Sepanjang perjalanan, Jiwoo penuh dengan bungkaman. Tidak ada satu pun patah kata yang mampu keluar dari bibirnya. Ia benar-benar membisu. Bahkan sorotan matanya terlihat lesu dan kosong.Tadi, Mujin seorang sendiri yang menjemput dan menemukan Jiwoo yang terguyur hujan.
Tanpa perlu penjelasan apapun, Mujin tahu bahwa hari ini bukan hari yang baik bagi Jiwoo. Bahkan semenjak gadis remaja itu menolak perintahnya untuk bertemu, Mujin mengerti bahwa Jiwoo sedang tidak baik-baik saja.
Oleh karena itu, Mujin tidak mengirim seorang pun untuk mencari Jiwoo. Ia mengerti benar bahwa Jiwoo memerlukan waktu untuk menyendiri dan berdamai dengan fikirannya dulu, setidaknya sampai jatuhnya malam.
Karena sebenarnya, semenjak keduanya mengikat janji serapah mereka, Mujin juga telah bersumpah akan bertanggung jawab akan hidup Jiwoo saat itu. Sifat overprotektifnya untuk mengirim orang mengikuti Jiwoo mungkin sedikit berlebihan bagi si remaja, meskipun ini semua merupakan bagian dari berjanjian mereka.
Dan pada akhirnya, Mujin seorang diri-lah yang turun tangan untuk mencari Jiwoo saat ponselnya tidak bisa dihubungi saat malam telah kelut.
"Dokter kepercayaan saya akan segera datang, sebaiknya kamu makan."
Sedari tadi, sejak keduanya sampai pada hotel Liber milik Mujin hingga duduknya mereka pada penthouse pribadi milik Mujin, Jiwoo sama sekali tidak menggubris sepatah kata pun dari Mujin.
Seragam sekolahnya yang masih basah dan membuat tubuhnya sedikit menggigil pun sama sekali tidak membuat Jiwoo bergerak.
"Jiwoo, saya minta kamu makan. Atau harus saya buat ini sebuah perintah?"
"Bibir kamu sudah biru, kamu mau mati kedinginan atau bagaimana?"
Lagi-lagi nihil, tidak ada jawaban.
Mujin pun memilih untuk meregangkan dasi dari kemeja abu-abu lusuh yang dikenakannya, lalu bersandar pada sofa kulit yang didudukinya.
"Kamu bisa bilang ke saya kalau semua ini terlalu berat untuk kamu." Ujarnya, menatapi lampu gantung kristal yang apik di atas.
"Saya paham ini semua tidak mudah. Saya telah melalui banyak fase untuk menjadi diri saya hari ini. Apapun kebimbangan yang akan kamu lalui, saya sudah pernah ada di titik itu."
"Jadi kamu bisa bilang ke saya apapun keputusan dan pemintaan kamu."
"Tapi," Mujin menghela nafasnya.
"Kalau kamu ingin kembali ke sisi lainnya, kamu tidak akan bisa untuk benar-benar meninggalkan sisi gelap."
"Saya sudah peringati, sekali kamu masuk, tidak akan mudah untuk kembali."
Jari tangan Mujin pun terlihat menghitung hari, mengingat bahwa Jiwoo baru bersamanya selama dua minggu.
"Kamu akan terus bersangkut piutan dengan saya dan Dongcheon."
"Tapi saya bisa pastikan keamanan kamu."
"Seperti yang saya janjikan, saya bisa menjadi penanggung jawab kamu. Saya paham sekarang kamu tidak punya siapa-siapa ataupun rumah untuk pulang. Saya bisa berikan kamu rumah dan kondisi hidup yang cukup baik."
"Kamu masih muda dan belia, Jiwoo. Saya akui bahwa seharusnya kamu tidak berada disini dulu."
"Kamu tidak bisa mengulang masa muda, jadi, kamu bisa bilang ke saya untuk mundur. Dan kamu bisa menyusun kembali hidup kamu."
"Satu hal yang harus kamu ingat,"
"Bahwa datang ke sisi gelap dunia adalah sebuah pilihan."
KAMU SEDANG MEMBACA
No Ordinary
Hayran Kurgu[MY NAME FANFICTION] "Pada akhirnya, hidup ini bukanlah teman yang baik." a story by @medusanirvana