"Meski otakmu korslet sekalipun."

69 10 3
                                    

Matahari telah kembali ke peristirahatannya, memberikan kesempatan pada bulan untuk menunjukkan eksistensinya. Angin malam pun bertiup lembut, seolah ingin melengkapi cahaya yang dipancarkan sang rembulan.

Kehidupan malam pun dimulai. Toko-toko makanan, pakaian, maupun persenjataan telah tutup, tidak seperti bar yang buka sepanjang waktu. Orang-orang datang untuk mabuk, atau hanya sekadar bercengkrama menghabiskan waktu. Tidak terkecuali seorang pemuda berambut hijau, dengan wajah sedikit merona karena alkohol, dan iris mata zamrud yang kabur.

Izuku sedang berkumpul dengan teman-temannya dari serikat petualang. Tawa canda yang dilontarkan satu sama lain memenuhi ruangan, membuat suasana menjadi meriah.

Mereka semua terlihat akrab, meskipun sebenarnya Izuku baru saja datang beberapa minggu yang lalu. Sikap periang, ramah, dan suka menolongnya membuatnya banyak disukai orang. Belum lagi, meskipun pemuda itu sikapnya seperti orang yang suka main-main, dia punya segudang wawasan soal dunia hingga sering dimintai pendapat oleh rekan-rekan petualangnya.

Izuku hendak meneguk satu gelas bir lagi ketika sebuah tepukan di bahunya menyadarkannya.

"Hei, Midoriya! Kudengar kau mencariku?"

Izuku menoleh, mendapati seorang pria berambut pirang cerah tengah tersenyum lebar padanya. Di belakangnya, berdiri seorang wanita berambut ungu gelap dengan dua lengan menyilang di depan dada, wajahnya tampak bosan.

"Kaminari! Jirou! Tepat waktu. Ayo ngobrol sebentar," ucap Izuku. Dia bangkit dari duduknya dan memberikan gestur agar dua orang yang baru datang itu untuk mengikutinya.

Mereka duduk bersama di pojok ruangan lantai dua, tempat yang lebih sepi daripada ruangan di bawahnya. Tidak berapa lama, seorang pramusaji datang membawakan tiga gelas bir, satu ekor ayam panggang utuh serta dua wadah sedang yang masing-masing berisi salad dan kentang goreng. Izuku sudah memesan itu semua sebelum mereka datang.

"W-woah... ada apa ini, Midoriya?" tanya Kaminari gugup.

Jirou menatap sajian di hadapannya dan beralih memandang Izuku. "Biar kutebak, satu lagi misi berbahaya?"

Izuku tertawa kecil, "Tidak terlalu berbahaya, kok."

"Kau bilang begitu terakhir kali kita menjalankan misi dan aku hampir mati dibawa burung gorgon," ucap Kaminari mengerucutkan bibir.

"Tapi kau masih bisa tuh, makan ayam bersamaku di sini," balas Izuku seraya mematahkan paha ayam dan menyodorkannya kepada Kaminari.

Kaminari menerima paha ayam itu dengan ragu-ragu, teringat dengan burung elang raksasa berbulu emas yang menyambarnya untuk dijadikan pakan anak-anaknya. Dia meneguk ludahnya dengan susah payah dan berniat untuk meletakkan makanan lezat itu kembali ke piring, tepat ketika Izuku bercelatuk.

"Ayam itu tidak akan menggigitmu kok."

Jirou terkikik geli mendengar ledekan Izuku sementara si rambut pirang melihatnya dengan ekspresi tidak percaya. Si iris zamrud hanya tersenyum manis melihat reaksi mereka.

Setelah beberapa saat berusaha menahan tawa, Jirou menarik napas lalu berdeham, memasang wajah serius. "Jadi, misi apa yang kau ambil?"

"Menghabisi titanoboar di gunung Sanja besok," jawab Izuku enteng lalu meneguk bir miliknya.

"Oy oy oy! Itu misi berbahaya dan kau mabuk-mabukan sehari sebelumnya?!" Kaminari berteriak sambil menggebrak meja lalu mengarahkan paha ayam di tangannya ke wajah Izuku, membuatnya tersentak. Aksinya mengagetkan orang-orang di sekitar mereka.

Sadar telah menjadi pusat perhatian, Kaminari menggaruk rambut pirang miliknya. Dengan tawa gugup, dia kembali duduk lalu menggigit paha ayam yang sejak tadi dia anggurkan.

Izuku mengangkat bahunya. "Siapa yang mabuk? Aku masih sangat sadar, kuat sampai sepuluh ronde lagi!" ucapnya semangat.

Kaminari menatap Jirou, satu tangannya menunjuk Izuku. Dia berbisik, "Apa makhluk yang seperti rumput laut ini bisa dipercaya?"

Jirou mendekat lalu balas berbisik, "Meskipun agak gila tapi dia kuat."

Izuku cemberut, "Kasar ah, kedengaran tahu."

Kali ini, gantian Kaminari yang berdeham.

Jirou mencondongkan tubuhnya ke arah Izuku. Dengan suara pelan dia bertanya, "Berapa bayarannya?"

"Masing-masing dua ratus ribu geld."

"Dua ratus ribu?!" seru Kaminari dan Jirou kompak. Kedua mata mereka berbinar.

Tiba-tiba saja Jirou teringat sesuatu. "Kalau tidak salah bayarannya memang satu juta. Jadi, siapa dua orang lagi yang akan bergabung bersama kita?"

Seringai muncul di wajah berbintik Izuku. "Dua selebriti yang baru saja datang kemari."

Dua orang di hadapannya terbelalak. Kaminari lalu bersuara, "Maksudmu ras naga yang galak itu?" tanyanya polos.

Jirou mengangguk-angguk menimpali, "Heee... Mereka memang terlihat kuat, aku jadi merasa tenang."

"Tapi ada satu masalah," ucap Izuku sambil menaruh gelas bir miliknya. "Besok mungkin kita tidak akan kompak dengan mereka."

Jirou mendengus, "Wajar saja dengan kejadian di markas."

"Oh! Yang tadi itu ya?! Aku pikir akan betulan ada perkelahian!" balas Kaminari bersemangat. "Aku mau tahu siapa yang menang!"

Izuku menggaruk tengkuknya sambil tersenyum kecut. "Yang menang jelas Shinso. Bisa-bisa aku didepak dari serikat."

Kaminari tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya, menarik perhatian pengunjung lain di sekitar mereka.  Setelah tawanya reda, dia mengelap air mata yang jatuh dari sudut matanya. Dengan napas tersengal-sengal, dia berucap, "Ma-makanya, kau itu ngapain sih?"

Izuku menarik napas dalam, "Ya, ya. Sudah cukup. Ayo kita fokus lagi."

Izuku lalu mengeluarkan dua carik kertas yang dilipat rapi lalu menyerahkannya kepada dua sejoli di hadapannya. Kaminari menatap lipatan kertas di tangannya dengan heran.

"Itu adalah strategi untuk besok. Jangan terlalu pikirkan yang lainnya, sisanya sudah kusiapkan," jelas Izuku.

"Wuoh! Seperti yang diharapkan, Midoriya!" sorak Kaminari. Dia lalu membuka kertas itu dan membacanya sebentar. Kedua alisnya pun berkerut. Dengan suara pelan dia bertanya, "Ini... Kau serius?"

"Kuasai strategi ini besok, atau kita semua mungkin akan mati. Tapi yah, tenang saja, karena aku ada di sini."

Kaminari menatap Izuku dengan nanar.

:'(

Di lain tempat, seorang penyihir sedang sibuk mengaduk-aduk kuali besar miliknya. Bukannya merapal mantra, malah sumpah serapah yang mengalir lancar, tertuju untuk seorang pemuda berambut hijau daun yang saat ini sedang asik makan-makan di bar.

"Biar kutebak, si brengsek itu pasti lagi senang-senang. Ini sudah kuali keberapa hei! Bajingan tengik, akan kusuruh dia bayar tiga kali lipat! Kenapa minta sesuatu dadakan sekali sih?! Kalau bukan langganan sudah kujitak kepalanya! Argh!Harus begadang kan jadinya!"

Celotehnya terhenti ketika dia merasakan adukannya mendadak menjadi ringan. Helaan napas berat keluar ketika dia mengangkat pengaduk dari dalam kuali. Ditatapnya gagang logam di tangannya itu dengan pedih.

Sambil tersenyum miris, sang penyihir berkata, "Dia harus bayar ini juga."

By The End Of The Road | MHA BNHA FanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang