32. consequence

289 86 7
                                    

nulisnya sambil denger your eyes tell - bts, sedih banget bro 😭😭 kalian boleh sambil dengerin deh




Rangga dan Sehan memang bukan sepasang sahabat yang sudah saling mengenal sejak masih belia. Keduanya bertemu di hari terakhir orientasi sekolah, saat kepala sekolah mengumumkan nama-nama penghuni kelas. Saat itu, Rangga dan Sehan kebetulan berada di satu kelas yang sama.

"Yang suka futsal, ayo duduk sama gue!"

Saat itu, Sehan jadi satu-satunya murid pria yang paling menonjol di antara yang lainnya. Pria itu aktif, banyak bicara, dan tak ragu untuk berbaur dengan teman-teman barunya meski belum sepenuhnya kenal. Semua mata tertuju pada Sehan, begitupun dengan Rangga. Dilihat dari cara semua orang merespon sikap Sehan, Rangga bisa melihat kalau keberadaan Sehan diterima dengan sangat baik.

"Sehan! Ayo duduk sama gue!" Seorang murid merespon ajakan Sehan dengan suka cita.

Namanya Tara.

"Wih, boleh banget."

Tara melangkah menuju baris nomor dua di mana Sehan sudah lebih dulu menentukan posisi duduknya. Sebelum Tara sempat meletakkan tasnya di kursi yang terletak di sebelah kursi Sehan, Rangga buru-buru mengisi tempat itu. Mengundang pandangan heran dari Tara maupun Sehan.

"Gue duluan." Ucapnya pada Tara, seolah mengundang pertikaian.

Namun, hari itu jelas terlalu dini untuk melakukan perkelahian, apalagi hanya demi memperebutkan Sehan sebagai teman sebangku. Maka, Tara akhirnya mengalah. Membiarkan Rangga mengisi tempat itu dan menjadi orang yang paling dekat dengan Sehan.

Tanpa disadari, hal itu seolah percikan api yang perlahan membakar hubungan Tara dan Rangga.

"Lo nggak bisa main futsal tapi ngaku-ngaku bisa!"

Satu bulan awal keduanya menjadi teman. Sore itu, Sehan dan Rangga menghabiskan waktu pulang mereka dengan bermain futsal di lapangan sekolah. Hanya berdua. Nyatanya, Rangga sama sekali bukan tandingan untuk Sehan. Dibandingkan dengan Rangga yang mulai basah dengan keringat, Sehan masih tetap terlihat segar seolah pertandingan yang dilewatinya barusan hanya sebuah pemanasan.

"Nggak seru. Gue main kayak nggak ada perlawanannya."

Rangga tak sanggup bicara. Paru-parunya seolah hendak berhenti bekerja.

"Lo nggak nyesel duduk sama gue cuma gara-gara gue noob main futsal, kan?"

Menatap Rangga sejenak, Sehan kemudian berdecak. "Jangan mati dulu. Kita main futsal sampe malem, sampe lo bisa bikin gue kerepotan."

Hingga langit berubah gelap, keduanya menghabiskan waktu sembari membuang napas dan energi. Ada saat di mana keduanya akan beristirahat, duduk di tengah lapangan, bercanda, dan bercerita lebih dalam tentang latar belakang masing-masing. Melalui waktu-waktu menyenangkan yang dia lewati bersama Sehan, Rangga menyadari bahwa saat itu dia mulai bergantung dengan kehadiran pria itu.

"Pa, rooftop rumah kita dijadiin lapangan futsal aja, gimana?"

Dua bulan berjalan, Rangga mulai merasa bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk menjaga agar Sehan bisa terus berada di dekatnya. Dia ingin jadi satu-satunya orang yang mengetahui segala tentang Sehan lebih dari siapapun. Dengan kata lain, Rangga mendedikasikan lapangan futsal di atap rumahnya sebagai tanda persahabatannya dengan Sehan.

"Sehan!"

Sore itu, Rangga berlari mengejar Sehan yang hendak pergi meninggalkan sekolah dengan motornya.

Sehan yang tengah mengenakan helm lekas menoleh. "Apaan?"

"Pulang bareng gueㅡhahㅡ" Rangga mengatur napas. "Ke rumah gue."

MonokromTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang