Old Friends

1.2K 60 4
                                    

"A-apa?! Ti-tidak," Jiyeong menatap layar ponselnya dengan tatapan tak percaya, "Ugh, ini sungguh menyebalkan!" Kemudian Jiyeong memasukan ponselnya ke dalam tas jinjingnya dengan gusar.

"Hey hey, Baby..." Panggilan Luhan membuat Jiyeong menoleh kearah Luhan masih menatap jalanan didepannya dan fokus menyetir tanpa menoleh kepada Jiyeong.

"Apa?" Balas Jiyeong dengan nada jutek yang terkesan dibuat-buat.

"Kau ini kenapa, sih? Daritadi kau terus mengumpat. Apa apa?" Tanya Luhan. Jiyeong ingin tersenyum lebar, senang jika suaminya memperhatikannya. Namun sekarang Jiyeong sedang berpura-pura merajuk.

"Aku hanya kesal. Aku sedang bermain game dan pada saat aku melewati level 35 menuju level 36, aku selalu gagal! Konyol sekali." Jiyeong menghembuskan nafasnya kasar lalu mengalihkan tatapannya pada pemandangan gedung-gedung kota Seoul dari jendela disebelah kanannya.

Puk. Telapak tangan Luhan mendarat dipucuk kepala Jiyeong lalu mengacak-acaknya dengan gemas, "Aigoo, sebenarnya istriku ini wanita dewasa berumur 25 tahun atau gadis kecil yang baru berulangtahun ke 10? Manja sekali." Luhan terkikik kecil setelahnya.

"Yak! Hannie, bisakah kau berhenti menjahiliku? Sekarang kau sama menyebalkannya dengan game yang kumainkan tadi." Jiyeong menepis tangan Luhan lalu merapihkan kembali tataan rambutnya seperti semula.

Luhan tersenyum geli lalu kembali memperhatikan jalan didepannya. Entah apa yang Ia rasakan ketika Ia bersama Jiyeong akhir-akhir ini. Bukan. Bukan cinta yang Ia rasa. Mungkin nyaman. Rasanya aneh jika Jiyeong tak ada. Tingkahnya terkadang seperti gadis kecil manja dan terkadang juga mampu menjelma menjadi istri idaman bagi semua pria. Luhan sudah terbiasa dengan adanya Jiyeong disetiap pagi saat Luhan membuka matanya, disetiap malam saat Luhan menutup mata mencoba pergi ke alam mimpinya, disetiap dini hari ketika Luhan terbangun hanya sekedar karena mimpi buruk atau tenggorokan yang kering meminta disirami seteguk air. Luhan sudah menerima kehadiran Jiyeong dalam kehidupannya dan mungkin ini adalah sebuah awalan yang bagus.

Sementara Jiyeong masih tersipu. Luhan menjahilinya disepanjang perjalanan mereka dan ini baru kali ini Luhan mau bermain-main dengannya. Biasanya, Luhan selalu serius walau terkadang Luhan amat memanjakan Jiyeong. Senyum Jiyeong hampir redup ketika nama Oh Sehun menghampiri pikirannya, namun dengan cepat Jiyeong langsung menepisnya.

Biarkan kali ini Jiyeong hanya memikirkan dirinya dengan Luhan. Biarkan Jiyeong merasakan bahwa Luhan benar-benar mencintainya.

Senyum Jiyeong mengembang, berangan-angan betapa indah rumah tangganya dengan Luhan.

.........

Mobil mereka berhenti tepat didepan sebuah rumah berukuran cukup besar bertingkat 2 dan berarsitektur minimalis modern. Jiyeong membuka pintu mobil lalu keluar dari dalamnya. Jiyeong mengernyit, mengamati rumah yang sekarang berada dihadapannya.

"Hannie, Aku tidak yakin jika ini adalah rumah orang tua mu. Kau bilang kita akan ke-hey!" Perkataan Jiyeong terpotong saat Luhan menarik pergelangan tangannya.

"Sudah ikuti saja aku." Ujar Luhan. Jiyeongpun hanya menurut.

Mereka sudah sampai didepan pintu rumah. Luhan melepaskan tautan tangannya dipergelangan tangan Jiyeong lalu merogoh sesuatu dari dalam kantung celananya.

"Sebenarnya rumah siapa ini?" Tanya Jiyeong namun Luhan hanya diam, tak menjawab pertanyaan Jiyeong. Luhanpun mengeluarkan sebuah kunci dari kantongnya lalu membuka pintu rumah yang ada dihadapannya sekarang.

Mereka pun memasuki rumah minimalis modern tersebut yang ruangan dan perabotannya didominasi dengan warna putih dan hitam yang memberikan nuansa luas dan bersih namun tidak mengurangi kesan mewahnya.

I'm not the only oneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang