Malam kian larut, namun Gio masih setia di depan laptopya untuk menyelesaikan tugas sekolah teman temannya. Iya, dia membuka jasa joki tugas untuk menambah pendapatannya selama menempuh pendidikan di kota ini. Dia tidak mau menambah beban Ibunya, Gio cukup sadar diri kalau dia mempunyai adik yang masih SMP dan butuh biaya yang besar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA.
Setelah menyelesaikan tugas milik temannya itu dia segera merebahkan dirinya dikasur yang hanya cukup untuk satu orang. Dia menatap langit langit kamarnya, kembali teringat kejadian tiga tahun lalu dimana dia bersama ibu dan adiknya diusir oleh ayah kandungnya sendiri.
Gio sibuk dengan pikirannya yang berandai andai keluarganya masih lengkap dan ayahnya tidak menikah lagi, mungkin dia akan menjadi orang paling bahagia di dunia karena memiliki orang tua yang memberikan kasih sayang penuh untuk dia dan adiknya. Namun itu semua tidak akan pernah terjadi karena nyatanya, sosok yang ia panggil ayah itu tega mengusir dia bersama ibu dan adiknya demi istri barunya.
"Ibu, Saka, maaf abang kadang ngerasa iri melihat teman teman abang yang memiliki keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Apa kita bisa mendapatkan itu lagi? setelah ayah tega mengusir kita, Ibu sama Saka jaga kesehatan disana. Abang janji akan menjadi orang sukses disini dan akan mengajak kalian tinggal bersama setelah abang punya rumah yang lebih layak untuk kita tinggali."
Waktu menunjukkan pukul 04.30 pagi, Gio segera bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamar kost nya untuk mengambil wudhu.
Setelah menyelesaikan Sholat Subuh, Gio merebahkan dirinya dikasur untuk menidurkan badannya, dia masih punya waktu 2 jam untuk beristirahat sebelum harus berangkat ke sekolah.
"GIO GIO GIO AYO SEKOLAH!"
Gio terkesiap dalam tidurnya begitu suara teriakan itu masuk kedalam pendengarannya, dia mendudukan dirinya dikasur dan menatap horor keluar jendela dimana laki laki bongsor dengan wajah tanpa dosa tersenyum disana.
"Tuhan, apa dosa hamba di masa lalu sampai harus mempunyai teman yang modelannya kayak gini." Baru saja Gio merapihkan kasurnya, dia dikagetkan lagi sama temannya yang kini sudah masuk kedalam kostnya.
"Kok lo bisa masuk kost gue?" Tanya Gio yang keheranan bagaimana temannya itu bisa masuk kedalam kamar kostnya sedangkan kamar itu dia kunci dari dalam.
"Gue kan punya kekuatan super. Belum tau aja lo kekuatan gue bisa menghilang." Jawab temannya dengan nada sombong.
"Atta demi tuhan ini masih pagi lo jangan buat gue emosi."
"Buset galak amat. Gue masuk pake kunci cadangan yang lo kasih waktu itu, nih kuncinya." Ucap Atta seraya menunjukan kunci cadangan kamar kost Gio.
Attala alrich atau biasa dipanggil Atta.
Dia teman Gio sejak masuk SMA. Bisa dibilang dia yang paling dekat dengan Gio diantara teman temannya yang lain. Karena dari kelas sepuluh mereka sudah duduk sebangku, belum lagi mereka masuk kedalam ekstrakulikuler yang sama di sekolahnya. Mereka sudah seperti sepasang sepatu yang kemana mana selalu bersama. Bahkan tidak jarang teman temannya menyebut mereka Upin dan Ipin."Oh iya, semalem lo ngejokiin tugas punya siapa aja?" Tanya Atta yang kini duduk menghadap laptop Gio yang masih menyala dan menampilkan beberapa file tugas yang ia tahu itu bukan punya Gio.
"Siapa ya, gue lupa siapa aja, anak kelas 11 MIPA kebanyakan mereka kesusahan di mata pelajaran Pak Ahwin. Biasalah Pak Ahwin kan emang ga jelas kalo ngajar, makanya kalo ada tugas anak anak banyak yang ngejoki."
"Gio, gue heran deh, lo kan anak IPS ya kok mau aja ngejokiin tugas anak MIPA? apa ngga keteteran? kalo nilai lo turun gimana? Gue yakin lo bakalan dapat kuota SNMPTN, tapi kalo nilai semester ini turun nanti kesempatan lolosnya tipis. Emang lo gamau masuk kuliah jalur undangan?"
"Gue butuh uang Atta. Lo tau gue gamau ngebebanin Ibu, gue juga belum ada pikiran bakal ngelanjutin pendidikan. Uang darimana coba?" Setelah berkata seperti itu Gio segera masuk kedalam kamar mandi, menyisakan Atta yang merasa bersalah sama perkataannya.
Gio keluar dari kamar mandi dengan seragam sekolahnya, ia memperhatikan Atta yang sibuk dengan game di handphone nya.
"Heh jamet! masih pagi udah main game. gimana ga makin bodoh?"
"Sembarangan lo! Udah siap belum? ayo cepet keburu telat."
Mereka keluar dari kamar kost Gio untuk segera berangkat ke sekolah. Sebenarnya Gio punya motor pribadi, dan setiap berangkat ke sekokah mereka mengendarai motor masing masing. Namun Atta tetap Atta yang keras kepala, dia lebih memilih menunggu Gio terlebih dahulu dan berangkat bersama dibanding harus berangkat sendiri.
Setelah sampai di sekolah, Gio menyuruh Atta untuk masuk kelas terlebih dahulu.
"Atta lo pergi duluan aja ke kelasnya, gue disuruh ke ruang kesiswaan sama Bu Nenda." Ucap Gio begitu mereka keluar dari tempat parkir.
"Yaudah gue duluan, nanti lo kalo mau ke kelas mampir kantin gue nitip beli nasi uduk." Setelah menerima uang titipan nasi uduk dari Atta, Gio segera melangkahkan kakinya menuju ruang kesiswaan. Disana sudah ada guru Seni budaya yang sekaligus pembina dari ekstakulikuler musik di sekolahnya.
Begitu masuk ruang musik, Gio melihat Bu Nenda dengan seorang gadis yang setau Gio dia adalah ketua Ekstrakulikuler Dance.
"Ibu mencari saya?"
"Oh iya nak Gio, duduk dulu ada yang perlu ibu omongin sama kamu."
Setelah Gio duduk, dia melihat beberapa berkas di meja yang ada di depannya.
"Jadi seperti ini, Beberapa hari yang lalu diadakan rapat guru, disana ada pembahasan mengenai ekstrakulikuler juga. Dan Ibu dipilih sama kepala sekolah untuk menggantikan Bu Yera yang akan pensiun sebagai pembina ekstrakulikuler Dance. Maka dari itu Ibu berencana untuk menggabungkan ekstrakulikuler Dance dan Musik. Untuk itu Ibu memanggil kalian berdua sebagai Ketua dari masing masing ekstrakulikuler untuk memberitahukan kepada anggota kalian masing masing."
"Maaf ibu tapi saya tidak setuju." Sanggah Gio saat mendengar penjelasan dari Bu Nenda.
"Saya juga tidak setuju bu." Perempuan disampingnya itu ikut membuka suara.
"Kenapa nak? bukannya lebih bagus seperti itu? jika digabung nanti akan menjadi Ekstrakulikuler Kesenian yang di dalamnya ada Musik dan Dance. Ibu juga jadi lebih mudah membinanya jika ada pada satu organisasi tidak dipisah seperti ini."
Gio terdiam mendengar penjelasan dari gurunya itu yang menurut Gio ada benarnya. Tapi ada sesuatu di dalam diri Gio yang membuat dia tidak bisa menerima penggabungan ekstrakulikuler ini.
"Maaf bu, tapi saya harus berbicara terlebih dahulu bersama rekan dan anggota saya. Karena ini menurut saya tidak mudah menggabungkan kedua organisasi yang mempunyai visi dan misi yang berbeda. Dan juga jika nanti digabung anak anak Dance cuma bisa numpang tenar ke anak Musik."
Brak
Perempuan dengan name tag Kalya Zara Almeera yang merupakan ketua Dance itu jelas tidak terima dengan ucapan Gio.
"Maksud lo apa bilang kayak gitu? Lo nuduh anak Dance pansos?" Tanya Zara yang dengan bar barnya menarik kerah baju Gio.
"Buset santai aja kenapa malah emosi? ngerasa?" Setelah melepas tangan Zara dari kerah bajunya, Gio merapihkan kembali bajunya yang kusut karena ditarik Zara.
"Aduh kenapa malah berantem, udah jangan berantem kalian boleh keluar dan berdiskusi tentang ini. Ibu tunggu keputusannya minggu depan ya."
Setelah keluar dari ruangan Kesiswaan, Zara segera menarik tangan Gio yang akan pergi menuju kelasnya.
"Ngapain lo tarik tangan gue?"
"Urusan kita belum selesai. Gue nggak terima lo ngatain anak dance pansos sama anak musik."
"Loh? kenapa ga terima? emang bener kan kalian semua pansos?" Gio melepas tangan tangan Zara pada tangannya dan langsung merapatkan tubuh Zara ke tembok. "Gue masih menghargai lo sebagai cewe. Jadi jangan buat gue berlaku kasar sama lo." Setelah itu Gio segera pergi menuju kelasnya meninggalkan Zara yang masih mematung di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERGIO
Teen FictionBagaimana jadinya jika Ekstrakulikuler Musik dan Dance harus digabung menjadi satu?