broken

119 19 5
                                    





Gadis itu baru saja menenangkan dirinya dan kini melangkah pelan untuk kembali pulang menuju apartemennya.

Tidak banyak harapan atas apa yang akan dilakukannya malam ini. Dirinya cukup lapar, dan mungkin menyeduh semangkuk ramyun telur dan kimchi terdengar mewah untuknya.

Dan saat kedua telapak kakinya meminjak halaman parkiran, hatinya seakan-akan semakin legawa saat tidak menemukan mobil sialan yang selalu saja terparkir disana untuk memata-matainya. Untuk sesaat, Jiwoo merasa kebebasan.

Kebebasan layaknya remaja biasa yang tidak memiliki hasutan apapun dengan dunia gelap dan narkoba.  Seperti dulu, dimana ia hanyalah seorang gadis remaja sederhana dan biasa dengan hari yang berwarna.

Langkah kakinya pun berlanjut diiringi oleh sedikit senandungan kecil yang menggambarkan suasana hatinya yang sedang tenang. Ia menaiki anak tangga satu persatu dengan sedikit bergelanyut manja pada besi pegangan. Jika semua hal buruk di hidupnya tidak pernah terjadi, mungkin Jiwoo bisa menjadi jati dirinya sendiri.

Seperti dirinya yang saat ini. Kendatinya, Jiwoo hanyalah seorang gadis remaja biasa. Hati nya lembut, senyumannya pun manis untuk dipandanga. Perilakunya pun begitu anggun.

Itulah jati diri Jiwoo, yang kini telah jauh tertanam, dikubur dalam oleh topengnya saat ini yang menjadikannya seorang gadis dingin, pendiam dan picik.


Senandungannya seketika perlaha menghilang. Dan ia pun sudah berhenti bergelanyutan dan berdiri tegak lagi.  Kini kedua alis matanya menyatu, menciptakan kerutan pada dahinya. Menandakan sebuah ekspresi penuh pertanyaan akan apa yang ada di depannya.

Tunggu, mengapa pintu apartemennya terbuka?

Jiwoo pun berlari menuju pintu apartemennya yang terbuka. Ia hendak menerobos masuk untuk melihat siapa yang ada di dalam, tapi sebelum kakinya dapat memijak lantai dalam, ia disambut dingin oleh lemparan tas yang berisikan baju dan barang-barangnya.

Di dalam, terlihat sosok wanita pada usia pertengahan yang terlihat murka, memasukkan apapun yang berada di depannya ke dalam tas hitam besar.

Dan saat ia menyadari keberadaan Jiwoo di luar, wanita itu memandang putri tirinya dengan begitu sinis.

Sosok itu lagi.

Wanita yang datang dalam hidupnya untuk merampas harta dan kebahagiaan keluarganya.

Wanita yang menghilang saat kabar duka suaminya tersampaikan.

Wanita yang sangat tidak pantas menyangga status 'istri' saat kakinya sama sekali tidak meminjak rumah duka untuk mendiang suaminya.

"Ommonim, ada apa ini? Kenapa semuanya dimasukkan ke tas?" Tanya Jiwoo dari ambang pintu, suaranya terdengar lirih dan lemas.

Menyadari kehadiran Jiwoo di luar, wanita itu menolehkan kepalanya, dan ekpresi kemurkaan pun kembali terlihat.

"Dari mana saja kamu?! Diberi tempat tinggal yang layak malah keluyuran setiap malam seperti tidak punya rumah!" Sapa ibu tiri dari Jiwoo yang kemudian kembali memasukkan segala barang pada tas besar itu lagi.

Tas hitam yang sudah tidak mampu menampung lagi itu kemudian dilemparkan tepat pada tubuh Jiwoo.

"Untuk apa berdiam disitu?! Cepat kemasi barangmu, mulai saat ini tempat ini akan disita! Semuanya karena ulah ayahmu yang meninggalkan hutang piutang tanpa berfikir!"

"Ommonim!" Jiwoo meninggikan suaranya yang rapuh.

"Apa?! Jangan tanyakan aku! Kau sudah besar Jiwoo, carilah tempat tinggal dan hiduplah sendiri! Ini semua salah ayahmu, Jiwoo!!"

No OrdinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang