17

2.9K 361 24
                                    

🥀__🥀

"JEVIN MANA??!" Karin dan Mama yang sedang tertawa kecikikan karena habis check out baju-baju bayi di salah satu OS langsung terperanjat kaget. Papa yang selama ini lebih memilih untuk tinggal di Amerika ada disana.

"Eh, papa kok pulang gak ngasi kabar??" Mama segera meraih koper papa, memilih untuk mengamankannya kekamar mereka. Karin berdecih, karena mamanya dengan teganya meninggalkannya dengan Papa yang sedang emosi.

"Karin, panggil kembaran kamu sekarang!!" Karin tidak menjawab, ia langsung saja naik kekamar Jevin dan menyeret pemuda yang semingguan ini sudah seperti mayat hidup. Ia tidak tahu kenapa karena Jevin tidak bercerita dam Marsha pun tidak bisa dihubungi.

'Plak'

Karin memejamkan matanya terkejut, ini kali pertama orangtua mereka main tangan, Karin bisa lihat pipi Jevin merah, entah sekuat apa tenaga papanya.

"Brengsek!!" Kaki papa naik hendak menendang Jevin tapi Karin reflex menarik Jevin, menjauhkannya dari Papa, berharap Mama segera turun.

"Papa udah bilang ya sama kamu!! Jangan main-main sama Marsha!! Papa gak perduli sama pacar kamu itu, Marsha yang pertama ngandung anak kamu itu artinya kamu memang akan berkomitmen dengan Marsha!! Marsha yang pertama kamu kenalin sama keluarga itu artinya kami hanya akan menerima Marsha!! Sekarang kamu ngelepasin Marsha Jevin?? Otak kamu dimana??!!" Jevin tidak menjawab, tangisnya kembali hadir. Badannya sedang tidak fit, ditambah dengan orang disekitarnya selalu menekannya.

"Aku juga gak mungkin ninggalin Aca Pa"

"Kamu bisa!! Masa depan Aca masih sangat bagus!! Kamu gak ngerusak dia sama sekali, tapi Marsha??! Kamu ngerusak dia Jevin!!"

"Bentar, ini kenapa deh" Karin yang sedari tadi mendengarkan bingung sendiri, ia tidak punya clue sama sekali.

"Apa?? Pa?? Jev?? Lo kenapa sih??!"

"Abang kamu, ngelepasin Marsha! Tadi malam Papa dapet laporan Marsha terbang keluar negeri, visa nya bukan liburan, tapi pindah domisili"

"Jev??"

"Gue udah bilang kan Rin, gue gak bisa ninggali—" Ucapan Jevin tidak selesai karena Karin ikut menampar pipinya.

"Lo!! Manusia paling brengsek Jevin!!! Brengsekkk!!" Karin berlari keluar rumah, mungkin tujuannya sekarang adalah rumah sahabar Marsha, hendak mencari tahu keberadaan wanita yang sedang hamil muda itu. Papa pun begitu, pria itu langsung naik keatas.

Jevin hanya diam ketika merasakan badannya ditarik kedalam sebuah pelukkan. Selalu seperti ini, ketika Papa melukainya, maka Mama akan datang mengobati.

"Marsha hamil Jevin" Tiga kata yang keluar dari mulut Mama mampu membuat dunia Jevin serasa runtuh. Ia pernah gagal menjadi ayah satu tahun yang lalu, sekarang ia mendapatkan kesempatan itu lagi, berita buruknya ia sudah tidak tahu keberadaan Marsha. Marsha menghilang.



🥀__🥀





Apartemen yang Marsha berusaha tinggalkan dalam keadaan rapi itu kini menjadi berantakan, bantal dan sofanya tidak beraturan, tapi mungkin Marsha tidak akan marah karena ia tidak tahu akan hal itu, ia sudah benar-benar melepas apartemen ini. Ia akan kembali tapi nanti.


"Ya, udah please" Raya menarik tubuh Yaya, gadis itu mengamuk ketika mendengar kabar dari Karin bahwa Marsha dan Jevin sudah selesai.

"Temen lo Ra, temen lo kemanaaaa" Yaya menangis, hatinya sakit. Marsha bilang kalau dirinya dan Raya akan menjadi orang kedua setelah Yeri. Namun sampai sekarang Marsha belum menghubungi keduanya.

Yaya tau pahit manis kehidupan Marsha, ia tidak menyalahkan keputusan Marsha untuk pergi karna itu memang yang terbaik. Tapi Yaya marah karena Marsha tidak pernah mau melibatkan dirinya.

"Kata Karin, Marsha hamil" Raya mengangguk, menyerahkan tespack yang ia temukan di meja rias Marsha tadi kepada Yaya.

"Dari waktu anaknya meninggal kedalam perut Marsha rajin banget beli tespack, dia katanya mau hamil karena respon Jevin waktu dia hamil tuh bagus. Jevin benar-benar nunjukin kalau dia cinta sama Marsha di waktu-waktu itu, makanya Marsha gak pernah minum obat yang Jevin kasi karena dia mau itu, dia mau milikin Jevin seutuhnya"

"Tapi dia hamil sekarang Jevin malah ninggalin dia Ra"

"Jevin juga ada diposisi yang sulit Yaya. Marsha tuh bukan anak kecil kok, lo sendiri tau dia gak suka kabur-kaburan apalagi anaknya dia butuh bapak. Ini Marsha pasti cuma ngasi Jevin waktu sama ceweknya doang. Kalo Marsha masih ada disekitar Jevin, Jevin gak akan berfikiran jernih Ya. Jadi kita tunggu aja ya??" Yaya diam, tangisnya sudah tidak seberisik tadi. Dan sekarang pun Karin sudah bergabung dengan pelukan mereka.

"Marsha pasti ngehubungin Mama, kalau pun enggak si Mama pasti berusaha buat nyari tau Marsha"

"Rin, kalo ada kabar tentang Marsha tolong kasi tau kita juga"


"Pasti!"






🥀__🥀






Fyi, kalo ada yang suka bxb juga, aku akhir-akhir ini lagi produktif bikin nohyuck short au sama one tweet di Twitter, bisa di cek tapi kalo gak suka bxb yaudah disini aja gs-an kitaaa☺️

Behind Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang