Tristful

1.3K 51 2
                                    


Luhan menautkan kedua alisnya. Rasanya aneh, tidak biasanya seperti ini. Biasanya Luhan sering mendapati Jiyeong tergeletak pulas diatas sofa ruang tv, menunggu dirinya yang memang selalu pulang malam. Biasanya meja makan selalu dipenuhi dengan masakan Jiyeong yang Luhan akui sangat mirip dengan masakan neneknya di China. Semalam apapun Luhan pulang, Jiyeong akan selalu mengusahakan untuk menemani Luhan makan malam. Biasanya Luhan akan mendengar cerita keseharian sang Istri yang cukup lucu dan menghibur, namun tak jarang Luhan berlagak seolah-olah tak mendengar dan mengabaikannya. Tapi Luhan tidak mendapati itu semua malam ini.

Luhan masuk kekamar utama, kamar mereka berdua. Tetapi yang Luhan lihat hanyalah ranjang king size yang rapih, tidak ada seseorang yang berbaring diatasnya. Lantas dimana keberadaan Jiyeong?

"Jiyeong?!" Luhan menyerukan nama Jiyeong berkali-kali berharap Jiyeong menyaut. Tetapi yang terdengar hanya suara Luhan yang menggema.

Luhan mencari Jiyeong kesegala penjuru ruangan apartment mereka yang cukup luas. Kedua mata Luhan mendadak sayu ketika melihat Jiyeong sedang berbaring diatas ranjang kamar tamu. Posisinya memunggungi pintu kamar, tubuh kecilnya dilindungi oleh selimut tipis, dan sarung bantal yang membentuk sebuah bulatan abstrak yang luas bekas terkena air mata. Luhan sadar bahwa dialah penyebab itu semua. Luhan sadar selama ini perlakuannya terhadap Jiyeong sudah sangat keterlaluan. Walaupun perasaan Luhan untuk Jiyeong tak kunjung tumbuh, tetapi Jiyeong tetaplah pasangan sahnya. Apa salahnya membalas kebaikan Jiyeong yang sudi mencintai Luhan yang selalu dingin padanya, mencintai seorang gay seperti dia? Mengingat keluarga Kim yang sangat berjasa bagi keluarganya. Ayah mertuanya dengan senang hati mempekerjakan dirinya di perusahaan besar milik keluarga Kim. Bahkan jika kinerjanya mampu menaikan saham perusahaan, Luhan akan naik pangkat menjadi CEO. Rasanya sangat tidak pantas memperlakukan putri keluarga Kim dengan tidak semestinya. Luhan sangat tidak tahu terima kasih.

"Jiyeong..." Luhan duduk ditepian ranjang. Menatap punggung Jiyeong yang bergetar. Jemari Luhan membelai lembut rambut hitam Jiyeong. Jiyeong tidak bergeming. Jiyeong tahu perlakuan lembut Luhan hanyalah semu.

"Mengapa kau tidur disini, heum? Kau tidak seharusnya disini. Ayo kembali kekamar kita." Suara lembut Luhan membuat hati Jiyeong bergemuruh.

"Kau bilang kalau kau tidak mau berbagi ranjang dengan seorang pembohong sepertiku. Sekarang pergilah. Aku ingin sendiri." Suara parau Jiyeong membuat Luhan merasa semakin bersalah. Luhan memposisikan dirinya berbaring disebelah Jiyeong.

"Maaf jika aku tidak memasak malam ini. Kau bisa delivery atau semacamnya. Istirahatlah dikamarmu, Lu." Jiyeong merasakan lengan Luhan melingkari pinggulnya. Ia bisa merasakan sesuatu yang berdetak pelan melalui punggungnya. Ya, Kini Luhan sedang memeluk Jiyeong.

"Maafkan aku. Aku tahu aku sangat keterlaluan. A-aku bahkan mengutuk diriku sendiri. Aku berjanji akan memperlakukanmu lebih baik lagi. Aku berjanji. Aku sebagai laki laki merasa tak pan-" perkataan Luhan terhenti saat Jiyeong memutar balik tubuhnya menjadi berhadapan dengan Luhan. Bisa dilihat bekas air mata yang sudah mengering disekitar pipi merah Jiyeong. Nafas hangat mereka membaur menjadi satu.

"Bolehkah sekali ini saja aku bertindak egois?" Luhat mengernyit tak mengerti.

"Apa maksudmu?" Jawab Luhan dengan lirih. Selirih ucapan Jiyeong tadi.

"Biarkan aku egois untuk malam ini." Luhan mengerti apa yang Jiyeong maksud ketika Jiyeong mencium pucuk hidung Luhan dan berakhir dengan bibir Luhan.

Jiyeong melakukannya karena cinta. Luhan melakukannya karena ingin menebus semua kesalahannya pada Jiyeong. Biarlah Jiyeong menyentuh Luhan. Biarlah Luhan meleburkan benihnya didalam diri Jiyeong. Karena memang sepatutnya begitu. Jiyeong pantas mendapatkannya.

. . . . . . . . . .

"Ahh...hah...nghhh..."

Suara desahan, decit ranjang, dan suara kulit yang beradu terdengar bersautan memenuhi tiap suduh kamar sejak 2 jam lalu. Luhan terus menghentakkan pinggulnya tanpa ampun. Kecepatan hentakkannya bahkan lebih buas dari sebelumnya. Dan Jiyeong hanya bisa mendesah dan mengerang pasrah saat milik Luhan kembali menyentuh titik kenikmatannya berkali-kali.

"Lu-hannhnn....."

Mata Luhan terpejam dan tubuhnya bergetar. Rasa nikmat yang mengaliri seluruh bagian tubuhnya membuat Luhan kehilangan akal. Ia bahkan tak lagi peduli bagaimana berantakannya Jiyeong yang berada dibawah kukunggannya.

"H-Hun...nghhh...Hunnnnhh!" Geraman itu tak sadar Luhan keluarkan lagi dari bibirnya begitu Luhan menumpahkan benihnya yang kelima kalinya.

Dengan cepat, Jiyeong menarik selimut yang berserakan dibawah lantai untuk menutupi tubuhnya. Jiyeong kembali menitikan air matanya. Lelah. Sakit. Bahkan disaat-saat seperti ini, hanya Sehunlah yang ada dipikiran Luhan.

Nafas Luhan naik turun lalu Ia menghempaskan dirinya disamping Jiyeong dengan berbaring terletang. Luhan menatap langit-langit kamar sejenak. Luhan akui, yang tadi itu benar-benar hebat. Luhan suka sensasi memabukkan ketika milik Jiyeong menyempit dan meremas miliknya kuat. Luhan tak mengira rasanya akan senikmat itu.

Tiba-tiba saja bayangan Sehun melintasi pikirannya. Ada rasa nyeri yang menjalar didada Luhan. Hati Luhan sakit membayangkan jika Sehun tahu bahwa dirinya dan Jiyeong sudah 'melakukannya'. Luhan berani bersumpah, saat Ia dan Jiyeong 'melakukannya', hanya Sehunlah yang ada dalam otaknya.

Setelah itu, Luhan berbaring miring memunggungi Jiyeong. Jiyeong menatap nanar punggung Luhan.

"Lu-"

"Ini sudah subuh, Jiyeong. Sebaiknya kau tidur." Potong Luhan. Lagi-lagi Luhan bersikap dingin padanya.

Jiyeong meringis pelan ketika Ia mencoba mendekatkan diri kepunggung bidang Luhan lalu membagi selimutnya menutupi tubuh telanjang Luhan. Salah satu tangan Jiyeong ditautkan kepinggang Luhan. Jiyeong mengendus aroma tubuh Luhan dan berkata, "Aku mencintaimu, Luhan. Sungguh." sebelum memutuskan untuk pergi ke alam mimpi. Jiyeong sungguh kelelahan akibat 'aktivitas' mereka tadi.

Sementara Luhan hanya diam, tak membalas kalimat Jiyeong. Perasaan Luhan masih sama. Karena dihati Luhan hanya tertera satu nama. masih Oh Sehun. mungkin akan selalu Oh Sehun.

TBC....

[author's note : ....ini sumpah gue nulis apaan😂 duh, maaf ya NC nya kurang hot. gabisa bikin yang semacam itu sih hehe. maaf kependekan juga. oiya, jangan lupa revoment ya.]

I'm not the only oneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang