5. Mau pindah ke pluto aja!

92 24 8
                                    

•••

"Widihhh yang kemarin abis 'kencan' mah beda ya auranya," sindir Jeonathan begitu melihat wujud Darvian di gerbang sekolah, "Gimana progressnya? Udah sampe mana?"

"Lucu banget kemarin dia manggil gue Vian," Darvian tersenyum lebar, terlihat salah tingkah.

"Vian," panggil Jeonathan usil.

"Jijik!" pasalnya panggilan itu hanya boleh dipanggil oleh Karina saja, "Nama panggilan sayang dari Karina itu, lo jangan mencemari deh!"

"Ckckckck, buceeeenn terooosss! Tapi sayang, bucinnya sepihak. Bhak!" Darvian langsung saja menoyor kepala teman laknatnya satu ini tetapi Jeonathan dengan gesit menghindarinya. Kebiasaan, kalau ngomong suka benar dan menyakitkan.

Brak!

"Aduhh ya ampun ini babu miskin gimana sih kerjanya?! Tempat sampah masa ditaro di tengah jalan! Kena baju gue kan! Huwaaaaa Papaa baju Clara bau sampaaahhh!!!" rengek Clara yang pagi-pagi sudah membuat keributan. Padahal sudah jelas-jelas itu tempat sampah memang di letakkan di situ dari zaman dahulu kala. Anaknya saja yang tidak bisa hidup tanpa membuat drama.

"Apaan sih, Clar? Jelas-jelas lo yang sengaja nabrak tempat sampah," ketus Karina.

"WHAT?! Buat apa seorang Clara nabrak tuh tempat kotoran? Udah gila ya lo nuduh gue?! Mau gue aduin? Mana Papa?! Giselle, panggil Papa gue sekarang!" selagi Giselle memanggil Papanya—si Kepala Sekolah, Clara menyiapkan senjata air mata buayanya.

Tak lama kemudian, Kepala Sekolah datang.

"Ini anak saya kenapa nangis begini? Siapa yang bikin Clara nangis?!" tanya Kepala Sekolah langsung.

"Dia, Pah!" Clara menunjuk Karina, "Tadi Clara dibentak gara-gara gak sengaja nabrak tempat sampah. Terus masa dia bilangnya Clara sengaja nabrak sih, Pah. Ngapain juga Clara harus nabrak tuh tempat sampah coba."

Kepala Sekolah menatap tajam Karina.

"Tapi memang Clara sengaja menabraknya, Pak!" bela Karina, tidak mau disalahkan.

"Jadi kamu mengatakan bahwa anak saya buta arah? Bagus begitu?!" Kepala Sekolah tidak terima. Clara yang ada di sampingnya menyunggingkan senyum licik.

"Intinya bukan salah saya," bela Karina mutlak.

"Ngaku aja deh lo! Temen-temen gue saksinya, iya kan guys?" teman-teman Clara mengangguk kepalanya tanpa ragu. Dalam hal membully, mereka sangat solid.

Darvian hendak menghampiri keributan yang terjadi di sana, namun tangannya dicekal oleh Jeonathan.

"Jangan bro," cegahnya.

"Jangan gimana lagi sih, Jon? Mau sampe kapan gue diem aja liat Karina ditindas gitu."

"Mau lo maju sekarang buat belain dia justru lo juga yang bakal dimaki-maki sama tuh manusia otoriter. Diem aja, gue mau videoin diem-diem." Jeonathan mengambil ponsel dari saku celananya dan merekam aksi penindasan itu secara sembunyi-sembunyi.

"Minta maaf sama Clara!" pinta Kepala Sekolah.

"Tidak!" sahut Karina tegas yang sukses membuat Clara and the geng dibuat takjub.

"Minta maaf atau saya berhentikan kamu untuk bersih-bersih di sini?"

"Wah jangan dong, Pah. Nanti Karina sama adeknya masa mau dikasih makan rumput tetangga?" cibir Clara.

Karina geram. Jika sudah membawa pekerjaan, Karina harus terpaksa menyerah. Ia tidak mungkin harus berhenti menjadi tukang bersih-bersih. Dari pekerjaan inilah Karina mendapat pundi-pundi uang tambahan selain bekerja di kedai dan minimarket. Sekolah yang mengijinkannya saja sudah membuatnya bersyukur. Jika ia harus berhenti, sumber penghasilan uangnya akan berkurang sedangkan perjalanan hidup Karina dan adiknya masih lah amat jauh.

NOT A FRIEND TO YOU ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang