Kenekatan Elsa❗

7 0 0
                                    

Humaira membuka sedikit matanya ketika sepasang tangan membelai pipinya. Ia menyipitkan matanya mencoba menelisik siapa yg membangunkannya. Sentuhan ini, tentu dia sudah hapal dengannya.

"Bundaaa....." Humaira menguap lebar sambil meregangkan badannya. Dia memeluk Bunda erat-erat. Bunda terkikik geli melihat tingkah laku putrinya.

"Anak Bunda baru bangun. Kok abis sholat subuh tidur lagi, Sayang?" Bunda melepaskan pelukan Humaira dan memegang kedua pipinya.

Humaira menatap sayu bundanya. "Aira ngantuk, Bunda..." jawab Humaira sambil menyandarkan kepalanya di dada sang bunda.

Bunda mengusap kepala putrinya. "Bangun, yuk. Udah jam setengah 6 tuh. Nanti abangmu kesel nungguin," kata Bunda.

"Oke, Bun." Humaira beranjak dari kasurnya. Ia meraih handuk dan menuju kamar mandi. Bunda tersenyum dan membereskan tempat tidur Humaira.

Selesai mandi, Humaira mengganti bajunya dengan baju seragam. Walau ia anak yg manja, Humaira adalah anak yg rajin. Ia sudah menyiapkan buku-buku pelajaran sejak tadi malam. Ia juga sudah mengecek jikalau ada tugas yg belum ia kerjakan. Humaira memakai jam tangannya. Tertera di sana pukul 05.45.

Selesai bersiap-siap, Humaira turun menuju ruang makan. Keluarganya sudah menunggu di meja makan. Bunda mengambilkan sarapan untuk Humaira. Humaira duduk di samping Bunda. Ia melahap makanannya. Ia suka semua makanan buatan Bunda. Sangat enak. Ayah dan Bunda makan secara perlahan namun terlihat berwibawa. Sementara Taufik makan dengan kalem.

"Aira, pulang sekolah jangan lupa, ya." Bunda mewanti-wanti.

"Jangan lupa apa, Bunda?" tanya Humaira dengan mulut penuh makanan.

"Ehemm..." dehem sang ayah memberi kode agar Humaira menelan makanannya terlebih dahulu. Taufik hanya melirik dan kembali melanjutkan makannya.

Humaira yg sadar akan kode dari ayahnya pun nyengir dan menuruti kata ayahnya. Setelah menelan makanannya ia kembali bertanya, "Hehe maaf, Yah, lupa. Oya, Bun, tadi mau apa pulang sekolah?"

"Hari ini kan jadwal kamu control, Sayang," jawab Bunda singkat.

Humaira terdiam. Ya, Bunda benar. Ia mempunyai penyakit paru-paru yg mengharuskannya control ke rumah sakit tiap 2 minggu sekali. Melihat Humaira terdiam, Bunda lalu mengusap punggungnya. "Gak usah takut, Ra. Orang cuma periksa aja kok, sama ganti obat. Seperti biasa aja," kata Bunda menenangkan Humaira. Humaira hanya mengangguk sambil tersenyum pada Bunda.

Selesai sarapan, Humaira lalu memakai sepatunya. Ia menunggu kakaknya di teras rumah. Tak lama, Taufik keluar dengan motornya. Ia sudah siap mengajar sekaligus mengantar adiknya ke Aliyah. Jarak dari rumah Humaira ke pesantren tak terlalu jauh. Hanya butuh waktu 10 menit. Sebenarnya Ayah dan Bunda Humaira meinginkan Humaira tinggal di asrama pondok. Namun Humaira bersikeras tidak mau. Ayah keluar mengendarai mobilnya. Ia memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah dan turun. Alasan Humaira menumpang pada kakaknya bukan pada Ayah karna Humaira yang minta seperti itu. Jujur, Humaira lebih suka naik motor daripada mobil.

Taufik mencium tangan Ayah dan Bunda lalu menyalakan motornya. Humaira mencium tangan Ayah, lalu Bunda. "Aira berangkat dulu ya, Bunda. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati di jalan ya." Bunda membelai lembut kepala Humaira.

Humaira naik ke jok belakang motor kakaknya dan melambai pada kedua orang tuanya. Motor melaju. Humaira memegang erat jaket yg kakaknya pakai. Ia menggigil kedinginan. Hari itu masih pagi. Wajar saja dingin karna mereka tinggal di dekat pegunungan. Humaira merapatkan jaketnya. Padahal ia sudah memakai jaket tebal tapi masih terasa dingin. Sesampainya di depan gerbang Aliyah, Taufik malah memasuki gerbang pondok dan menuju kantor Asatidz junior.

Tulisan Pena Humaira🖋️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang