"Efeknya sedahsyat itu?!" pekik Ochako, tidak percaya dengan cerita yang disuguhkan Izuku. Nampan berisi kue-kue kering hampir jatuh dari genggamannya.
Si rambut hijau mengangguk-angguk dengan semangat. "Hm, hm. Keren sekali."
Saat ini, seperti biasa, Izuku sedang memberikan laporan pada sahabat penyihirnya setelah mengerjakan suatu misi. Tidak lupa dia membawakan beberapa taring dan sisik titanoboar sebagai hadiah untuknya.
Ochako meletakkan nampan di atas meja, lalu duduk di kursi sebrang Izuku. Tangannya mengambil satu kue, dia pun berkata, "Yah, mungkin karena kubuat waktu sedang stress." Lalu melahap kue itu dalam satu gigitan.
Iris zamrud Izuku melihat sahabatnya dengan pandangan khawatir. "Kau... stress kenapa?"
Ochako menatap teh hangat di atas meja. Iris matanya yang berwarna kecokelatan layaknya tanah menerawang ke masa lalu. Dia membuang napas berat, "Ada pelanggan sinting yang minta dibuatkan senjata berbahaya dalam semalam."
Izuku melotot, tidak percaya dengan yang didengarnya. "Apa?!"
Ochako menutup wajahnya dengan kedua tangan. Sambil sesenggukan dia melanjutkan, "Tiga panciku rusak, dan empat pengaduk leleh semuanya."
Kesal, si rambut hijau reflek menggebrak meja. "Siapa yang beran- oh."
Tersadar akan sesuatu, Izuku berhenti. Dia mencondongkan tubuhnya ke arah si penyihir. Ekspresi bingung terpatri di wajahnya. "Kau menyindirku?"
Ochako membuka kedua tangannya. Dengan senyum jahil, sang penyihir cantik itu menjulurkan lidahnya, meledek Izuku.
Si rambut hijau menarik kembali tubuhnya, bersandar pada punggung kursi. "Sialan," ceplosnya.
"Kau yang sialan," balas Ochako tak mau kalah.
Mereka berdua lalu menyeruput teh hangat dalam diam. Menikmati momen kebersamaan dalam ketenangan.
Brak!
Suara pintu yang didobrak mengangetkan dua orang yang sedang asik menikmati waktunya. Membuat Izuku terbatuk-batuk karena tersedak teh.
Ochako lalu bangkit berdiri. Menghadap ke arah pintu toko yang terbuka lebar, tidak senang dengan siapapun itu yang bertindak tanpa etika di wilayahnya.
"Wah, wah, wah. Kenapa bisa ada toko kelontong di tengah hutan begini? Mana ada pelanggan yang mampir."
Suara sombong yang didengar oleh si rambut cokelat membuat alisnya berkedut. Kesal karena tokonya dihina oleh berandal tidak sopan yang berani melukai pintunya.
Enam orang laki-laki dengan penampilan garang melangkah masuk. Masing-masing dari mereka membawa senjata tajam. Golok, pedang, dan tombak tampak berbahaya dan mengintimidasi. Membuat siapapun tak akan mau berurusan dengan mereka.
Izuku memilih untuk bersikap tidak peduli. Dengan santai dia memakan camilan sambil menulis mengenai monster raksasa yang hari ini dia kalahkan bersama teman-temannya di buku catatannya. Semuanya berdasarkan pengalaman yang dia lalui.
Suara Ochako yang serius dan berwibawa, layaknya penyihir tingkat atas, memenuhi ruangan. "Apa yang bisa kubantu untuk tuan-tuan sekalian?"
Orang yang berdiri paling depan, dengan codet besar di pipinya, menyeringai sadis. Dia mengarahkan pedang miliknya ke leher Ochako.
"Kau bisa membantu kami dengan menyerahkan uangmu."
"Pfft... Hahahahahaha!"
Tawa Izuku yang terbahak-bahak memenuhi ruangan, membuat para perampok menatapnya bagai orang gila.
![](https://img.wattpad.com/cover/297872033-288-k858865.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
By The End Of The Road | MHA BNHA Fanfic
FanficSeorang penunggang naga keras kepala, petualang berpengalaman dengan wawasan luas, naga penyembur api yang keras, pangeran yang polos, serta kesatria yang tegas, pergi bersama untuk mengalahkan raja iblis dan mencegah kekacauan dunia. Di perjalanan...