tak banyak waktu yang ia punya, bahkan sekedar untuk hang out di cafe bersama pun jarang.
Dari kampus, gadis yang menyetir mobilnya sendiri itu bersegera mungkin untuk tiba dikantor NGO-nya sebelum jam 1 siang ini. Ada pertemuan dan pembahasan proyek penting disana hari ini, yang mewajibkannya hadir.
Cuaca di kota Bangkok masih terik di dua bulan terakhir ini, hingga gadis itu menjadi sering mengikat rambutnya serta memakai topi karena gerah dan sengatan.
Gadis itu sudah tiba digedung kantor ditengah kota, dan kantor NGO itu sendiri berada dilantai 8 gedung ini. Disepanjang jalannya, ia sudah ditelepon dua kali oleh pihak kantor, memastikan jika gadis itu tidak telat datangnya.
Keluar dari lift yang mengantarnya pada lantai yang dituju, Lalisa menyapa dan disapa oleh beberapa rekannya disana, namun langkahnya langsung mengarah pada ruangan pertemuan yang menjadi tujuannya datang siang ini. Tapi ketika semakin mendekat, ada yang membuat langkah cepatnya tadi menjadi pelan karena ia sedang mencerna apa yang ditangkap oleh indera lihatnya dari jarak ini.
Ada tiga lelaki berwajah datar dan berseragam yang tak asing berdiri tak jauh dari pintu ruangan pertemuan itu, meski wajah- wajah itu asing baginya, tapi seragam itu membuat memorinya dipanggil pada suatu masa.
Dengan mengetuk pintu yang terbuka itu sebagai bagian dari etika, Lalisa kemudian masuk ke ruangan yang sudah berisi beberapa orang. Gadis itu merasa tidak telat dari waktu yang dijanjikan, tapi tampaknya tamu mereka untuk perundingan sudah datang lebih awal.
"Maaf permisi"
"Ooh Lalisa mari masuk" pinta atasannya yang saat ini sedang duduk di sofa besar menghadap pada beberapa orang tamu mereka yang duduk membelakangi pintu masuk.
Lalisa mendekat kearah sang atasan dan tiga rekannya yang lain disana.
"Ini tamu kita yang punya proyek itu"
"Begitukah? maaf sekali saya terlambat sepertinya" ucap Lalisa sopan dengan sedikit menunduk.