Chapter 10

766 61 22
                                    

_Minah Hartika_

Sebuah cahaya gemerlapan hadir sesaat setelah Xiao Zhan merundukkan tubuhnya di atas tempat dengan kerikil di sekitarnya. Ia berlutut tepat di sisi tebing untuk mencari sesuatu. Dan sekian lama mencari, akhirnya ditemukan olehnya sebuah kalung, yang mana ia hafal benar itu adalah kalung miliknya yang sengaja terlempar dari tangan Wang Chengxin tadi.

Zhan sedikit menarik dua ujung bibirnya saat melihat kalung tersebut tengah tergantung di salah satu batang pohon yang tumbuh di antara dinding tebing tersebut. Tak ada rasa takut, padahal tebing tersebut menampakkan dasar bebatuan di bawah sana, bersama deburan ombak besar yang berulang kali menghantam dasar tersebut.

"Ish!" rutukan pelan terdengar saat Zhan merasa tangannya tak cukup sampai untuk menggapai kalungnya. Sejenak ia bangkit dan mengambil apa saja yang dapat membantunya. Namun tak ada. Tak ada apapun, atau mungkin sekedar ranting kering yang akan membantunya? Tak ada!

Zhan menghela nafasnya sesaat. Perlahan ia kembali mencoba menggapai kalungnya. Menyentuhkan perutnya pada kerikil-kerikil kecil di sana. Tangannya terulur untuk menggapai sang kalung. Bahkan separuh tubuhnya mendongak semakin masuk ke dalam bagian hampanya jurang, dan merunduk dengan satu tangan yang berpegangan pada rerumputan tua di sekitarnya, yang Zhan pikir akan menjaganya. Akan membantunya.

Tak butuh waktu lama pada akhirnya, Zhan kembali menggenggam kalung salib miliknya. Namun rumput tua yang menjadi pegangan Zhan tak mampu menjaganya lebih lama. Akar-akarnya mencuat keluar dari tanah dan iapun tak mampu lagi menancapkan tubuhnya di dalam tanah. Bagaimana? Padahal setengah tubuh Xiao Zhan masih mendongak ke arah jurang. Dan..

"Agh!" Zhan akhirnya memekik dalam keterkejutan tanpa mampu berteriak lebih keras. Sebuah guncangan keras dia rasakan seketika dengan suara-suara yang terdengar keras.

Srak..

Prak..

Bugh!

"Engh!" Xiao Zhan terhenyak dan menahan nafasnya. Guncangan itu terhenti pada akhirnya setelah satu hantaman keras ia rasakan. Namun suara deburan ombak terasa dekat di telinga Zhan saat itu. Ia tersadar ketika dilihatnya bebatuan yang basah kini dihuni tubuhnya yang terbujur kaku.

Zhan tersenyum getir. Ia tahu dan sangat sadar atas apa yang kini terjadi padanya. Sempat terpikir olehnya, sebuah rasa lega karena dirinya tak harus merasa sakit meski jatuh sedemikian rupa. Namun..

Sret.

Ia cemas kala hanya jemarinya yang mampu ia gerakkan. Tubuhnya tak sedikitpun dapat ia gerakkan. Hanya jari-jarinya saja dengan kalung miliknya di sana. Ada! Kalungnya melingkar di sela-sela jarinya. Ia tak mampu lagi melakukan apapun. Ia tak lagi dapat mengharapkan apapun. Pandangannya mulai memudar. Namun mungkin ia tetap memiliki satu harapan. Karena di antara suara debur ombak itu ia berbisik, "Gege.." dengan sisa tenaga yang dimilikinya.

Bebatuan tajam di sekitarnya, juga lembayung sore yang indah itu menjadi saksi saat Xiao Zhan menutup matanya perlahan. Dengan bulir air mata yang bercampurkan darah, keluar dari dua bola matanya. Satu pesan mungkin Zhan biarkan mendengung di sana. Panggilannya untuk sang gege. Maka biarkan itu terlepas dan akan terdengar meski jarak mereka berjauhan. Disinilah naluri berkata. Hati mereka yang berbicara, menyampaikan pesan satu sama lain dari raga berbeda dengan darah yang sama mengalir pada masing-masing tubuh mereka. Akankah tersampaikan?

AGEUSIA [Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang