Prolog Alzheimer-Mädchenliebe (Precious Notes From A Kindly Girl)

390 22 3
                                    

Btw, I apologize for not uploading stories for a few months. Bulan Februari-Mei itu aku lagi hectic banget sama tugas kuliah. Jadi, aku nggak sempat upload. Tapi sekarang karena aku lagi liburan, aku akan berusaha untuk upload sesering mungkin.

And ya, maybe this story is different from the previous one, even I changed the title. Karena setelah aku baca-baca ulang, ceritanya kayak membosankan gitu. Nah, kali ini aku bikin versi yang baru. So, hope you guys like it.

Happy Reading, guys❤️

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Suara tawa terdengar begitu hangat dari dalam mobil. Sebuah keluarga bahagia berada di perjalanan menuju Bandung. Suara rintik-rintik hujan terdengar syahdu mewarnai perjalanan mereka. Terdengar celotehan dari bibir mungil gadis berumur 12 tahun yang menjadikan suasana lebih menyenangkan.

"Sekarang ganti nyanyi, dong, Tanisha. Kakak mau rekam."

Gadis bernama Tanisha itu merengut kesal karena sang kakak terus saja menggodanya. "Nggak mau, ah! Kak Aje aja yang nyanyi."

Rajendra, atau biasa dipanggil Aje ialah kakak Tanisha. Hobi kesukaannya yaitu mengganggu adiknya, apa lagi? Bagi Aje, tidak sah kalau adiknya tidak sampai menangis karenanya.

"Yah, padahal mau bikin SW." Aje menggerutu kesal. Tetapi hanya diabaikan oleh Tanisha. Gadis itu malah menikmati suara hujan yang terdengar indah di telinganya.

"Baba, Umma, kira-kira kita kapan sampai?" Tanisha kembali bersuara. Hal itu membuat Baba Arsyad menatap kaca yang mengarah pada anak gadisnya.

"Kurang satu jam lagi, Sayang. Sabar, OK?" tutur sang ayah dengan lembut. Senyumannya mengembang saat melihat putrinya itu mengangguk seolah paham.

"Umma, Baba, Kak Aje. Kalau aku udah besar, aku mau bawa kalian hujan-hujan ke Turki!" seru Tanisha tiba-tiba.

Umma Hanum reflek menoleh ke belakang menatap putrinya dengan heran. "Ke Turki? Jauh sekali, Nak. Kenapa kamu memilih ke sana?" tanyanya penasaran.

"Karena, Tanisha suka Turki. Di sana kalau pakai hijab seperti ini nggak akan dipandang aneh karena banyak yang muslim. Tanisha pengen bawa Baba, Umma, dan Kakak ke sana," jawab gadis itu polos.

Baba Arsyad terkekeh. "Insya Allah, ya, Sayang. Tapi, kalau tidak membawa Baba dan Umma, gimana? Tanisha keberatan?" untar Baba Arsyad.

Gadis mungil itu mengerutkan kening, merasa kesal. "Iya, lah. Nanti, kalau Tanisha mau jajan, bagimana? Tanisha kan nggak punya uang buat beli makan."

Seketika, suara tawa kembali mendominasi mobil. Baik Baba Arsyad dan Umma Hanum kegemasan mendengarkan respon Tanisha yang di luar nalar. Aje juga sama. Saking gemasnya, dia sampai tidak bisa berkata-kata.

"Iihh, malah diketawain! Kan Tanisha hanya mau sama kalian selamanya. Tanisha nggak mau sama orang lain," balas Tanisha.

Seraya tersenyum, Umma Hanum menanggapi tanggapan dari Tanisha. "Emang Tanisha tidak mau menikah, hm? Jika Baba, Umma, sama Kak Aje pergi, Tanisha pasti kesepian. Bukannya Tanisha nggak suka kesepian?"

Dengan wajah polosnya, gadis itu membalas, "Menikah hanya dilakukan kalau mereka saling mencintai, kan? Sedangkan Baba dan Umma mencintai Tanisha. Kak Aje juga sama. Kalau kalian mencintai Tanisha, kalian pasti tidak akan pergi dari hidup Tanisha. Benar, kan?"

Baba Arsyad tersenyum hangat. "Iya, benar. Baba dan Umma sangat mencintai Tanisha dan Kak Aje."

"Kalau Baba cinta sama Umma, nggak?" tanya Umma Hanum manja. Dia bermaksud menggoda suaminya.

"Tentu saja, Sayang. Aku sangat mencintai kamu," balas Baba Arsyad lantas tersenyum tipis. Tatapannya memang menatap ke arah jalanan. Tetapi jantungnya selalu berdetak kencang ketika digoda sang istri seperti barusan.

"Baba! Umma! Awas, ada truk!!" teriak Tanisha. Hal tersebut membuat Baba Arsyad menginjak pedal rem. Namun sayangnya, rem itu malah blong. Mobil yang dikendarai tidak berhasil dihentikan.

'TIINNNNN!!!!!'

'BRAKKKKK!!!!!'

Mobil mereka terpental cukup jauh dengan keadaan yang jauh dari kata baik. Orang-orang pun mulai berdatangan mengerumuni area kecelakaan. Percikan-percikan api muncul begitu saja tanpa diminta. Aroma asap menguar memasuki lubang hidung Tanisha. Rasa pening mendera kepala Tanisha dengan luar biasa. Telinga gadis itu pun ikut berdenging beriringan dengan pasokan oksigen yang semakin menipis pada paru-parunya. Setelah itu, kedua mata Tanisha terpejam.

"Tanisha, k-keluar, Nak..."

Yang Tanisha dengar, itu suara babanya. Dengan kondisi yang masih setengah sadar, Tanisha merasa tubuhnya melayang, seperti ada orang yang mengangkatnya.

"Tanisha, tolong bertahan! Kakak mohon!"

Tubuh mungil itu sudah lemas. Bahkan Aje juga tak sanggup lagi untuk menggendong Tanisha. Di tengah ia tertatih, suara ledakan memekakan indera pendengarannya. Aje memeluk erat Tanisha seraya menutupi telinga gadis itu.

"Yaa Allah, izinkan kejadian ini hilang dari memori Tanisha."

***

Makasih banyak yang udah vote, komen next, kasih support, atau nambahin cerita ini ke reading list kalian. Masya Allah, aku seneng banget. Doain aku bisa konsisten dalam menyelesaikan cerita ini yaa...

Love you, All❤️

Terima kasih.

Alzheimer-Mädchenliebe (Precious Notes From A Kindly Girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang