SATU

64 10 3
                                    

Ptarrr.....
Keras sekali. Wanita dengan rambut berponi yang dikuncir kuda menampar seorang pria yang tengah duduk bersampingan dengan seorang gadis berkacamata.

Pandangannya tajam menusuk wajah pria itu yang mengerang kesakitan sambil mengusap usap pipinya yang memerah. Kejadian itu seakan menyita perhatian ramai orang di Apron Cafe. Alunan Jazz tiba tiba saja di hentikan dan mengubah suasana menjadi hening sekali.

Wanita itu masih melotot dengan dadanya yang membusung menantang. Keningnya berkeringat. Nafasnya berat tersengal sengal seakan sesak oleh emosi dalam kepalanya.

" Cowok bajingan ! " ucapnya penuh amarah. Sesekali menatap wanita berkacamata yang tengah terdiam dalam kebingungannya. " Sekali aku masih coba sabar tapi kali ini gak ada tolerir lagi, Res ! "

Pria itu Ares. Ia masih terdiam dengan kening mengerut seakan menata kata dalam bibirnya yang tiba tiba saja menghilang. Baru beberapa menit ia berbincang - menggoda Vera. Wanita berkacamata yang kini terlihat sangat kaget dengan pemandangan spontan yang terjadi dihadapannya.

" Mau alasan apalagi kamu? Temen kampus? Guru les? Basi tau gak ! "

" Bukan gitu Levita..." kata Ares, lirih. Pandangannya bergeser ke Vera yang menyimak perbincangan mereka. Ares sangat resah sekali.

" Terus? "

Ares kehabisan kata. Ia tidak punya alasan bagus untuk mengelak. Pipinya masih terasa perih karna tamparan spontan dari Levita. Ia juga canggung karena banyak mata yang tengah membidik kearahnya.

" Sudah berapa wanita yang jadi korban kamu ? Jujur ! "

Pandangan Ares beredar ke sekitar Apron Cafe yang suasananya berubah menjadi amat menegangkan. Semuanya terlihat menjadi sangat serius. Sedangkan Levita terus saja melototi dirinya dengan narasi yang seakan memaksanya harus mengakui segala opini Levita.

" Gak gini juga caranya, kan malu di liat orang " ucap Ares dengan bibir yang merapat ke telinga Levita. Tatapan Ares canggung sekaligus takut. Disamping itu ia sungguh khawatir Vera menyimak semuanya.

" Rame kali, viral loh " sambungnya lagi seakan meyakinkan Levita untuk menyelesaikan ini secara baik baik. Ares seperti berusaha mengambil alih keadaan.

Pria dengan postur tegap dan potongan rambut seperti Jeon Jung - Kook ini lantas menghadap ke khalayak puluhan mata yang menyoroti dirinya. Ares menghela nafasnya dalam dalam dengan memasang wajah yang setenang dan begitu percaya diri sekali.

" M..maaf mengganggu waktu kalian, percayalah ini cuma salah paham " jelasnya dengan gestur yang seakan akan dirinya memang tidak ada masalah apapun. Lalu bibir bibir itu bergumam dalam nada rendah yang ramai sekali. Ares pikir ia sudah mengambil langkah yang tepat.

" Dasar gak punya hati ! "

Levita menarik jaket Ares sambil meraih segelas Double Espresso yang tergeletak sangat terjangkau sekali diraih olehnya. Lantas menyiramnya ke wajah Ares hingga basah sampai ke dada pria tegap itu. Semua orang terkejut dengan bola mata yang membesar. Kemudian Levita pergi begitu saja dengan kedua bola matanya yang melelehkan air mata.

Ares mengumpat kesal. Pandangannya tertuju seketika kearah Jerry. Seorang Barista sekaligus rekan baiknya yang seakan memberi kode dengan bahasa matanya seakan mengatakan, ini buruk sekali. Tapi Ares cuek saja. Ia malah lebih memikirkan keadaan dirinya yang basah karena disiram oleh Levita.

" Biar aku jelaskan semuanya. Aku bisa jelaskan ini sejelas jelasnya "

Vera bangkit dari duduknya. Wajahnya terlihat kesal dan sangat malu sekali. Itu tentu karena ia merasa kejadian tadi secara tidak langsung menyeret dirinya pada inti permasalahan. Yang jelas, Vera merasa ia tidak ingin orang orang memiliki opini yang macam macam terhadap dirinya. Perebut laki orang misalnya.

Merah StrawberryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang