Chapter 5

338 11 1
                                    

**

Cahaya dari luar pintu seketika menerangi kamar yang termaram. Langkah tergesa dan suara bernada tinggi mengacaukan suasana hening dalam kamarku.

"Din! Bangun!"

Selimut yang membungkus diriku ini tak bergerak.

"Din, anak-anak udah di bawah. Nungguin lo bangun daritadi. Ditelfon kaga diangkat-angkat lagi. Emang dasar kebo banget lo!"

Aku menyahutnya dengan gumaman tak jelas.

Betty terpaksa mengambil tindakan ekstrem. Dengan berdehem sedikit, ia lalu teriak persis disebelah telingaku. Aku sontak menutup telinga, namun suaranya yang melengking itu sudah terlanjur memasuki rongga telinga.

"Eh gila lo! Mau bikin orang jadi tuli?!"

"Yaudah, makanya bangun."

Aku terduduk dengan paksa, mata yang masih terpejam sebelah dan rambut semrawut.

"Mandi gih, cepetan!" Sahutnya sembari pergi meninggalkan kamarku.

*
"Akhirnya putri tidur gue bangun juga, setelah sekian lama terlelap..." Sahut Ian dengan ekspresinya dramatis layaknya seorang pangeran yang menunggu kekasihnya terbangun.

"Ada apa, sih?" Kataku. ''Kenapa lo kesini selalu dadakan? Mengganggu jam tidur siang gue tau gak?" Lanjutku yang disusul nguapan, ngantuk.

"Kita mau nonton insurgent nihh" sahut Betty.

Aku hanya ber-oh ria, lalu menyadari ada yang kurang di gengnya itu.
"Ehh, btw, si Arnel mana?'' Tanyaku.

"Kalo Arnel dia langsung duluan aja, soalnya baru kelar latihan. Mumpung studio dia kan deket" jawab Betty.

"Ooohhh...." Sahutku.

Ian berdiri dan menuju keluar rumah, lalu menoleh kearah kita berdua yang masih terduduk disofa kulit itu "Ayuuk! Berangkat!" Serunya.

*
Mobil jazz putih itu berdesakan dengan mobil-mobil lain yang menyusuri Jalan Pondok Indah pada malam Minggu. Ian mengemudi, dan aku di sebelahnya. Betty dibangku belakang yang tengah bertelepon dengan seseorang.

Betty mematikan handphone dengan lega. "Guys, Arnel udah sampe disana dan berhasil dapat empat tiket, tapi barisan agak depan, soalnya udah penuh. Yaa lumayan sih daripada lu manyun"

Setelah dua puluh menit kemudian, mobil itu memasuki parkiran Pondok Indah Mall. Dan kami pun langsung bergegas ke lantai paling atas.

Seorang wanita berjaket itu berdiri di pinggir eskalator sambil mengacungkan empat lembar tiket bioskop.

"Hei, right on time. Pintu bioskopnya udah di buka tuh, tapi filmnya belum di mulai, kok" sambut Arnel.

"Sori telat banget, ya. Tadi dijalan macet banget ada kecelakaan, jadi banyak pengendara motor yang mau liat gitu" ujarku.

Saat dijalan menuju pintu bioskop. Diam-diam, aku melirik Ian yang berjalan disampingku. Mencari sebuah petunjuk untuk menjawab keganjalan yang terjadi. Tahu-tahu Ian melirikku balik. Cepat-cepat aku membuang muka ke sembarang arah, menemukan mesin popcorn sebagai objek yang lebih aman.

"Mau popcorn, Din?" Ian bertanya.

Aku merasa tak punya pilihan selain mengangguk.

"Nel, Bet, lu duluan aja. Gua mau beli popcorn dulu" kata Ian pada mereka berdua yang berjalan didepanku.

"Sip!" Jawab Betty.

"Ehh, tunggu. Gue nitip minuman ya, An!" Arnel menengok ke arah Ian.

Lalu, mereka berdua pun melenggang menuju ruang teater.

"Yuk" Ian berujar ringan padaku, lalu menggandeng tanganku.

Aku tak yakin apakah Ian menyadari perubahan yang terjadi. Dalam hati, sungguh aku berharap langkah yang tersedat dan hati yang bergetar tidak terdeteksi olehnya.

*
Setelah film telah selesai, kami memasuki mobil dan segera melintas menuju kawasan Bintaro.

"Hei.. Hei. Ini kan bukan jalan ke rumah gue. Rumah gue tuh dari sini belok kanan, bukan lurus" protesku.

"Lo mau kita culik buat dijadikan pembokat, Din'' kata Ian, santai.

Aku mulai merasa ada yang tidak beres.

"Santai my bro." Sahut Arnel. "Kita mau ajak lo ke CafeKL, mumpung gue baru dapet honor manggung" tambahnya.

Temanku yang satu ini memang bisa banget diandalin. Udah baik, berprestasi, pinter nyanyi, kalo abis dapet honor manggung uangnya biasanya diabisin buat ngumpul-ngumpul.

"So... " Sahut aku dan Betty hampir berbarengan.

"Kalian gue traktir makan!" Arnel melanjutkan.

"Horeee!" Sorak porai di mobil itu seketika pecah menghantam kesunyian malam. Tawa cekakak-cekikik meramaikan mobil yang kini telah melaju dengan kecepatan sedang.

Rahasia BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang