Christmas : 05

57 9 146
                                    

"Apa kabar, Kujo Tenn?" tanyaku sekadar basa-basi.

Kami masih di tempat yang sama, area Zero Arena dengan aku masih duduk manis di pagar pembatas dan ia berada di sebelah kiriku, menjaga jarak.

"Aku baik." Ia menjawabnya dengan singkat.

"Syukurlah." Aku berkata demikian seiring dengan gerakan mata melirik ke arahnya. "Lalu apa kabar dengan adik dan pekerjaanmu itu? Sama baiknya dengan kabarmu?"

Kujo Tenn mengangguk pelan dalam lirikanku lantas ikut melirik ke arahku. "Mereka semua baik, sama baiknya dengan kabarku," sahutnya membuatku mengangguk paham.

"Bagaimana denganmu?"

"Cukup baik," jawabku seadanya.

"Apa tidak ada sesuatu yang membuatmu berada di titik terendah?"

"Ppfft ...." Aku menahan derai tawa yang akan keluar sebentar lagi, punggung tangan kanan menutup mulutku dan berharap ia tidak mendengarnya.

"Kenapa kau tertawa? Apa ada hal yang lucu?"

Oh, sepertinya aku kurang beruntung. Ia mendengar tawaku meski tertahan, aku menoleh ke arahnya dengan punggung tangan masih menutup mulut.

"Kenapa?" tanyanya dengan raut wajah datar.

Aku menurunkan tangan dari mulut sembari menggeleng samar. "Tidak biasanya seorang Kujo Tenn menanyakan hal sedemikian rupa untuk teman lamanya, terlebih lagi seorang gadis," celetukku membuatnya mengernyitkan dahi.

"Apa itu salah?" tanya laki-laki itu begitu datar. Aku menggeleng pelan sembari mematrikan senyuman tipis, "Itu sama sekali tidak salah, Kujo Tenn. Hanya saja ... kau jarang menanyakan hal tersebut kepada siapapun, terlebih adikmu sendiri." Terdiam sejenak untuk mengolah kalimat agar tidak terjadi kesalahpahaman saat kulontarkan nanti. "Aku bukan bermaksud menyinggung perasaanmu atas perkataanku tadi, maaf ...."

Kujo Tenn terdiam sejenak lantas menggeleng pelan, "Tidak, itu sama sekali tidak membuatku tersinggung."

"Apa kau yakin?"

"Hm." Ia berdeham sebagai jawaban, arah mata tak lagi melirikku melainkan menatap ke depan.

Sekian kalinya aku mematrikan senyuman tipis, kedua iris silver-ku menatap ia lamat-lamat, menatap tiap lekukan wajah dan ekspresinya. Entah kenapa pesona yang dimilikinya memancar begitu kuat, pesona atas sikap tegas, disiplin dan pekerja keras menguar begitu saja seakan tidak ada yang menghalanginya. Selain itu, aku merasa ada secercah aura hangat dari dalam dirinya, berbaur di antara sikap-sikap yang dimilikinya. Perfect, satu kata dariku untuknya.

"Sepertinya kau sangat suka menatapku, ya." Kujo Tenn berkomentar demikian dengan sedikit melirik ke arahku, membuatku mengganti senyuman menjadi kikuk. Dalam benak, kubertanya pada diri sendiri, apa dia risih karena aku terus menatapnya tanpa mengalihkan pandangan barang seinchi pun?

Seolah tahu apa yang kutanyakan pada diri sendiri, ia menjawab tanpa ragu. "Aku sama sekali tidak risih, lakukan sesukamu, Nathalia."

"Thank you, Kujo Tenn. Sorry for making you feel uncomfortable," kataku merasa bersalah.

"Sudah kukatakan, bukan, kalau aku sama sekali tidak merasa risih?" ulangnya dibalas anggukan penuh dariku. "Iya, kau sudah mengatakannya. Meski begitu ...." Aku memberi jeda sejenak pada kalimat yang akan kuucap. "... aku tetap meminta maaf padamu," lanjutku membuatnya mengembuskan napas pelan. Hening setelah itu, kami sama-sama terdiam dan menikmati suasana seperti ini, suasana yang jarang kami temukan kala aktivitas mengepung tanpa henti.

❬Christmas : Kujo Tenn x Oc❭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang