Hari itu adalah hari terakhir ulangan akhir semester pertama dilaksakan. Malamnya Yasmin dapat telepon dari mamanya. Tentang gimana keputusan anaknya, mau sekolah di mana Yasmin selanjutnya. Tentu mamanya nggak mau membebani Yasmin banyak hal, ia memberi pilihan kepada Yasmin untuk melanjutkan studi di Australia semata-mata karena tahu anaknya punya potensi, yang barangkali bisa lebih dikembangkan kalau-kalau anaknya itu mau memilih opsi yang ia beri.
Tapi beliau juga nggak masalah kalau anaknya lanjut studi di Indonesia, bagaimana pun anaknyalah yang menjalani. Seperti Haedar, dulu lelaki itu juga sempat diberi opsi untuk bersekolah di mana saja sampai pada akhirnya melabuhkan pilihannya di salah satu PTN yang berada di daerahnya. Nggak terlampau jauh dari rumah.
"Bang, kenapa abang dulu ambil di Indo?"
"Kalau gue jauh lo sama siapa? Nggak tega gue, lo di rumah sendirian."
Ucap abangnya sambil mainin ponsel, waktu mereka rebahan setelah kekenyangan makan malam. Yasmin diam, nggak sangka juga abangnya berfikir sejauh itu untuk sang adik saat bahkan pilihannya kala itu menentukan masa depannya sendiri.
"Kalau gue ambil di Indonesia juga, nggak papa kan, ya?"
"Ya enggak papa, kan pilihannya di lo. Mama ngasih pilihan itu bukan semata-mata harus lo pilih. Lo tahu sendiri dari dulu papa sama mama selalu ngasih anaknya pilihan."
Ucapan Haedar menyadarkan Yasmin kalau dirinya ternyata seberuntung itu. Ucapan itu juga membuat Yasmin mantap sama pilihannya sendiri. Setelah beberapa hari ragu pada pilihan dalam kepala, akhirnya dia sadari kalau yang benar dia inginkan adalah tetap berada di negeri sendiri. --Bukan karena Kahl, bukan sama sekali. Satu hal itu bahkan nggak pernah terlintas dipikirannya saat berhari-hari dia pusing mikirin mau kuliah di mana.
Ngomong-ngomong soal lelaki itu, beberapa hari ini mereka nggak pulang sekolah bareng, tadi pun begitu. Beberapa hari terakhir Yasmin temui dirinya berada pada bangku penumpang dengan abangnya di sisi kemudi. Beberapa hari terakhir ia temui Kahl pulang bersama Kaluna.
Dan itu cukup menjelaskan, kalau bahkan dirinya nggak perlu pura-pura nggak tahu untuk menghindari sakit hati. Kalau pada akhirnya lelaki itu sendiri nggak mau repot-repot menutupi yang dilakukannya.
Lelaki itu akan sesekali bertandang, atau menelepon pada tengah malam. Dan intensitasnya akan makin sering saat Kahl sedang mabuk, saat sedih, saat lelaki itu rindu sama ibunya.
Yasmin sadari kalau dirinya nggak akan bisa berhenti kecewa. Tapi ia fikir segala hal yang menahannya selama ini adalah hal yang besar. Sebab itu pula ia temui dirinya terlalu payah untuk bilang ke Kahl kalau dia lelah sama semua ini. Dia lelah sama apa yang terjadi pada mereka. Namun faktanya dia butuh Kahl. Dia butuh dengar suaranya, lebih-lebih melihat eksistensinya.
Dan malam ini pun masih nggak ada bedanya. Dia terbangun tengah malam untuk menjawab panggilan lelaki itu, yang lumayan sering dan kadang kala sampai subuh, sampai Kahl bisa lelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cut That Always Bleeds • Park Sunghoon
FanfictionPunya perasaan sama Kahle Sandya itu, rasanya sama aja kaya punya luka yang terus-terusan berdarah. park sunghoon au, complete. written by terratories.