3. Upacara

24 6 0
                                    

Keandra menghentikan mobilnya tepat, didepan gerbang tinggi menjulang yang membatasi rumah Ananta. Ia membunyikan klakson sekali, hingga gerbang itu terbuka memperlihatkan seorang pria berseragam hitam tersenyum ramah dan mengangguk kepadanya.

Sekali lagi, Keandra membunyikan klaksonnya sebagai tanda hormat, lalu menjalankan mobilnya masuk kedalam pekarangan rumah Ananta.

Keandra memarkirkan sedan hitamnya dihalaman rumah Ananta, ia kemudian turun dan berjalan masuk ke dalam rumah anak itu dengan langkah tegas.

"Ngga sarapan?" Tanyanya saat sampai diruang makan dan melihat Ananta hanya meminum susunya dengan terburu-buru.

Ananta menoleh, ia tersenyum lalu menggelengkan kepalanya pelan.

"Nanti aja, disekolah. Ngga keburu, ayo!" Ia kemudian meraih tasnya dengan sedikit tergesa-gesa, lalu menarik tangan Keandra seenak hatinya.

"Keburu, sarapan dulu." Keandra mengentikan langkahnya yang terpaksa membuat Ananta juga berhenti.

Ananta memicingkan matanya, menatap Keandra lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Udah jam 7 kurang. Ayo, buruan!"

Keandra kemudian hanya pasrah, saat tangan Ananta kembali menariknya dengan sedikit berlari.

Menjemput Ananta sudah menjadi rutinitasnya sejak dulu. Ia tidak pernah membiarkan anak itu untuk berangkat sendiri kesekolah, bahkan jika anak itu berkata ia diantarkan oleh sang supir.

Keandra selalu merasa waspada, terhadap musuh-musuhnya yang selalu mengincar Ananta karena mengetahui bahwa anak itu tidak bisa berkelahi serta, Ananta yang menjadi kelemahannya dan anggota Guardian.

Hanya dia dan anggota Guardian yang ia ijinkan untuk mengantar jemput anak itu. Ananta hanya menurut, ia tidak pernah merasa terganggu sama sekali. Ia sudah terbiasa, menerima perhatian dari Keandra serta sahabat-sahabatnya yang lain.

Lagi pula, hanya mereka yang peduli terhadap dirinya kan? Ia tidak memiliki siapapun lagi yang peduli terhadap hidup dan keselamatannya.

Ibunya meninggal saat melahirkan dirinya, sementara ayahnya selalu sibuk dengan segudang pekerjaannya. Jangankan untuk peduli kepadanya, mengobrol atau sekedar bersapa saja hampir tidak pernah. Maka dari itu, Ananta sangat bersyukur bisa berada ditengah-tengah Guardian yang selalu menghilangkan rasa sepi dihatinya.

"Hampir aja, kita telat." Gumam Ananta saat mendengar bel berbunyi tepat saat Keandra berhasil memarkirkan mobilnya diparkiran sekolah.

"Iya anak teladan." Sahut Keandra datar. Namun bukannya membuat Ananta sebal, anak itu malah tertawa melihat betapa kesalnya Keandra selama dijalan, karena Ananta menolak untuk sarapan.

Ananta turun lebih dulu dari mobil, disusul Keandra kemudian. Mereka berjalan beriringan menuju kelas dilantai 2 untuk meletakkan tas masing-masing.

Saat sudah dekat dengan kelasnya, Ananta langsung berlari kecil menghampiri Arka, Arza, Juna, Langit, Rakka dan Reyfan yang tengah berdiri diambang pintu.

"Pagi!" Sapanya sambil tersenyum cerah.

Arza dan Juna langsung tersenyum cerah, merangkul mengapit Ananta setelah bertosan dengan gembira. Sedangkan Arka, Langit, Rakka dan Reyfan hanya tersenyum kecil.

"Tumben lo telat, Ta?" Tanya Langit heran, ia menarik Ananta dari rangkulan Arza dan Juna, lalu membiarkan anak itu untuk masuk kedalam kelas.

Ananta tertawa kecil, ia berjalan masuk untuk meletakkan tasnya diikuti Keandra dibelakangnya.

"Tadi gelud dulu sama, Kean." Guraunya sambil berjalan keluar, "Ayo ke lapangan, entar kena omel Pak Hadi!"

"Gelud kenapa lagi, nih?" Tanya Juna sambil mensejajarkan jalannya dengan Ananta, ia menatap anak itu dengan ekspresi penasaran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GUARDIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang