Ochako dibuat bingung saat menyambut sahabatnya di pagi buta. Tidak seperti biasanya, lebam dan lecet menghiasi wajah berbintik Izuku. Membuat si rambut cokelat bertanya-tanya, orang macam apa yang bisa menghajar makhluk hijau macam ini?
Dengan sigap dia membawakan segelas teh hitam beraroma menyengat dan dua buah roti lapis, lalu meletakkannya di atas meja. Sambil berkacak pinggang, penyihir itu menatap wajah Izuku dengan pandangan kasihan.
"Kau habis dihajar warga?"
Izuku meringis, "Dihajar warga tidak sesakit ini."
"Jadi pernah ya?"
"Pernah."
Ochako menggeleng pelan. Hermit sepertinya yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah tidak habis pikir dengan pengalaman apa saja yang telah dilalui petualang macam Izuku. Orang yang hidup bebas dan seenaknya memang beda.
Dilihatnya penampilan rekan bisnisnya yang sedang duduk dari atas sampai bawah. Dirinya tampak seperti pemuda dua puluh tahun yang normal. Tapi kenyataannya, mereka berdua sudah saling kenal sejak dua generasi raja yang sebelumnya.
Izuku mengelus-elus pipinya. Dengan suara merintih dia bertanya, "Kau punya obat tidak?"
Si penyihir berpikir sejenak sebelum membalas, "Kau kan bisa regenerasi?"
"Yah, tapi lebih cepat hilang lebih baik."
"Apanya yang cepat hilang? Kepalamu?"
Izuku cemberut.
Melihat respon sahabatnya yang sudah tidak minat bercanda membuat Ochako terkekeh pelan. Dia menggaruk-garuk pucuk kepalanya lalu pergi menuju rak obat-obatan.
Sambil memilih-milih ramuan yang cocok untuk Izuku, dia penasaran, "Siapa yang memukulmu begitu?"
Jeda sejenak, si rambut hijau menjawab dengan malas, "... Kacchan."
'Kacchan?' sebuah nama terlintas di benak Ochako. Dia merasa pernah mendengar panggilan kekanak-kanakan itu sebelumnya.
Jemari lentik si penyihir mengambil sebuah salep. Lalu ia berdiri mematung di depan rak, lupa memberikan benda di genggamannya pada orang yang membutuhkan. Sambil memegangi pelipisnya, memorinya sibuk menerawang jauh ke masa lalu. 'Kacchan... Kacchan?'
Brak!
"WA-CCHAN!"
Ochako terlonjak kaget dan menjatuhkan salepnya, menimbulkan bunyi kelontang yang nyaring. Dia menoleh ke arah Izuku, mendapati si iris zamrud sedang membelalak ke arah pintu.
Mengikuti arah mata sahabatnya, didapatinya seorang pemuda tegap bertelanjang dada sedang berdiri di ambang pintu. Wajahnya yang tampan seperti mengajak ribut siapa saja yang dilihatnya.
Dia mendekat ke arah Izuku dengan langkah yang berat, yang disambut dengan teknik seribu langkah dari calon targetnya.
Izuku dengan sigap bersembunyi di balik Ochako, menjadikan wanita yang lebih muda sebagai tameng.
"Siapa yang menyuruhmu pergi, hah?!" bentak si pirang abu.
Keringat dingin jatuh dari pelipis Izuku. "Tunggu dulu! Aku kan sudah minta maaf!"
"Kau pikir minta maaf saja sudah cukup, heh, brengsek?!"
"Kau mau apalagi memangnya?!"
Berdiri di tengah dua orang yang adu mulut membuat telinga Ochako pengang. Gurat halus muncul di pelipisnya. Batinnya mengerang, 'Haruskah kulempar mereka berdua ke kuali dan kujadikan sup?'
![](https://img.wattpad.com/cover/297872033-288-k858865.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
By The End Of The Road | MHA BNHA Fanfic
FanfictionSeorang penunggang naga keras kepala, petualang berpengalaman dengan wawasan luas, naga penyembur api yang keras, pangeran yang polos, serta kesatria yang tegas, pergi bersama untuk mengalahkan raja iblis dan mencegah kekacauan dunia. Di perjalanan...