INGATAN

1.3K 154 2
                                    

GARIS DARAH WARISAN
BAB-18
INGATAN

Di perjalanan pulang Amanda hanya diam tak bersuara.

Setiap kata yang keluar dari mulut sang suami ketika di pantai membuat gadis ayu tersebut tak habis pikir.

"Salah satu Abdi melihatmu keluar Diajeng. Kau pergi dengan berjalan kaki, bukan menaiki sebuah kereta kuda seperti yang kau jelaskan barusan. Bukankah kau lihat sendiri, tak ada kereta kuda di pantai ini!"

Amanda benar-benar dalam keadaan kacau saat ini. 
Amanda sangat takut dengan amarah dari sang ayah mertua yang terkenal tegas. Amanda juga takut membuat Eyang Putri marah.

"Jangan khawatir, Diajeng. Katakan saja yang sesungguhnya kepada Romo dan Eyang Putri. Jangan ada yang ditutup-tutupi."

Amanda kaget mendengar ucapan Arjuna yang berbisik di telinganya.

"Kau saja tidak percaya dengan ceritaku barusan, apalagi mereka." Amanda berucap ketus. Entah suaminya tersinggung atau tidak Amanda tak peduli. Pikirannya benar-benar buntu saat ini.

"Sudahlah, jangan jadi istri yang suka membantah suami! Apa kau tidak bisa belajar dari kesalahanmu!" 

Amanda diam tak menanggapi ucapan suaminya itu.

Sesampainya di Griya Utami. Arjuna langsung menggandeng tangan sang istri untuk melangkah ke ruang keluarga. Kudanya diserahkan kepada Abdi yang sudah siaga menunggunya.

"Duduklah cucu ku!" Eyang putri membuka percakapan.

Suasana mencekam....

Aura gelap merajai ruangan keluarga Nitis Sukma. Amanda bahkan sampai menggigil ketakutan. Bibir bawahnya dia gigit kuat-kuat agar tak menangis. Amanda pasrah dengan apa yang terjadi pada dirinya karena memang dialah yang bersalah.

"Kamu darimana toh cucuku, Nastiti. Kami semua khawatir mencari mu." Suara Eyang Putri menghempaskan suasana yang mencekik leher Amanda. Ternyata Eyang Putri tak marah, beliau masih berbicara dengan lembut dan juga penuh kebijaksanaan.

"Sssyaa daarri...." Amanda yang masih dalam keadaan hati yang tak stabil membuat suaranya tersendat. Sehingga perkataannya tak jelas dan membuat ayah mertuanya angkat suara.

"Kalau ditanya itu dijawab yang tegas! Ngomong opo koe. Ngomong sik jelas! (Bicara apa kamu! Bicara itu yang jelas.)"

Amanda gemetar saat mendengar suara ayah mertua yang menggelegar.

"Baskoro, ingat tadi ibumu ini bilang apa? Jangan kasar dengan Nastiti. Biarkan dia menceritakan semuanya perlahan."

Pembelaan dari Eyang Putri membuat hati Amanda lebih tenang. Eyang Putri pun kembali menatap Amanda dan mengulangi lagi pertanyaannya.

Amanda awalnya ragu untuk bercerita. Namun karena dorongan dari Eyang Putri, akhirnya dia pun menceritakan semua yang dia alami. Seperti yang diperkirakan oleh Amanda. Tak ada satupun yang percaya dengan apa yang dia ceritakan. Semua menganggap jika Amanda hanya ingin kabur dari ritual malam pengantin. Mengulur waktu agar bisa menghindari ritual tersebut.

Orang yang paling murka tentu saja Pak Baskoro. Namun lagi-lagi Eyang Putri menengahi konflik di antara mereka sehingga Pak Baskoro kembali tenang.

"Ya sudah, kita anggap masalah ini selesai. Jika Amanda merasa pergi dengan Sekar Ayu itu karena mereka berdua sangat dekat. Itu saja. Sekar Ayu kau maafkanlah Ayunda mu itu. Dia hanya terlalu lelah."

"Nggih Eyang Putri. Saya maklum dengan keadaan Ayunda Nastiti." Sekar Ayu berucap sambil tersenyum ke arah Amanda.

Muka Amanda benar-benar kusut menghadapi semua ini. Gadis ayu itu semakin yakin jika ada yang tak beres dengan keluarga suaminya ini, yaitu keluarga Nitis Sukma.

Setelah percakapan yang menguras emosi, Amanda hanya bisa beristirahat di kamarnya. Amanda menatap langit-langit kamar. Mencoba mengingat perlahan tentang segala hal yang yang terjadi pada dirinya. Dimulai dari dia yang terbangun di kamarnya hingga berakhir menjadi istri seorang Arjuna Nitis Sukma.

Kali ini Amanda mencoba menahan rasa sakit di kepalanya. Dia berusaha mengingat sesuatu. Sesuatu yang sangat penting. Sesuatu yang dapat menjawab segala teka-teki akan segala hal yang kini menimpanya.

Gadis Ayu itu yakin jika dia bisa kembali mendapatkan ingatannya yang hilang pasti dirinya akan mampu keluar dari masalah rumit yang dialaminya saat ini.

Tapi semakin keras Amanda mengingat sesuatu, maka kepalanya menjadi semakin terasa sakit. Rasa sakit yang seolah menekan segala ingatan di kepala Amanda agar tak keluar.

Dahi Amanda berkerut tatkala cairan hangat menetes dari lubang hidungnya. Refleksi jemari tangannya mengusap hidung mancungnya dan menatap kembali ke jemarinya yang terasa lengket.

"Hah! Darah!" Amanda berteriak histeris.

GARIS DARAH WARISAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang