34. summer rain

323 85 27
                                    

sesuai judulnya, aku rekomendasiin kalian buat baca sambil denger summer rain - sam kim 🌦️🌦️

Pagi ini sinar matahari nampak lebih awal, sama seperti hari-hari sebelumnya. Panas menyengat mengiringi langkah Arin dari lapangan menuju ruang kelas. Dan tak seperti hari-hari sebelumnya, kali ini Arin melangkah sendirian namun percaya diri karena potongan rambut barunya. Sebab hari ini seolah hari baru baginya.

Arin tersenyum dan menyapa sang sahabat begitu tiba di dalam kelas. Rasanya begitu melegakan. Rasanya seperti baru kali ini dia merasa bahagia bahkan saat baru memulai hari.

"Bawa bekal dua?" Ara menatap dua kotak bekal yang Arin jajar di atas meja.

Arin hanya tersenyum.

"Pasti buat Juan." Ara menuding. "Kalo udah jadian jangan lupa lapor sama gue, dong. Dari kemaren lo sama Juan terus tapi nggak pernah cerita kemajuan hubungan lo berdua."

Sambil merapikan tatanan rambutnya, Arin mengangkat bahu acuh. "Juan masih belum ngomong apa-apa."

"Masa? Kok gitu, ya ..."

Hingga bel pelajaran pertama berbunyi dan guru memasuki ruang kelas mereka, Arin tak memberi jawaban apapun atas pertanyaan Ara. Dia hanya mengikuti pelajaran yang kali ini berlangsung tak seperti biasanya. Berisik murid tak terdengar, seolah hanya dirinya yang duduk di kelas ini. Satu-satunya suara yang tercipta hanya penjelasan sang guru di depan sana.

Lalu, bel istirahat berbunyi. Seolah sihir, dalam sekejap suasana kelas berubah kembali bising. Pun Arin kembali dengan senyuman cerah di bibirnya.

"Mau ke kantin?"

Arin sudah lebih dulu bangkit sambil menggandeng dua tas bekalnya. Gadis itu menggeleng menolak tawaran Ara. "Nggak, deh. Sorry, ya. Lo ke kantin sendirian dulu hari ini."

Ketika Arin sudah pergi meninggalkan kelas, Ara tersenyum pasrah sambil menggelengkan kepalanya. "Masa gue mau cemburu sama Juan, sih."

Entah sejak kapan, tembok lorong menuju lantai bawah yang semula berwarna abu-abu kini berubah menjadi biru cerah. Arin melangkah cepat namun hati-hati sebab kaleng cat masih berserakan di sisi tangga. Langkahnya terlalu antusias hingga tak menyadari jika di ujung tangga terdapat tiang yang nyaris menghantam kepalanya andai saja seseorang tak melindungi dahinya.

"Hati-hati, Kak."

Arin berkedip gugup menatap pria di sebelahnya. "Juan ..."

"Mau kemana, sih? Buru-buru amat."

"Rahasia." Arin menyembunyikan kotak bekalnya di belakang tubuh. "Lo sendiri mau kemana?"

"Ke kelas lo."

"Oh? Ngapain?" Sebisa mungkin Arin menyembunyikan kegelisahannya.

"Tapi kalo lo sibuk, nggak apa-apa. Kita ketemunya pulang sekolah aja." Sebab sebelum Arin menyembunyikan dua kotak bekal yang di genggamnya, Juan sudah lebih dulu menyadari hal itu. Dan kali ini, dia dengan percaya diri bisa mengatakan kalau sikap Arin yang terasa ganjil pasti berhubungan dengan Rangga.

Juan kemudian pergi tanpa sedikitpun mendapat interupsi dari Arin.

Pun setelah kepergian Juan, Arin kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat tujuan setelah sempat nyaris menahan langkah pria itu.

Sapuan angin langsung menyambut begitu Arin membuka pintu. Di sinilah dia berada, rooftop sekolah tempat Rangga biasa membolos kelas. Dan seperti biasa, pria yang Arin cari itu tengah berada di sana. Duduk dengan kaki yang diluruskan pada kursi di depannya. Matanya tertutup seolah tengah menikmati panas pagi matahari.

MonokromTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang