e

95 15 0
                                    


kadang aku bingung hidup itu apa, bagaimana, di mana, dan siapa. rasanya seperti hampa, terlalu monoton dan tak tahu arah. yang aku tahu, aku ada karena ada. sama seperti kita, tak banyak kata dan apa adanya.

dulu, waktu aku baru kenal tiga minggu dengan reina, dia pernah bilang begini.

"catatan-catatan tidak penting di ponselmu, struk-struk belanja yang kamu remat, sandalmu yang jarang dicuci, tugas-tugas menumpuk, lagu-lagu yang belum kamu dengar, uang recehan yang kamu kumpulkan, awan putih, suara bising anak-anak komplek, dan hal-hal sederhana lainnya. kamu bisa pilih sesukamu, jen. aku sering menjadikannya alasan untuk melanjutkan hidup."

untuk yang pertama kalinya pula, aku mendengar reina bicara begitu banyak. tatapan matanya biasa-biasa saja dan tangannya sibuk memutar-mutar kancing seragam. reina kalau sedang berbicara, jarang sekali menatap mata lawan bicaranya.

aku sih tidak masalah, soalnya aku jadi lebih leluasa memandangi bentuk wajahnya yang mau bagaimana pun, tetap saja cantik.

"kalau habis pulang sekolah, kamu singgah ke mana?" tanyaku suatu hari.

"gak singgah ke mana-mana. aku langsung pulang." jawabnya begitu.

hari itu aku ajak dia pulang bareng naik sepeda motorku yang tidak pernah berubah sejak kelas sepuluh. reina mau-mau saja.

"kalau singgah ke lapangan komplek tempat aku tinggal, mau gak?" tanyaku.

perempuan dengan surai sebahunya itu cuma diam saja. tanpa menjawab pertanyaanku, dia langsung naik ke jok belakang. aku menahan senyum sambil bertanya sekali lagi, "mau?"

pada akhirnya, gadis itu mengangguk. "tapi pulang ke rumahku dulu, ya." katanya.

"iya." yang ini kataku. lalu segera menghidupkan mesin motor dan pergi dari area sekolah.

pulang ke rumah.

reinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang