Ketiga; Raportnya Sabira

3 0 0
                                    

"Kenapa lo? kusut banget, kaya baju yang belum disetrika." sahut Aidan tak lupa dengan tawanya yang renyah dan mengundang tawa Arya serta Azka.

"Berisik." Sabian menduduki lantai kamar Arya, ia menaruh tasnya disampingnya.

Arya yang mengerti bahwa Sabian tengah marah, menghampiri Sabian dan menepuk bahunya pelan dan ikut duduk disebelahnya. "Kenapa lo? cerita lah."

"Abis ribut gue sama Sabira." jawabnya.

Ketiganya menatap Sabian bingung, pasalnya kedua kakak-beradik itu jarang sekali mengalami pertengkaran. Apalagi salah satunya sampai pergi rumah untuk lari dari masalah. "Kok bisa?" tanya Azka.

Sabian menghela napasnya dan memejamkan matanya sejenak. "Dia iri sama gue, katanya papa selalu perhatian ke gue. Nggak pernah ke Sabira."

"Bi, menurut gue nih ya, Sabira tuh masih nggak ngerti apa-apa anaknya. Keliatan, Bi. Kalo Sabira gitu lo tolong jangan kasar sama dia, wajar aja dia masih SMP udah ada masalah segini beratnya coba? gua nggak bermaksud bela Sabira, ya. Apalagi ini konflik sama bokapnya sendiri, di benci pula," Ujar Arya. Sabian hanya mengangguk paham.

"Terus, lo darimana?" Tanya Azka.

"Dari sekolah si Bira sama kesekolah gue tadi."

"Oh, yaudah lo di sini dulu aja sampe emosi lo turun. Nanti kelepasan lagi." Sahut Arya, Sabian mengangguk paham.

"Emang udah kelepasan, Ar." Ucap Sabian dalam hati.

"Yok, mabar yok! Yang dapet kill paling sedikit harus traktir Starbucks!" Ujar Aidan yang berusaha mengalihkan topik, agar tidak bersedih-sedih.

"Gas!"

Keempatnya bermain game dengan asik sampai waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Sabian yang tersadar bahwa Sabira hanya seorang diri dirumah besar keluarga Pahlevi tersebut langsung menggendong tasnya kembali. Karena kebetulan, game yang dimainkan sudah selesai pun langsung memasukkan ponsel tersebut pada tasnya.

"Bro, gue pamit pulang ya. Sabira sendiri dirumah soalnya." Meskipun bertengkar sehebat apapun, Sabian mestinya tidak lupa dengan sang adik.

"Yoo! hati-hati, Bi." Jawab ketiganya serempak.

*****


"Aduh!" Pekik Sabira saat ia terjatuh dari kasurnya. Ia mengusap-usap punggung serta kepalanya yang sakit dengan sayang.

Saking fokusnya dengan atensi sesi usap-mengusap tersebut, Sabira membelakkan matanya. Ia segera mengambil ponselnya yang ia taruh disebelahnya, kemudian Sabira nyalakan dan melihat jam. Ia terkejut, ternyata sudah malam hari. Seingatnya, dirinya tertidur sedari pagi. "Berarti gue daritadi tidur? Lama banget." Gumamnya.

Sabira bangun dari duduknya, ia segera menuju keluar kamar. Setelahnya, Sabira turun dari tangga untuk mencari Sabian. Namun yang ditemukan malah Bi Yani, bukan Sabian.

"Abang di mana, sih?" Dumelnya dengan pelan, yang mungkin hanya bisa didengar olehnya. Lalu detik kemudian Sabira baru sadar, bahwa dirinya dan sang Abang baru saja bertengkar. Mungkin itu yang menyebabkan Sabian pergi.

Sabira berjalan menuju Bi Yani, ia melihat Bi Yani yang sedang membersihkan meja makan. "Bi, Bibi liat abang nggak?" Tanyanya.

"Nggak, non. Seinget saya, den Bian tadi pergi pagi-pagi, bilang ke saya katanya mau keluar dan jangan masak banyak, saya pulang telat. Gitu non." Jawab Bi Yani.

Sabira hanya menjawab dengan membentuk bibirnya menjadi O. "Tapi pulang dulu nggak abangnya, Bi?" Tanyanya lagi.

"Nggak, non."

Wake Me Up!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang