Kaira turun dari tangga kamarnya menuju ruang makan. Ia sudah rapi dengan seragam putih abu-abu nya.
"Masih pagi Mbak, tumben sudah rapi, mau berangkat sepagi ini?"
Kaira tersenyum sambil menjawab
"Lagi usaha satu meja makan sama keluarga Bi"
Selang beberapa detik datang satu laki laki berumur empat puluhan yang memakai jas kantor dan satu perempuan tidak beda jauh umurnya dengan Kaira yang memakai pakaian rapi dan membawa buku-buku kuliahnya. Mereka yang berjalan menuju meja makan tiba tiba terhenti ketika melihat satu orang duduk yang tidak salah lagi itu adalah Kaira. Lalu salah satu dari mereka bersuara.
"Bi, kita berangkat dulu sarapan diluar saja"
"Iya Pak"
Lalu satu orang lagi bersuara
"Bi, lain kali jangan disiapin sarapan kalau masih ada satu orang selain aku sama Ayah"
Setelah itu mereka melenggang pergi
Sungguh itu sindiran yang paling buat hati terasa tertusuk ribuan jarum. Kaira yang mendengarnya seketika merasa kecewa. Ya... sindiran itu memang untuk Kaira. Bi Rumi yang mendengar ucapan mereka langsung menoleh ke arah Kaira berada. Kaira yang sadar dengan raut wajah Bi Rumi yang menandakan bahwa beliau merasa kasihan membalasnya hanya senyuman, bukan, itu bukan senyum bahagia tapi itu senyum yang banyak luka.
"Mbak Kaira yang sabar ya"
"Sejak kapan aku jadi orang pemarah Bi, anggap aja usaha aku kali ini belum berhasil" Kaira menjawab dengan tersenyum
"Saya yakin mereka pasti berubah Mbak" sahut Bi Rumi yang meyakinkan
"Mereka baik baik saja aku udah bersyukur, untuk berubah itu bonus" jawab Kaira
Kaira memang bisa setegar itu, ia tidak bisa berharap banyak Ayah dan Kakaknya berubah tapi ia hanya ingin mereka baik baik saja, sesederhana itu. Jika diminta untuk berubah sepertinya sedikit percuma karena sudah dari ia lihat kondisi dunia sudah menerima itu semua, Tidak diacuhkan oleh Ayah dan Kakaknya sendiri adalah sebuah kebiasaan yang sudah lama ia terima. Kalau ditanya kemana ibunya, beliau sudah berpulang saat Kaira baru lahir.
"Kaira berangkat dulu ya, Bi" pamit Kaira
"Mbak Kaira enggak mau sarapan dulu?"
"Ini udah aku siapin buat bekal Bi" jawab Kaira sambil menutup kotak bekalnya yang sudah terisi dan segera memasukkan ke dalam tas nya
"Yaudah kalau gitu hati hati Mbak"
Kaira menjawab dengan tersenyum.
Kaira pun berjalan keluar menuju pagar rumah, ya..Kaira berangkat dengan berjalan sampai ke jalan raya untuk menunggu bus mini menuju kesekolahnya, Apa kaira tidak punya kendaraan kan Kaira terlahir dengan keluarga yang berada? Bukan tidak punya tapi Ayahnya yang tidak memberi fasilitas tapi sejak kapan anak bungsu harus lebih mandiri dari anak sulung.
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGGAH UNTUK PULANG
Teen Fiction"Tempat pulangnya tak teringinkan, keinginannya jadi tempat pulang yang diharapkan" Ini tentang Kaira Ainaya, yang tak pernah mendapatkan rumah yang benar rumah. Banyak orang yang membencinya termasuk keluarganya sendiri. Mendapatkan kekerasan dari...