Titik Balik

1 1 0
                                    

Malam yang melelahkan namun mengesankan. Tabungan kenangan ditransfer dengan saldo tak hingga pada ingatan.

Beberapa jam yang mampu membuat mata terpejam dengan senyum yang mendalam. Selamat malam untukmu yang sukses membuatku tenggelam. Tenggelam pada lautan rasa yang membekas indah pada segumpal daging didalam dada.

Yang berdetak tak karuan saat mulai bertatapan, yang berdebar keras saat menyatukan ruas-ruas.

Foto kirimanmu yang menampakkan tanganku sedang menggenggam tanganmu kusimpan lalu kuperlihatkan pada sosial media. Rasa itu mengakar lagi, lalu tumbuh membatang, disusul mekar yang tak sabar.

Andai saja semesta dan waktu tak bergerilya memisahkan 2 raga digang sempit yang hanya muat 2 kendaraan roda 2, mungkin saat ini bulan rela mempurnamakan diri sebelum pada waktunya.

Semesta melarang kita berlama-lama, karena waktu yang sedang cemburu.

Kulihat  status teman, banyak juga yang kesana tapi tak kutemui karena saking banyaknya manusia membuat ruang keterbatasan untukku yang juga sosok manusia.

Sampai pada saat aku menonton video yang diupload teman yang kukenal dari kajian.

Video pendek yang menampar aku yang mabuk tak sadarkan diri.

Video singkat yang seperti tangan yang menarik dengan kuat aku yang sedang setengah langkah lagi menapakan kakiku pada jurang kehinaan.

Video yang tidak aku inginkan saat ini menontonnya. Tapi jujur batinku sangat membutuhkan isi pesannya.

Dalam video tersebut terlihat 3 orang pemeran. 2 lelaki 1 perempuan.

Dalam adegan dipinggir jalan, lelaki 1 bertanya pada lelaki 2 yang sedang membonceng si perempuan.

“Mau kemana gus?“.
“Jalan-jalan, biasa anak muda pacaran“. Jawab si pria satunya.

Lalu lelaki 1 itu terkekeh seraya bertanya pada si perempuan.

“Mba, ko mau si diajak jalan sama yang bukan mahrom?“.

Si perempuan terdiam.

Yang menjawab justru lelaki yang memboncengnya.

“Tenang aja, kita pacarannya pacaran islami ko“.

“Gus, jangan sembunyikan nafsumu dibalik topeng dalil agama. Mau itu berduaan dimasjid, nonton konser nisa sabyan, atau apapun itu, berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahrom tak pernah diperbolehkan“.

“ Jangan berani mengatakan cinta kalau kamu belum mampu ataupun belum mau menghalalkannya“. Sambung si lelaki mengingatkan rekannya.

“Assalamualaikum“. Tutup lelaki itu sembari melangkah pergi meninggalkan pasangan muda-mudi dengan wajah tertunduk malu.

Apa yang aku lakukan?.

Kok bisa-bisanya aku yang percaya jika keputusanku dengan sang mantan merupakan bentuk kasih sayang-Nya, menjerumuskan diri kembali pada hal yang tidak diridhoi-Nya.

Betapa bodohnya diriku. Setelah Allah menarikku dari jurang yang satu lalu memberitahu jalan yang benar, aku malah dengan sombong menikung dijalan yang salah mengarah pada jurang lainnya.

Lalu dengan berani berbuat dosa mengajak-ngajak orang lainnya.

Aku bilang sayang kepada anak orang, tapi mengajak terjun bebas kedalam jurang.

Kemana konsep demi waktu yang dulu mencahayai hati?, kemana konsep demi masa yang sebelumnya mampu menggugah rasa?.

Sungguh kini aku benar-benar merugi.

Aku merasa beriman padahal selain Allah ada yang kumasukan kedalam hati.

Aku merasa beramal sholeh hanya karena sholat tak tertinggal, padahal larangan itu kupraktikan.

Yang terakhir, aku merasa benar ketika menasihati dalam kesabaran. Sabar atas rindu pada cinta yang salah. tapi itu keliru.

Demi waktu aku rugi serugi-ruginya, demi masa, aku hina sehina-hinanya.

Aku sudah diberitahu ilmu agar tidak rugi, aku malah berlari menuju kerugian.

Ada apa dengan diriku?. Bodoh.

Laa WashalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang