BELIAU

1.6K 212 9
                                    

GARIS DARAH WARISAN
BAB-10
BELIAU

"Aku ingin pulang!"

Arjuna tersentak mendengar perkataan Amanda, ditarik dengan cepat wajahnya dan menatap wajah Amanda yang telah kembali tertidur.

Arjuna mengusap perlahan kepala sang istri, merapikan kembali untaian rambut yang berantakan karena perlawanan istrinya tadi. Selanjutnya, pria berhidung mancung itu menggenggam lengan Amanda yang berdarah akibat jarum infus yang terlepas paksa. Dengan sigap lelaki tampan tersebut membersihkan noda darah yang mulai mengering. Luka yang sobek sudah berhenti mengeluarkan darah, tinggal membersihkannya dengan alkohol dan memberikan antiseptik agar tidak infeksi.

"Arjuna! Apa yang sedang kamu lakukan?" Terdengar suara Eyang Putri menggema ke penjuru kamar.
Ternyata beliau telah berdiri didepan pintu kamar. Agaknya perempuan berkarisma itu datang ke kamar istrinya karena mendengar suara gaduh yang timbul dari suara Amanda.

Arjuna yang tengah sibuk mengobati Amanda hanya mendesah pelan tanpa  memalingkan wajahnya ke arah sumber suara.

"Sebentar Eyang, saya harus mengobati Diajeng Nastiti terlebih dahulu. Dirinya tengah terluka saat ini, Eyang. Maafkan saya." Arjuna bersuara dengan mata tetap fokus di pergelangan tangan istri. Sementara tangannya pun dengan cekatan membalut tangan Amanda yang terluka dengan perban.

Terdengar suara langkah kaki mendekati Arjuna. Eyang putri perlahan masuk ke kamar Amanda yang tampak begitu berantakan. Mata wanita tua tersebut kini fokus ke wajah kelelahan dari istri Arjuna, detik kemudian pandangannya beralih ke tangan Amanda yang tengah dibalut perban oleh Arjuna.

"Apa sebenarnya yang telah terjadi dengan Nastiti, Arjuna? Kenapa bisa terluka seperti itu? Lalu kenapa kamarnya berantakan sekali?"
Eyang putri sudah berdiri tepat di samping Arjuna, sang cucu. Pandangan Eyang Putri menyapu ke penjuru kamar istri cucunya itu.

Arjuna tak menjawab, ia nampak sibuk dengan pekerjaannya untuk merawat luka Amanda.

"Harusnya kau tak boleh di sini Arjuna. Kau paham kan dengan peraturan keluarga Nitis Sukma. Namun karena istrimu sakit maka aku izinkan kau untuk merawatnya malam ini. Pastikan kalau Nastiti baik-baik saja hingga ritual malam pengantin tiba. Kau paham, Arjuna!"

Arjuna tersenyum mendengar ucapan neneknya itu. Arjuna senang karena tanpa harus susah payah membujuk, Eyang Putri mengijinkannya untuk merawat Amanda. Namun senyuman Arjuna langsung memudar saat mendengar ucapan Eyang Putri selanjutnya.

"Namun untuk mengawasi, Sekar Ayu akan menemanimu juga di sini. Agar tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kau paham maksud Eyang, Juna!"

Arjuna terdiam sesaat, lalu dengan berat hati menjawab perkataan wanita sepuh tersebut dengan  anggukkan kepala.

Nampak Arjuna berdiri untuk mengambil tiang gantungan infus yang terjatuh, lalu dengan cekatan menancapkan kembali jarum infus agar terhubung dengan tubuh istrinya yang tengah tertidur.

"Ah... Eyang sudah tua, Juna. Tak seharusnya yang mengurus hal-hal seperti ini. Tenaga Eyang sudah tak sekuat dulu lagi. Sudah waktunya Eyang untuk mati!" Eyang Putri berucap pelan. 

Tangan keriputnya mengambil kaca mata yang bertengger di hidungnya. Kemudian memijat pelan pangkal hidungnya. Terlihat raut kelelahan di wajah tuanya.

Arjuna yang telah selesai memasang jarum infus langsung berbalik arah untuk menatap ke arah Eyang Putri yang begitu dikaguminya Itu. Detik kemudian Arjuna menuntun Eyang Putri untuk duduk di sofa yang berada di kamar Amanda.
Arjuna duduk bersimpuh di hadapan eyang putri. Meletakkan kepalanya di pangkuan wanita sepuh yang sangat berkarisma itu.

"Eyang harus sehat, Eyang Putri harus panjang umur. Juna akan melakukan apapun agar Eyang Putri selalu sehat dan panjang umur. Jika Eyang lelah, istirahat lah. Diajeng Nastiti biar saya yang mengurusnya." Arjuna berucap lembut.

Eyang Putri tersenyum, lalu mengusap lembut rambut cucunya itu.

"Apa vitamin Eyang masih ada?  Apa perlu saya periksa kesehatan Eyang?" Arjuna memberikan perhatian yang begitu tulus.

"Kau begitu mirip dengan mendiang ibumu, Juna. Tapi Eyang sudah lelah. Tubuh ini sudah tak muda lagi. Berapapun banyaknya obat yang kau berikan. Tubuh Eyang takkan mampu melawan waktu. Oleh sebab itu cucuku,  Arjuna. Cepatlah kau menabur benih di rahim istrimu, lalu ciptakanlah penerus baru trah Nitis Sukma, cucuku Arjuna!"

Arjuna terdiam mendengar ucapan Eyang Putri. Bagi lelaki yang rupawan itu, Eyang Putri adalah pengganti ibunya yang telah tiada. Eyang Putri lah yang merawatnya sejak Arjuna berumur tujuh tahun, semenjak sang ibunda meninggal dunia.

Keinginan Eyang Putri bukanlah sesuatu yang bisa dia tolak. Biasanya, Arjuna akan langsung menuruti perintah Eyang Putri tanpa membantahnya sedikitpun. Namun entah kenapa kini hatinya ragu. Lelaki muda itu tak tega untuk memaksakan kehendak Eyang Putri kepada istrinya, Amanda.

Eyang Putri yang merasakan keraguan di hati Arjuna pun terdiam, gerakan tangannya di rambut sang cucu terhenti. Arjuna yang paham dengan kekecewaan sang Eyang Putri lantas mendongakkan kepala agar dapat menatap ke wajah Eyang Putri yang begitu dikasihinya itu.

Arjuna memegang dengan erat telapak tangan Eyang Putri dengan kedua tangannya dengan lembut. Lalu menciumnya dengan hikmah. Berharap Eyang Putri paham jika kini hatinya tengah meragu.

"Arjuna, cucuku!" Eyang Putri bersuara pelan.

"Nggih Eyang, kawula nyuwun pangapunten,  Eyang." ( Iya Eyang,  saya minta maaf Eyang.)
Arjuna tahu jika sikapnya telah membuat Eyang Putri yang sangat dia sayangi itu kecewa.

"Kau tahu Juna,  Eyang sangat menyayangi mu. Eyang jugalah yang telah merawat mu sedari engkau kecil."

"Nggih Eyang, ngapunten." Arjuna menjawab dengan suara bergetar.

"Arjuna, cucuku."

"Nggih Eyang."

"Jika kau membuat Eyang kecewa, tak apa, Juna. Namun jangan sampai engkau membuat beliau marah. Jika masanya tiba, lakukan tugasmu sebaik mungkin, Juna. Jangan kau buat beliau murka." Kini giliran Eyang Putri yang berucap dengan nada bergetar.

Arjuna langsung terdiam begitu Eyang Putri menyebut nama beliau. Tubuhnya menjadi kaku, keringat dingin langsung membasahi tubuh lelaki yang menyandang gelar Nitis Sukma itu.

Eyang putri mengusap lembut bahu Arjuna dan mengulangi perkataannya.

"Eyang mohon, jangan sampai beliau murka, Arjuna! Lakukanlah tugasmu dengan baik, cucuku."

GARIS DARAH WARISAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang