Chapter 8

96 31 2
                                    

Chen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chen

Chen

Chen

Alis gue berkerut, suara papi tergiang-ngiang lembut di telinga, panggilan itu seakan berasal dari tempat yang sangat jauh, mata gue masih tertutup rapat dengan kepala yang sedikit terasa agak pusing.

"Chen!" Teriak papi.

Teriakan itu sontak membuat gue membuka mata dengan cepat, lalu menyipit sedikit setelahnya, karena reaksi impuls saat cahaya mendadak mengenai mata. Saat itu, gue liat papi tengah berdiri sambil menatap bingung ke arah gue.

"Disuruh ngambil tangga, kamu malah tidur di gudang," gerutu papi.

Setelahnya, dia menunduk sedikit untuk menjangkau tangga di samping gue.

"Tidur?" Lirih gue sambil menoleh ke sekitar.

Ternyata gue beneran masih di gudang, perlahan gue bangkit sambil mengerutkan kening, apa yang terjadi sampai gue bisa tidur di gudang? Gue berusaha keras mengingat sampai akhirnya gue ingat. Kucing! Iya kucing itu, yang merupakan tersangka utama dari kasus pingsannya gue di gudang, lantas gue celingak celinguk menemukan keberadaanya, namun kucing putih itu sudah menghilang.

"Tidur di kamar sana," titah papi sambil menghela frustrasi.

Mungkin papi heran, kenapa bisa punya anak kayak gue, saat papi hendak melangkah pergi, gue buru-buru mencegat.

"Pi!" Teriak gue.

Papi menghentikan langkahnya, lalu menoleh lagi ke arah gue. Lantas gue berdiri sambil menyeka celana yang dipenuhi debu lantai gudang yang sudah berpindah ke tubuh gue.

"Papi liat kucing nggak?" Tanya gue.

"Tiap hari papi liat kucing Chen," jawab papi.

"Maksud Chen bukan kucing Mami."

"Terus kucing siapa lagi?"

"Pas papi masuk gudang tadi, papi nggak ngeliat kucing?"

Papi menggeleng, kali ini wajahnya kelihatan benar-benar udah pasrah sama kelakuan gue.

"Bulunya putih," gue mencoba ngasih ciri-cirinya, namun papi masih menggeleng.

"Matanya bulat besar dan warna biru laut," ujar gue lagi.

"Mungkin kamu mimpi," jawab papi akhirnya, lantas ia melenggang pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi.

Gue menggelengkan kepala ke kanan, lalu mengerutkan kening dalam sambil menggaruk kepala, mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi, namun karena otak gue jarang dipakek, gue nggak bisa mikirin apa-apa.

Karena udah capek berpikir keras dan tidak kunjung menemukan jawabannya, gue segera meninggalkan gudang, lalu bergegas masuk rumah. Jika yang papi bilang itu benar, artinya kucing cantik yang bisa bicara itu hanya mimpi, dan itu lebih masuk akal tentunya. Tapi jika itu mimpi, kenapa terasa begitu nyata?

Chen And His Diary (Coming Soon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang