JVT - The Decision

178 42 0
                                    

"Kenapa muka lo bete gitu? Abis berantem ya sama si Adit?" tanya Mila saat melihat kedatangan Kanaya sambil uring-uringan.

"Ngga usah elo sebut sebut nama dia di depan gue!" ucapnya kesal. Mila bergidik ngeri ditatap tajam oleh Kanaya seperti itu.

"Oke oke. Keep silent." Mila memperagakan bibirnya seperti di sleting dan segera menjauhi rekan kerjanya itu.

"Pasangan bucin kita berantem?"

"Tumben banget."

"Iya bener. Kok bisa ya mereka berantem. Selama ini akur akur aja loh. Gue sampai heran kok bisa setahun pacaran tapi adem ayem. Tadinya gue mau minta saran mereka kenapa hubungan mereka adem ayem. Tapi kayaknya ngga jadi tanya deh."

Kasak kusuk pun mulai terdengar tapi Kanaya enggan memperdulikannya. Ia masih kesal sama Adit. Bisa bisanya dia tidak tahu menahu tentang diri kekasihnya itu. Padahal hubungan mereka sudah berjalan satu tahun lamanya. Bahkan memiliki rencana yang sama untuk masa depan hubungan mereka.

Bukan Kanaya tidak pernah bertanya. Selama ini ia selalu bertanya dikala ada kesempatan tapi Adit selalu bisa menyembunyikan atau mengalihkan pembicaraan mereka.

Pada awalnya Kanaya menganggap masih terlalu dini untuk mengenal keluarga sang kekasih tapi makin kesini pria itu semakin misterius. Hingga puncaknya tadi siang saat sang kekasih mengajaknya untuk menikah.

"Dia tahu seluk beluk keluarga gue tapi gue ngga tahu sama sekali keluarga dia. Sialan!" makinya.

***

Defontein Apartement, Menteng.

Seorang pria sedang berdiri menghadap sebuah kaca besar yang menampilkan hiruk pikuk jalanan Ibukota. Pria itu tampak gusar menerima sebuah panggilan telepon dari seseorang.

"Mau sampai kapan kamu terus seperti itu? Segera pulang dan ambil alih perusahaan," ucap suara seorang wanita paruh baya.

"Aku belum bisa pulang Mam. Pekerjaan ku disini belum selesai."

"Itu itu terus yang kamu katakan sama Mami. Mau sampai kapan kamu terus menghindar. Jangan bilang kamu mau menetap di Jakarta!"

"Memangnya kalau aku mau tinggal menetap di Jakarta kenapa Mam? Aku senang tinggal disini."

"Kamu ngga boleh tinggal di Jakarta. Kamu sudah punya keluarga di Sydney. Elma tidak mungkin pindah ke Jakarta mengikuti kamu."

"Elma selama ini baik-baik saja Mam kami LDR. Dia isteri yang pengertian. Dan komunikasi kami sangat baik Mam."

"Mungkin Elma tidak akan berani meminta mu untuk pulang. Tapi Mami sangat yakin dia merindukan mu. Kau pikir istri mana yang tahan LDR an dengan suaminya selama ini, hah!"

"Mom please..."

"Pulang ke rumah secepatnya atau mami datang ke Jakarta menyeret mu pulang?"

Sang pria menghela nafas berat. Jika Stevia sudah mengatakan pulang paksa, maka ibunya akan benar-benar datang ke Jakarta lalu menyeretnya untuk kembali ke Australia.

Selama ini Stevia berdiam diri dan sabar tapi tidak kali ini. Jika ia sudah mengancam maka ancamannya itu akan segera terwujud.

"Halo? Kamu masih dengar mami ngomong kan?"

"Iya Mam. Aku masih denger."

"Jadi, apa keputusan mu? Pulang sendiri atau pulang paksa?"

"Oke. Aku akan pulang secepatnya tapi tidak bisa bulan ini. Pekerjaan ku sangat banyak Mam. Aku ngga mungkin..."

"I don't care! I don't really care oke. Jika sampai akhir bulam kamu tidak pulang, maka jangan salahkan Mami yang akan menyeretmu pulang!"

JE TE VEUX (VERY VERY SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang