.
.Rue menatap langit langit kamarnya. Ruangan yang mengintai setiap gerak geriknya selama ini. Berbaring cukup lama membuat otot punggungnya kaku, ia berjalan ke arah cermin. Menatap sepasang manik berwarna coklat terang, tersirat kesedihan yang luar biasa disana, bahkan sang empunya tak mengetahui penyebabnya.
Rue melihat kondisi dirinya secara keseluruhan. Dengan rambut yang botak, wajah yang tirus, bibir kering nan pucat , dan beberapa lebam di bagian wajah. Terlihat sangat tidak sehat. Dia membuka kaos kucel yang sudah ia kenakan selama empat hari. Menyisakan sport bra dan celana pendek sepaha. Bahkan ruas ruas tulang rongga dadanya sudah terlihat. Entah sudah berapa hari anak itu tidak menyentuh makanan sama sekali, hanya minum.
Orang tuanya sibuk bekerja, jarang pulang bahkan terkadang tak pulang sama sekali. Membiarkan anak semata wayangnya mengurus diri sendiri. Dalam seminggu Mamanya hanya beberapa kali pulang ke rumah, ntah itu untuk mengambil berkas yang tertinggal atau hanya sekedar menyetor muka pada Rue.
Setelah menerima pesan dari Mama nya, Rue segera bergegas ke kamar mandi, membersihkan diri dan berdandan seolah dia baik baik saja. Menggunakan sweater oversize dan baggy pants, Membuat lekuk tubuhnya tertutup sempurna. Mama Rue akan pulang sore ini, setelah melakukan perjalanan dinas selama delapan hari ke luar kota. Itulah alasan kenapa gadis itu memutuskan untuk bebersih padahal sudah empat hari dia tidak mandi.
"Kamu makin kurus aja, makan dong Rue. Masa harus disuruh dulu, kamu kan udah gede." Celoteh Anne (Mama Rue) di ruang tengah
Rue hanya mengangguk memberi jawaban.
"Mama mau berapa jam disini ?" Tanya rue yang membuat aktifitas Anne terhenti seketika. Tersinggung dengan pertanyaan yang Rue lontarkan barusan. Ia menaruh lagi berkas yang sudah ia susun rapi. Anne berdiri di hadapan Rue, membuat Rue harus mendongak ke atas. Melihat kilatan amarah di mata Anne membuat Rue menyesali pertanyaannya tadi.
"Rue jangan mulai lagi. Mama kan kerja buat kamu. Buat keluarga kita. Kamu kan tau Mama sendirian, Mama harus besarin kamu sendiri, nafkahin kamu, kerja keras buat kamu. Kamu fikir kamu makan ga pake uang. Dewasa dikit dong Rue , tau diri." Ucap Anne sebelum pergi meninggalkan Rue yang terduduk lesu di sofa.
Hey. Bahkan Rue masih delapan belas tahun. Justru akan tampak aneh jika dia bersikap dewasa seperti dua puluh tujuh tahun. Tapi Rue hanya dapat membenarkan perkataan Anne tadi. Tak membantah sama sekali, toh kalaupun Melawan Rue akan kalah telak.
Anne adalah single parents, harus membesarkan Rue seorang diri. Papa Rue sudah pergi meninggalkan keluarganya sejak Rue berusia tiga tahun. Membuat Anne terpukul kala itu dan harus membesarkan Rue seorang diri. Bahkan ia tak menuntut Rue untuk bekerja padahal Rue sudah lulus SMK tahun ini. Anne membiarkan Rue melakukan apapun yang ia inginkan. Tak ada tuntutan sama sekali. Alih alih takut Rue akan terjerumus pergaulan bebas yang tengah marak akhir akhir ini. Anne justru memaksa Rue untuk keluar dari kamarnya dan pergi hangout bersama teman sebayanya.
Itulah penyebab kenapa Rue tak mau membantah ucapan Anne sama sekali. Karna ia harus tau diri. Anne pasti sudah lelah berjuang membesarkan Rue sendirian.
Rue balik ke kamarnya. Melihat ruangan gelap itu. Padahal dulu dia tak bisa tidur jika gelap, tapi sekarang dia bahkan tak nyaman di ruangan terang. Karna Rue merasa dirinya akan terlihat sangat jelas. Itulah penyebab ia jarang keluar rumah. Lagian untuk apa? ia memilih untuk tidak kuliah dan menganggur, karna ia masih bingung dengan pekerjaan macam apa yang cocok untuknya. Rue juga tak ingin selalu bergantung pada Anne. Dia ingin berdiri dan berjalan dengan kakinya sendiri. Tapi apa daya, jika ternyata mentalnya masi terbelenggu di ruangan gelap dan pengap ini.
Rue duduk di sofa kamarnya. Menghadap ke jendela besar yang sudah beberapa hari tidak ia buka. Membiarkan udara terperangkap di dalam kamarnya. Rue manarik gorden tinggi itu. Memperlihatkan langit senja yang tampak indah merona. Dihiasi burung burung yang bersiap untuk pulang ke sarangnya.
Rue mengambil Kalimba yang tergeletak di meja. Memetik barisan besi itu hingga menciptakan sebuah nada. Lantunan melodi indah yang benda itu hasilkan membuat rue merasa lebih tenang. Jiwa nya seperti berada di hamparan safana. Tak lagi terjebak di dalam lubang hitam yang membelenggunya.
"Rue, Mama pergi dulu ya. Hati hati di rumah, bye." Teriak Anne berpamitan.
Rue hanya bergumam tak menyahuti teriakan Anne, toh Mamanya juga tak akan peduli.Bahkan mereka tak makan malam bersama. Bahkan tak sampai satu jam Anne berada di rumah. Ntah aura suram macam apa yang rumah ini hasilkan hingga Mamanya tak betah berlama lama di sini. Atau bukan rumahnya yang salah, tapi anaknya.
Rue berbaring di ranjangnya. Ruangan ini tak kotor sama sekali, tapi hanya gelap dan pengap. Perut ratanya berbunyi, pertanda butuh di isi. Tapi Rue tak menggubris sama sekali. Ia terlalu lelah untuk melangkah ke dapur. Tak butuh waktu lama untuk ia bisa masuk ke alam mimpi. Bagian dari hidup yang sangat ia senangi.
###
Hai ... ini cerita pertama saya .
Saya harap kalian bisa menikmati cerita saya.
Terimakasii ...
.
.
Dan jangan lupo vote dan komen ya guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUE.JIAN - Part of her life
Teen FictionCermin itu menampilkan sosok perempuan cantik namun berantakan. Dengan kantung mata yang kian menghitam dan kulit yang kusam. Tak ada cahaya yang tersirat dari wajahnya. Dia tersenyum sangat lebar, tapi tak ada ketulusan yang tersirat di senyumnya...