Aku menarik napas panjang sebelum turun dari mobil. Rasanya baru kemarin terakhir kali aku ke sini dan sekarang kembali lagi. Tak ada yang berubah, masih tetap menyedihkan.
Kulangkahkan kakiku pelan melewati satu persatu pusara yang rapi terawat dengan rumput hijau di atasnya. Sekarang tak ada lagi tempat untuk bertemu dengan Rayyan selain di sini, di rumah-nya.
RAYYAN MAHENDRA HARDJOKUSUMO binti SUSANTO HENDRO HARDJOKUSUMO
Mataku berkaca-kaca, sedikit tak percaya secepat ini namanya terukir di batu nisan itu. Jika melihat langsung seperti ini, aku seolah di sadarkan kalau orang yang kusayang telah berbaring kaku di dalam sana.
"Hai, by. Aku datang nih. Kamu apa kabar?"
Ku usap nisannya, dengan harapan dia bisa mendengarku. Aku ternyata masih belum kuat saat kurasakan air mata jatuh di pipiku. Dengan cepat kuhapus, Rayyan paling tak suka melihatku menangis seperti ini.
"Kamu nggak suka liat aku nangis kan, by? Tapi ini sakit banget, aku nggak kuat. Kamu kenapa cepat banget perginya? Aku nggak tau harus gimana tanpa kamu. Harusnya dari awal kamu nggak usah buat aku sesayang ini sama kamu, kalau ujung-ujungnya akan gini. Mana janji kamu untuk bareng terus sama aku sampai tua, mana Rayyan?! You hurt me, so much!"
Badanku gemetar, segera kuhapus air mata sialan ini. Ku usap kembali nisannya, "I'm sorry, by. Maafin aku ya!"
"Kamu pasti happy ya di sana sampai nggak pernah datang lagi di mimpi aku?"
Saat ini, aku layaknya orang gila yang mengajak nisan Rayyan berbicara. Walaupun aku tau tak ada gunanya juga bercerita, aku tetap melakukannya. Kuceritakan semua yang terjadi belakangan kemarin pada Rayyan seperti yang biasa kami lakukan hampir setiap hari saat dia masih ada. Aku yakin, dia pasti menjawabku walau tak terdengar olehku.
Kukirimkan doa, karena biar bagaimanapun tak ada yang di butuhkan Rayyan selain doa dari orang-orang terdekatnya yang masih hidup. Setelah itu kutaburkan bunga di atas pusaranya.
"Mudah-mudahan kamu suka ya sama warna bunganya. Warna kesukaan kita, kan?"Apalah arti warna kesukaan kita, Rayyan. Kalau kamu-nya terbaring di dalam tanah ini!
Air mata yang kutahan sedari tadi akhirnya tumpah lagi. Hujan yang baru saja turun seakan mengerti. Di sudut tempat ini, ada seseorang yang minta di temani untuk bersedih. Sebelum bangkit berdiri, kucium nisannya sedikit lebih lama.
"Mampir ke mimpi aku ya, by!"
Dengan terburu-buru aku berlari menuju mobil, meninggalkan Rayyan di sini. Belum sempat kunyalakan mesin mobil, aku di kagetkan dengan ketukan di kaca mobilku. Ya Tuhan, cobaan apa kali ini?
Mencoba untuk biasa saja rasanya sulit ketika kulihat di sekitarku yang sepi saat ini. Orang itu mengetuk kaca mobilku sekali lagi dengan tidak sabaran. Demi apapun yang ada di dunia ini, tolong lindungi aku!
Dengan sedikit takut, kuturunkan sedikit kaca mobilku.
"Permisi maaf mengganggu, mbak. Sebelumnya saya tidak ada niat jahat sama sekali. Saya hanya mau minta tolong mbak. Mobil saya ─sorry mobil adik saya, bannya pecah dan sedihnya tidak ada dongkrak di mobilnya." Dia menjeda ucapannya, masih terus menatapku. Ya terus? Gue harus apa dong mas?!
"Mbak ada dongkrak? Saya nggak tau harus gimana, saya udah coba telepon ke rumah tapi nggak ada yang jawab. Terus setengah jam lagi saya ada meeting, mbak. Mohon bantuannya mbak." lanjutnya kemudian.
Tapi tetap saja, sekarang kita tak boleh mempercayai orang begitu saja apalagi di tempat seperti ini. Bukannya ingin menjudge, tapi tak ada salahnya waspada kan?
Kutatap orang asing yang sudah basah kuyup ini tapi tak dia pedulikan sama sekali. Seolah, "gue biarin basah sebadan badan deh, yang penting ban mobil gue bisa di perbaiki."
Aku tak tahu dosa besar apa yang telah dia perbuat hingga di beri cobaan seperti ini. Hujan, ban mobil pecah, di kuburan lagi. Triple kill!
Aku mencari keberadaan mobilnya dan ternyata berada tak jauh di belakang mobilku. Saat ini otakku mencoba memikirkan semua kejadian yang akan terjadi. Bagaimana jika ternyata dia seorang begal ─ya walaupun sedikit kemungkinan mengingat dari tampangnya tidak menunjukkan seperti itu. Tapi semua kembali lagi ke kalimat don't judge by the cover, bisa saja modus begal sekarang seperti itu. Lalu setelah aku memutuskan keluar dari mobil, dia langsung menodongkan pisaunya padaku. Ku tutup mataku ngeri, membayangkan saja rasanya tak sanggup.
Tapi bagaimana jika dia memang butuh bantuan? Apakah aku setega itu tak membantu? Apalagi jika memang setelah ini dia benar ada meeting? Aku membayangkan jika berada di posisi dia, memangnya aku mau?
Okey, stop! Jika sudah seperti ini, aku benci dengan jalan pikiranku sendiri.
Setelah berpikir cukup lama dan memakan waktu yang tidak sebentar, aku memutuskan keluar dari mobil menuju bagasi. Apapun yang terjadi setelah ini, kuserahkan semua pada yang di atas. Tapi jika memang orang ini ternyata punya niat jahat dan melukaiku, setidaknya aku punya niat baik membantunya. Semoga itu dijadikan pertimbangan kalau seandainya terjadi apa-apa padaku, Tuhan. Tapi, amit-amitlah! Jangan sampai!
Aku jadi merasa bersalah ketika kulihat dari kaca spionku, orang itu sedang mengganti ban mobilnya yang pecah dengan ban baru. "Tuh kan! Lo harusnya nggak usah kepikiran drama-drama ftv kayak gitu, Gem!" ucapku sebal.
Di saat seperti inilah sisi kemanusiaanku diuji ketika kulihat orang itu benar-benar basah kuyup akibat tak memakai payung atau apapun penghalang hujan sejenisnya. Kenapa harus persis di tempat ini juga sih ban mobilnya pecah? Kenapa nggak di tempat ramai atau sekalian di depan bengkel aja gitu?! Mungkin semua kembali ke amal perbuatan, dia banyakan dosa kali.
Akhirnya dengan hati-hati takut terpeleset di jalan yang licin ini, aku menuju orang itu sambil memegang payung.
"Permisi mas, ini payungnya di pake aja. Kasian udah basah kuyup gitu." Ucapku sambil menyodorkan payungku.
Dia menatapku, lalu tersenyum simpul. "Waduh, nggak usah mbak. Saya nggak apa-apa kayak gini. Udah kepalang tanggung juga, jadi sekalian basah aja. Maaf banget merepotkan lagi, mbak."
Ya tapi, kalau lo sakit? Kasian orang terdekat lo kali!
Oke. kali ini aku berlebihan.
Kutanya sekali lagi dan dia tetap pada jawaban sebelumnya. Baiklah!
"Kalau gitu saya balik ke mobil ya, mas."
Dia mengangguk bersamaan dengan aku yang kembali ke mobil. Setidaknya aku tidak di hantui rasa bersalah setelah ini, membiarkan orang basah kuyup dan tak ada niat membantu sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Give Me Your Forever
أدب نسائيMeet Gemma, a women who doesn't believe in love ─again. "Terimakasih sudah mengajarkan bahwa cinta tak selamanya harus saling memiliki." - "Aku nggak janji bisa buat kamu bahagia. Tapi selama sama aku, i promise you're not hurt." -A man who believe...